PIRAMIDA.ID | JAKARTA– Seorang pekerja bernama Dharmawan Khadafi dilaporkan eks perusahaannya sendiri. Ini gara-gara ia melakukan back up data perusahaan. Data ini di-back up dari laptop inventaris perusahaan ke hard disk miliknya pribadi.
Penasehat Hukum Khadafi lantas merasa kliennya dikriminalisasi. “Keadilan untuk Dharmawan Khadafi dan untuk seluruh pekerja di Indonesia,” ujar penasihat hukum Khadafi, Sudirman Manalu, kepada wartawan, Jumat (5/12).
Ia menjelaskan, Dharmawan Khadafi merupakan merupakan karyawan di PT. Importa Jaya Abadi sejak tanggal 7 Maret 2022 hingga 20 Oktober 2024, dengan jabatan sebagai kepala cabang. Khadafi selama bekerja di perusahaan itu, kata dia menjalankan tugas profesionalnya sebagaimana seharusnya tanpa adanya kecacatan administrasi dan pelanggaran lainnya, sesuai exit clereance atau surat berhenti bekerja untuk Dharmawan Khadafi yang diterbitkan PT. Importa Jaya Abadi.
Adapun usai keluar dari PT. Importa Jaya Abadi, Khadafi pindah ke PT. Baja Tirta Sentosa sebagai kepala cabang.
“Dharmawan Khadafi tiba-tiba dilaporkan oleh PT. Importa Jaya Abadi sebagaimana laporan polisi Nomor: LP/B/681/XI/2024/SPKT/POLRESTA SLEMAN/POLDA D.I.YOGYAKARTA, tanggal 30 November 2024,” ujarnya
Khadafi dilaporkan ke polisi, gara-gara melakukan back up data dari laptop inventaris perusahaan, ke hard disk atau perangkat penyimpanan milik pribadi Dharmawan Khadafi. Hal itu dianggap pelapor sebagai perbuatan pidana, yang diatur dalam Pasal 30 ayat (2) dan Pasal 32 ayat (2) UU ITE.
Setelah penyelidikan dan penyidikan kasus, Khadafi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kepolisian Resor Sleman, yakni Ipda. Hauzan Zaky Rizqullah, S.Tr.K dan Briptu. Resda Renata Wijaya selaku Penyidik Pembantu.
Menurut Sudirman, apa yang dilakukan kliennya semata-mata hanya kewajiban profesional. Sebab, data yang dipindahkan tersebut tidak dimanfaatkan dan diperjualbelikan serta diberikan kepada pihak lain, demi keuntungan pribadi Dharmawan Khadafi. “Dan tidak menimbulkan kerugian bagi PT. Importa Jaya Abadi,” ucapnya.
Penyidik, kata Sudirman dinilai tak melihat secara utuh penerapan unsur yang disangkakan kepada Khadafi, salah satunya, hak akses yang sah dan tidak adanya penyalahgunaan data tersebut. Sebab Khadafi memiliki otorisasi penuh untuk mengakses data perusahaan, karena jabatannya. Kemudian, seluruh dokumen yang ditemukan di hard disk dan handphone Khadafi, adalah dokumen yang memang menjadi tupoksi kliennya, dalam memproyeksikan pencapaian target perusahaan.
“Oleh karenanya, tindakan akses yang sah tidak dapat dikualifikasikan sebagai ‘tanpa hak atau melawan hukum’,” tuturnya.
Lalu, back up data yang dilakukan Khadafi, merupakan kewajiban profesional. Apalagi, laptop perusahaan sering mengalami gangguan performa, sehingga Khadafi berinisiatif melakukan back up data ke hard disk eksternal dan handphone pribadi secara periodik dan berkala.
“Hal ini dilakukan secara rutin bulanan sebagai bentuk tanggung jawab profesional, bukan untuk kepentingan pribadi,” tegasnya.
Adapun dokumen hasil back up, digunakan untuk analisis target, monitoring penjualan, stok barang, serta penyusunan strategi perbaikan kinerja. Dengan demikian, tindakan tersebut adalah upaya menjaga keberlangsungan pekerjaan atau business necessity defense.
Sehingga, tidak ada niat jahat yang dilakukan Khadafi. Sangkaan pidana sendiri menuntut adanya mens rea atau niat jahat. Dan faktanya, kata Sudirman, Khadafi tidak pernah menyebarkan, memperjualbelikan, atau memberikan data kepada pihak ketiga.
“Data hanya dipergunakan internal untuk pekerjaan. Bahkan, exit clearance perusahaan menyatakan Dharmawan Khadafi tidak melakukan fraud selama masa kerja,” jelasnya.
Di samping itu, hasil penyelidikan dan penyidikan, kata Sudirman, tidak ada bukti adanya kerugian materil maupun immateril yang dialami pelapor. Menurutnya, tidak ada bukti Dharmawan Khadafi memperoleh keuntungan pribadi atau memberikan keuntungan kepada pihak lain atas penyalinan data tersebut.
“Prinsip hukum pidana yang berbunyi ‘nullum crimen sine periculo sociali’ yang berarti tiada pidana tanpa adanya kerugian/ancaman nyata bagi masyarakat atau pihak lain,” kata dia.
Selain itu, kata Sudirman, seharusnya penyelesaian persoalan internal seperti ini, jalur pidana merupakan upaya terakhir. Itu sesuai dengan asas hukum pidana yang berlaku, yakni ultimum remedium.
“Persoalan internal perusahaan terkait tata kelola data lebih tepat diselesaikan melalui mekanisme perdata atau hubungan industrial,” paparnya.
“Mengkriminalisasi tindakan Dharmawan Khadafi justru bertentangan dengan semangat hukum pidana modern yang proporsional, karena back up data yang dilakukan oleh Khadafi merupakan kelaziman atau kebiasaan dalam bekerja” lanjut Sudirman.
Pihaknya juga memiliki banyak alasan lainnya, mengapa proses hukum terhadap Khadafi merupakan hal keliru. Alasan ini bukanlah sesuatu yang mengada-ada atau dibuat-buat, melainkan memiliki argumentasi yang jelas, logis dan berlandaskan hukum. Lebih lanjut, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan upaya-upaya termasuk untuk melakukan koreksi atas dugaan ketidakproffesionalan penyidik dalam menangani kasus ini.
“Kami pun meminta Kapolri dan jajarannya, Jaksa Agung dan jajarannya, Ketua Mahkamah Agung dan jajarannya untuk melihat sisi keadilan atas kasus yang menimpa Dharmawan Khadafi karena akan berdampak dan menjadi preseden buruk pada seluruh pekerja yang bekerja menggunakan perangkat dan sistem elektronik,” tandas Sudirman.
Ditemui terpisah, Komisaris Independen PT. Baja Tirta Sentosa, Kombes Pol (Purn) Koeshartono Arif Sudrajat, menyampaikan keprihatinannya atas apa yang dialami oleh Khadafi. Menurutnya, Khadafi tidak layak diproses pidana karena apa yang dilakukan selama bekerja di PT. Importa Jaya Abadi merupakan kebiasaan dalam bekerja dengan ketentuan dokumen tersebut tidak disalahgunakan.












