PIRAMIDA.ID – Kelompok Cipayung yang berada di Kota Pematangsiantar yang terdiri dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) cabang P.siantar-Simalungun, Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) P.Siantar, serta Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI) cabang Pematangsiantar mengecam keras tindakan refresif personel PT. Toba Pulp Lestari (TPL) kepada Masyarakat di Sihaporas, Buttu Pangaturan, Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun. Selasa(23/09/2025)
Penyerangan yang dilakukan oleh pekerja PT Toba Pulp Lestari (TPL) kepada Masyarakat berujung pada jatuhnya korban luka dan kerusakan fasilitas warga.
Insiden ini bermula terjadi sekitar pukul 08.00 WIB, sekitar 150 orang pekerja yang terdiri dari sekuriti, buruh harian lepas (BHL), dan sejumlah orang yang diduga preman bayaran mendatangi wilayah Sihaporas. Mereka membawa potongan kayu panjang, tameng, dan mengenakan helm.
Warga yang berjumlah sekitar 30 orang mencoba menghadang dan meminta diskusi, namun upaya itu ditolak. Dorong-dorongan pun terjadi dan berujung pada pemukulan menggunakan kayu dan lemparan batu,mengakibatkan warga mengalami luka-luka.
Beberapa saat kemudian, jumlah pekerja PT TPL yang datang bertambah hingga sekitar 300 orang. Mereka diduga melibatkan karyawan perusahaan, BHL, sekuriti, dan preman bayaran. Dalam penyerangan itu, posko perjuangan masyarakat adat sihaporas dan 5 gubuk pertanian dibakar, empat rumah rusak, sepuluh sepeda motor dibakar, delapan sepeda motor lainnya dirusak, serta satu unit mobil Pickup ikut dibakar. Barang pribadi warga seperti enam telepon genggam, satu laptop, dan satu mesin pencacah rumput juga ikut musnah.
Dalam insiden tersebut 33 orang menjadi korban luka (18 Perempuan 15 Pria), termasuk lima perempuan dengan luka parah di bagian kepala, mulut, dan tubuh. Seorang anak penyandang disabilitas juga dilaporkan dipukul di bagian kepala. Dari total korban, sepuluh orang mengalami luka serius, sementara 26 lainnya menderita luka memar dan lebam di kepala maupun badan.
Daftar korban luka-luka antara lain :
- Delima Silalahi (34)
- Tiodor Situngkir (65)
- Royan Siahaan (23)
- Paulus Siahaan (55)
- Giofani Ambarita (29)
- Herman Siahaan (44)
- Harnodita Simanullang (43)
- Magdalena Ambarita (53)
- Mesriati Sinaga (47)
- Lika Silitongan (37)
- Anak Dimas Ambarita (17)
- Feni Siregar (23)
- Edy Ambarita (57)
- Anita Simanjuntak (44)
- Raulina Hutabalian (45)
- Melpa Simanjuntak (47)
- Bangkit Mangaai Ambarita (45)
- Mesdianto (47)
- Amina Siahaan (36)
- Putri Ambarita (25)
- Lamhot Ambarita (42)
- Dohar Ambarita (20)
- Thomson Ambarita (46)
- Kristina Pasaribu (29)
- Rida Sidabutar (36)
- Johannes Siahaan (25)
- Rolek Ambarita (47)
- Frengky Harianja (37)
- Moral Siahaan (28)
- Delima Sinaga (56)
- Saul Ambarita (63)
- Sabar Ambarita (50)
- Nurinda Napitu (38)

GMKI : Mengecam PT.TPL dan menyayangkan ketidakhadiran Pemerintah
Dalam hal ini Ketua GMKI Cabang Pematangsiantar-Simalungun Yova Purba mengecam dan mengutuk keras tindakan refresif personel PT. TPL di Desa Sihaporas, Kabupaten Simalungun.
beliau menyebutkan bahwa ini bukan lagi hal baru, ada banyak kejadian yang terjadi akibat tindakan refresif di beberapa daerah di Sumut akibat tindakan refresif oleh PT. TPL yang mengakibatkan jatuhnya korban belakangan ini. sebelumnya ada di daerah Natinggir (Kab.Toba), Desa Dolok Parmonangan (Kab. Simalungun) dan Onan Harbangan (Tapanuli Utara).
Ia meminta agar Bupati Simalungun dan Polres Simalungun harus cepat bersikap atas tindakan refresif personel PT.TPL yang mengakibatkan jatuhnya korban serta turun langsung menemui korban akibat insiden tersebut dan memberikan penguatan kepada masyarakat yang trauma akibat insiden yang terjadi.
“Pemerintah Kabupaten Simalungun tidak boleh diam, Pemerintah harus hadir karena ini bicara kemanusiaan, bagaimanapun warga Sihaporas juga warga Kabupaten Simalungun,” Ucap Yova
“Saya juga meminta kepada Polres Simalungun mengusut tuntas secara transparan dan terukur terhadap insiden yang terjadi di Sihaporas. Serta memberikan kepastian hukum dan keamanan kepada masyarakat,” sambung Yova
“Sudah saatnya PT.TPL tutup secara permanen karena itu solusi yang terbaik untuk menyelamatkan lingkungan hidup disekitar Danau Toba dan menghindari konflik-konflik yang akan timbul kembali di kemudian hari yang menyebabkan jatuhnya korban.” sambungnya
GmnI : Terlalu sering Hati Rakyat Tersakiti
Hal senada juga disampaikan Ketua GMNI Pematangsiantar, Ronald Panjaitan berpendapat hal tersebut sangat menyakiti hati rakyat, dimana negara absen dalam persoalan konflik yang terjadi di sihaporas.
“Ini bukan hal baru yang terjadi di sihaporas, bila dihitung ini sudah berkali² terjadi kriminalisasi yang dilakukan oleh pihak TPL, dan lagi-lagi hal ini membuktikan bahwa negara absen dan tidak mampu menyelesaikan konflik berkepanjangan yang terjadi di desa sihaporas bahkan di beberapa daerah lainnya,”ucapnya
Tambah Ronald Panjaitan juga menambahkan bahwa mereka menilai persoalan tersebut bentuk cipta kondisi yang dilakukan oleh PT. TPL
“Kemarin begitu mendapat kabar dari masyarakat sihaporas kami inisiatif untuk langsung menuju ke lokasi, tetapi mirisnya kami menemukan akses jalan ke desa sihaporas tersebut dilarang masuk oleh pihak perusahaan, begitu pula dengan akses jalan lainnya yang sudah di rusak dan dikeruk menggunakan alat berat sehingga kami tidak bisa melalui akses jalan manapun untuk menuju desa sihaporas,” sambung Ronald
Ketua GMNI Pematangsiantar, Ronald Panjaitan menegaskan bahwa negara atau dalam hal ini Polres Simalungun harus hadir tengah persoalan ini, tidak boleh pandang bulu, dan juga ia menekankan polres agar lebih mengedepankan pendampingan hukum kepada korban² yang mendapatkan kekerasan atau kriminalisasi dari PT. TPL dan terutama Pemerintah Kabupaten Simalungun agar segera menyelesaikan konflik tersebut agar tidak terjadi hal serupa lainnya.
PMKRI : Antara Konflik Agraria dan Pelanggaran HAM
Ketua PMKRI Cabang Pematangsiantar, Maruli Tua Sihombing, dalam pernyataannya menegaskan bahwa insiden di Sihaporas bukan sekadar persoalan konflik agraria, tetapi lebih jauh menyentuh ranah kemanusiaan.
“Yang terjadi di Sihaporas adalah tragedi kemanusiaan. Ketika perempuan, anak-anak, bahkan penyandang disabilitas ikut menjadi korban kekerasan, itu menunjukkan betapa nilai-nilai kemanusiaan telah diinjak-injak. Kami dari PMKRI tidak bisa diam melihat rakyat kecil diperlakukan secara tidak manusiawi di tanah leluhurnya sendiri,” ujar Maruli.
Ia menambahkan, “PMKRI mendesak Komnas HAM dan Kementerian HAM turun langsung menyelidiki kasus ini, karena apa yang dialami masyarakat Sihaporas adalah potret nyata perampasan ruang hidup yang disertai kekerasan sistematis. Negara harus menunjukkan keberpihakannya dengan melindungi korban, bukan membiarkan korporasi semakin semena-mena,” Sambungnya
Maruli Tua juga menekankan bahwa pemerintah daerah maupun pusat tidak bisa lagi menutup mata.
“Kami mendesak Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kapolri, serta Bupati Simalungun untuk menjadikan aspek kemanusiaan dan HAM sebagai dasar penyelesaian konflik di Sihaporas. Selama PT. TPL masih beroperasi, potensi pelanggaran HAM akan terus berulang, dan rakyat kecil akan selalu menjadi korban,” ucap Maruli menutup