PIRAMIDA.ID | Jakarta, (10/12/2025) – Front Justice menyampaikan keberatan dan kecaman keras terhadap pernyataan Bapak Maruli Siahaan, Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar, yang cenderung Membungkam, mengaburkan fakta dan mengabaikan prinsip-prinsip akademis, hukum, dan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam menyikapi polemik PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Cavin Tampubolon menganggap bahwa pernyataan bahwa tuntutan penutupan TPL tidak memiliki dasar hukum dan merupakan klaim sepihak masyarakat adalah pandangan yang dangkal dan menyesatkan.
Menutup Mata Terhadap Kenyataan Masyarakat Adat
“Kami sangat menyayangkan pernyataan Bapak Maruli Siahaan, yang mengaku sebagai putra daerah, namun terkesan menutup mata dan tidak mengetahui fakta yang terjadi secara langsung di tengah masyarakat,” Tegas Cavin Tampubolon
- Maruli Siahaan Tidak Tahu Fakta Lapangan: Tuduhan bahwa ada “pihak-pihak lain yang menunggangi” adalah upaya mencuci tangan dari tanggung jawab. sebagai mantan aktivis GMKI dan bagian dari perjuangan masyarakat adat, menyaksikan langsung bagaimana masyarakat adat berjuang sendirian. Perjuangan ini murni didorong oleh kebutuhan untuk mempertahankan hidup dan sumber penghidupan bukan karena ditunggangi kepentingan politik.
- Keberpihakan yang Keliru: Ketika Bapak Maruli mempertanyakan status 42 KK yang keberatan di Sihaporas menganggap mereka “numpang” atau bukan warga asli itu menunjukkan ketidakpekaan dan ketidaktahuan akan realitas konflik agraria. Seorang wakil rakyat seharusnya membela hak-hak minoritas yang tertekan, bukan malah mempertanyakan legitimasi penderitaan mereka.
- Mengabaikan Konflik Nyata: Kesejahteraan yang dipaparkan TPL hanyalah klaim di atas kertas. Realitasnya adalah konflik horizontal, intimidasi, dan ketakutan yang terus dialami masyarakat. Jika Bapak Maruli benar-benar turun ke desa-desa yang berkonflik, bukan hanya menerima data dari TPL, beliau akan menyaksikan air mata dan jeritan masyarakat yang dirampas haknya.

Pembantahan Berdasarkan Prinsip Akademis dan Lingkungan
Bapak Maruli Siahaan merujuk pada ketiadaan putusan hukum yang inkrah mengenai kerusakan lingkungan. Pernyataan ini gagal memahami prinsip kehati-hatian (precautionary principle)dalam ilmu lingkungan dan hukum lingkungan.
- Fakta Kerusakan Lingkungan: Kerusakan lingkungan akibat monokultur eukaliptus TPL telah didokumentasikan secara luas, menyebabkan degradasi tanah, penurunan keanekaragaman hayati, dan yang paling parah, memperburuk risiko bencana ekologis seperti banjir dan longsor di sekitar kawasan Danau Toba.
- Bukan Hanya Soal Pidana: Isu lingkungan TPL tidak hanya menunggu vonis pidana (UU 32/2009); ini adalah masalah kerugian ekologis struktural yang mengancam keberlanjutan hidup masyarakat adat dan kelestarian Danau Toba, yang telah ditetapkan sebagai Kaldera Toba UNESCO Global Geopark.
Pembantahan Berdasarkan Prinsip Hukum dan HAM
“Pada momentum Hari HAM internasional ini juga Kami membantah keras anggapan bahwa masyarakat tidak punya hak untuk menuntut “Tutup TPL” dan tuduhan adanya “pihak lain yang menunggangi” gerakan masyarakat,” Ucap Mantan Aktivis GMKI Siantar
- Hak Konstitusional Rakyat: Aksi unjuk rasa adalah perwujudan dari Hak Asasi Manusia dan hak konstitusional warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum (Pasal 28E UUD 1945). Klaim bahwa tuntutan ini “tidak ada haknya, adalah hukum yang berbicara” justru mereduksi kedaulatan rakyat dan mengabaikan krisis kepercayaan warga terhadap pemerintah.
- Klaim Tanah Adat yang Sah: Permasalahan sengketa lahan dan klaim tanah adat oleh Masyarakat Adat di sekitar konsesi TPL adalah isu yang sah dan telah menjadi perhatian nasional. Perizinan TPL yang terbit di atas tanah ulayat jelas cacat hukum dan melanggar HAM
- Fakta Kriminalisasi: Tuduhan Bapak Maruli bahwa insiden di lapangan disebabkan masyarakat yang “melakukan perbuatan” adalah upaya TPL untuk menutupi praktik kriminalisasi. Sudah banyak kasus di mana petani dan masyarakat adat dikriminalisasi hanya karena mempertahankan tanah leluhurnya di dalam konsesi TPL. Laporan pidana seringkali justru dibuat oleh pihak perusahaan (TPL) terhadap warga yang lemah.
Mendesak Pemerintah dan DPR RI
Kami mendesak Bapak Maruli Siahaan dan pimpinan DPR RI untuk:
- Berpihak pada Rakyat: Hentikan narasi yang mencurigai perjuangan masyarakat adat. Perjuangan Masyarakat Adat adalah murni upaya mempertahankan ruang hidup dan martabat
- Fokus pada Akuntabilitas TPL: Alih-alih mempertanyakan legitimasi masyarakat, fokuslah pada audit komprehensif (akademis, hukum, dan lingkungan) terhadap seluruh izin dan operasi TPL.
- Menggunakan Wewenang DPR: Segera bentuk Panitia Kerja (Panja) atau Panitia Khusus (Pansus) yang netral untuk menyelidiki secara tuntas dugaan perusakan lingkungan dan kriminalisasi yang dilakukan oleh TPL, memastikan keadilan bagi Masyarakat Adat.
“Kami bukanlah pihak yang menunggangi kepentingan, melainkan pihak yang ditunggangi oleh kebenaran dan keadilan bagi Masyarakat Adat di Sumatera Utara,” tutup Cavin Tampubolon











