Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Rabu, Juni 18, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Kabar Desa

Bagaimana Membangun Wisata yang Ramah Masyarakat Adat

by Redaksi
12/07/2020
in Kabar Desa
104
SHARES
743
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Lembaga adat Suku Baduy di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo yang isinya meminta dihapusnya wilayah mereka dari destinasi wisata Tanah Air. Surat tersebut dikirim pada Senin (06/07) melalui perwakilannya.

Diberitakan surat tersebut dicap jempol oleh tiga orang Jaro yakni Jaro Saidi sebagai Tangunggan Jaro Dua Belas, Jaro Aja sebagai Jaro Dangka Cipati, dan Jaro Madali sebagai sebagai Pusat Jaro Tujuh. Jaro adalah pemangku adat yang mewakili masyarakat Baduy.

Dalam surat tersebut disebutkan wisatawan yang datang memberikan dampak negatif di kawasan mereka. Arus wisatawan yang tidak terkendali, pencemaran lingkungan, pencemaran tuntunan adat, pengaruh budaya dan teknologi dari dunia luar jadi alasan di balik permintaan tersebut.

“Ini terjadi karena terlalu banyaknya wisatawan yang datang, ditambah banyak dari mereka yang tidak mengindahkan dan menjaga kelestarian alam, sehingga banyak tatanan dan tuntunan adat yang mulai terkikis dan tergerus oleh persinggungan tersebut,” ujar Jaro Saidi dilansir detikcom.

Heru Nugroho, salah satu perwakilan yang diberikan mandat untuk menyampaikan surat tersebut kepada presiden, mengatakan bahwa ide ini muncul ketika kunjungan wisatawan ke Kampung Wisata Suku Baduy di Desa Kenekes, Kabupaten Lebak, Banten menurun karena pandemi Covid-19.

Saat ini kawasan Baduy memang tengah ditutup sementara akibat pandemi Covid.19. Heru menyebut masyarakat merasa nyaman dengan ketidakhadiran para wisatawan.

“Mereka itu kan merasa enak banget gak ada orang ke sini, meskipun tetap ada orang yang datang. Tapi jadi nyaman buat mereka, sehingga mereka berpikiran sudah wisatawan dihapus saja,” ujar Heru.

Dikunjungi bukan sebagai destinasi wisata

Wakil Ketua Dewan Nasional Aliansi Mayarakat Adat Nusantara (AMAN), Abdon Nababan, mengatakan bahwa permasalahan tersebut susah muncul sejak lama. Menurutnya masyarakat Suku Baduy tidak menolak untuk dikunjungi, namun membludaknya jumlah wisatawan yang datang menjadi salah satu perhatian mereka.

“Dengan menaruh Baduy sebagai destinasi wisata di peta-peta, dengan menaruh program promosi pariwisata, sebetulnya ada program mobilisasi para wisatawan untuk ke berkunjung ke Baduy. Itu yang tidak mau sejak lama dari masyarakat adat Baduy,” ujar Abdon saat dihubungi DW Indonesia, Jumat (10/07).

“Mereka tidak mau diposisikan sebagai destinasi wisata, tapi bukan berarti tidak boleh dikunjungi,” lanjutnya.

Tak hanya Suku Baduy, masyarakat adat lainnya yang wilayahnya dijadikan destinasi wisata disebut Abdon memiliki keresahan serupa. Mereka merasa kehidupan mereka dijadikan objek tontonan para wisatawan.

“Masyarakat adat itu intinya tetap mau menjaga, memelihara, merawat kehidupan adat sebagai tuntunan kehidupan. Dengan promosi atau program destinasi wisata sebenarnya berubah adat yang sebagai tuntunan menjadi adat yang sebagai tontonan,” ungkap Abdon.

Penerima penghargaan di bidang kemanusiaan Ramon Magsaysay Award 2017 ini menyerukan agar pemerintah membuat kebijakan yang jelas terkait penyelenggaran wisata di wilayah masyarakat adat.

Pelaku wisata dinilai kerap ikut campur dalam kehidupan masyarakat adat demi kepentingan bisnis, padahal menurutnya masyarakat adatlah yang mempunyai wewenang mutlak saat wilayahnya dimasuki wisatawan.

“Kalau ada protokol dan kebijakan yang clear, sebenarnya potensinya (wisata) besar tapi tadi itu tetap tuan rumah yang  memiliki aturan, tetap masyarakat adat, bukan pelaku wisata,” jelas Abdon.

Lewat acara adat Seba Baduy

Pengiriman surat terbuka ini pun juga tidak terlepas dari pro dan kontra. Pemerhati sektor wisata alam Reza Permadi menilai bahwa ketika hendak menyampaikan aspirasinya, masyarakat Baduy tidak mengirim surat terbuka seperti yang ramai diberitakan.

Namun, masyarakat Baduy menggelar acara adat yang bernama Seba Baduy. Dalam Seba Baduy, masyarakat Baduy akan turun gunung menuju kota untuk menemui penguasa daerah Penggede.

“Masyarakat Baduy itu untuk mengadu itu melalui acara adat Seba dimana mereka menemui pimpinan wilayahnya dalam hal ini Bupati Lebak atau Gubernur Banten. Itulah tempat mereka diskusi berdialog dengan pimpinannya. Kalau mereka mau ada protes ke presiden pasti mereka lewat bupati dulu atau gubernur maksimal,” ujar Reza saat dihubungi DW Indonesia, Jumat (10/07) malam.

Salah satu warga Baduy luar, Mulyono Nasinah, mengatakan bahwa surat tersebut tidak mewakili masyarakat Baduy secara keseluruhan.

Surat ini memang benar adanya. Namun, ini bukan hasil dari kesepakatan tokoh adat dan pihak kelurahan, bahkan Jaro Saija (tokoh Baduy yang bertanggung jawab dalam urusan luar Baduy) sendiri baru tahu,” tulis Mulyono lewat akun Instagramnya.

Konsep pariwisata berkelanjutan

Kepada DW Indonesia, Reza yang menjabat sebagai COO Atourin ini mengatakan destinasi wisata adat mempunyai daya tarik tersendiri, salah satunya memberikan edukasi terkait tata cara kehidaupan masyarakat adat.

”Ada beberapa peraturan adat yang sebenarnya bisa kita terapkan dan pelajari di kehidupan kita sehari-hari,” papar Reza.

Ia pun menjelaskan bahwa konsep pariwisata berkelanjutan diperlukan dalam membangun destinasi wisata. Dengan mengacu kepada aspek sosial budaya, lingkungan, dan ekonomi dapat menjamin keberlanjutan destinasi wisata jangka panjang.

“Maka dari itu di beberapa wilayah yang mengusung konsep bekelanjutan memang ada batasnya, orang yang mau datang satu hari ada berapa orang. Bukan semata-mata mau menutup orang yang datang tapi untuk menjaga kelestarian lingkungan serta menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti rusaknya alam dan lain-lain,” pungkasnya.


Sumber: DW Indonesia.

Tags: #baduy#banten#masyarakatadat
Share42SendShare

Related Posts

Pasca Turut ‘Gembosi’ Dana Desa Simalungun, Kepala Inspektorat Takut Beri Penjelasan

21/12/2023

Piramida.id|Simalungun - Roganda Sihombing Kepala Inspektorat kabupaten Simalungun 'kebakaran jenggot' pasca diberitakan media ini pada hari Rabu (20/12) dengan judul...

Korwil PP GMKI Apresiasi Polda Sumut OTT Anggota Bawaslu

18/11/2023

Piramida.id|Medan - Azlansyah Hasibuan (AZ) Anggota Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Medan kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh...

Pangulu Buntu Bayu Simalungun ‘Goreng’ Dana Desa

30/10/2023

Piramida.id|Simalungun - Kegiatan rabat beton jalan sepanjang 250 meter dengan lebar 3.0 meter di nagori Buntu Bayu kecamatan Hatonduhan, kabupaten...

Pemuda Desa memiliki Potensi: Ayo Bergeraklah!

11/03/2021

Andry Napitupulu* PIRAMIDA.ID- Pemuda desa yang ada di berbagai daerah indonesia sangatlah minim untuk bergerak, padahal potensi pemuda desa sangatlah...

Peningkatan Ekonomi Nasional: Pentingnya Teknologi Pertanian di Pedesaan

22/01/2021

Tulus Panggabean* PIRAMIDA.ID- Indonesia merupakan negara agraris di mana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani, menjadikan pertanian sebagai...

Sihaporas: Desa adalah Masa Depan Pemuda dan Pemuda adalah Masa Depan Desa

29/11/2020

Tulus Panggabean* PIRAMIDA.ID- Masyarakat desa memiliki kewajiban dalam membangun dan memelihara lingkungan desa, hal tersebut termaktub dalam UU No. 6...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Kader IPK Taput Diduga di Aniaya Akibat Keributan di Purbatua

17/06/2025
Berita

Refleksi Hari Lahir Pancasila, Fawer Sihite: Kita Harus Dengarkan Hati Nurani Rakyat

01/06/2025
Berita

Kalah Sebagai Calon Ketua Umum, Fawer Sihite Pastikan Dukung Kepemimpinan Prima Surbakti dan Jessica Worouw di GMKI

28/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025

Populer

Berita

Kader IPK Taput Diduga di Aniaya Akibat Keributan di Purbatua

17/06/2025
Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
ilustrasi/Cleopatra dalam budaya pop.
Pojokan

Cleopatra: Simbol Kecantikan yang Tidak Cantik-Cantik Amat

24/09/2020
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba