PIRAMIDA.ID – Seruan Ferry Irwandi dalam beberapa media berita online yang mendesak “reformasi total Polri” terdengar lantang, tetapi jika ditelisik lebih dalam, justru memperlihatkan sesat pikir yang berbahaya. Mengapa? Karena gagasannya bukan saja mengabaikan realitas objektif institusi Polri hari ini, melainkan juga menyesatkan publik dengan narasi simplistis yang jauh dari analisa mendalam.
Pertama, Polri bukanlah institusi beku yang mandek tanpa perubahan. Sejak reformasi 1998, Polri telah melewati transformasi besar: pemisahan dari ABRI, restrukturisasi kelembagaan, peningkatan transparansi anggaran, hingga pembenahan rekrutmen berbasis merit. Menyebut perlunya “reformasi total” sama saja menutup mata terhadap upaya panjang yang sudah berjalan dan terus berlangsung. Kritik boleh, tapi menyapu bersih seolah Polri tak berubah adalah retorika malas.
Kedua, Ferry Irwandi gagal membedakan antara kasus individual dan kelembagaan. Setiap institusi besar tentu menghadapi oknum bermasalah. Namun, menggeneralisasi kasus tertentu menjadi alasan untuk “mengganti total” Polri menunjukkan ketidakmampuan berpikir proporsional. Sama halnya dengan menyebut sistem pendidikan gagal total hanya karena ada guru yang korupsi. Pola pikir hitam-putih semacam ini justru menyesatkan publik dan melemahkan kepercayaan masyarakat tanpa solusi konkret.
Ketiga, argumen Ferry Irwandi terjebak dalam logika populisme murahan. Ia menggaungkan reformasi total tanpa mengajukan peta jalan: reformasi seperti apa yang ia maksud, siapa yang menjalankan, dan bagaimana menjamin transisi berjalan tanpa melumpuhkan fungsi keamanan negara. Tanpa jawaban itu, gagasan tersebut hanyalah jargon politik kosong lebih mirip provokasi ketimbang visi.
Terakhir, kita harus waspada: menggiring opini publik dengan narasi reformasi total yang tidak berbasis realita berisiko melemahkan institusi negara . Polri adalah pilar penting dalam menjaga stabilitas nasional, menghadapi ancaman terorisme, kejahatan transnasional, hingga cyber crime. Menggoreng isu reformasi secara serampangan hanya akan menguntungkan mereka yang ingin melihat negara ini rapuh.
Singkatnya, seruan Ferry Irwandi lebih mencerminkan sesat pikir ketimbang analisa matang. Kritik terhadap Polri tentu diperlukan, tetapi harus tajam, terukur, dan membangun. Bukan dengan semboyan kosong yang menutup mata terhadap capaian, mengabaikan realitas, dan melemahkan institusi. Jika ingin serius membenahi Polri, mulailah dengan gagasan realistis, bukan teriak-teriak kosong di ruang publik.