Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Sabtu, Mei 10, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Edukasi

Penyebab Terjadinya Konflik di Masyarakat Pesisir

by Redaksi
25/10/2022
in Edukasi
113
SHARES
809
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Oleh: Vera Agustina*

PIRAMIDA.ID- Masyarakat adalah individu-individu yang hidup, bekerja sama untuk memperoleh kepentingan bersama yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, dan adat istiadat yang ditaati dalam lingkungannya. Masyarakat berasal dari bahasa Inggris, yaitu “society” yang berarti “masyarakat”, lalu kata society berasal dari bahasa latin yaitu “societas” yang berarti “kawan”. Sedangkan masyarakat yang berasal dari bahasa arab yaitu “musyarak”.

Pengertian masyarakat dalam arti Luas adalah keseluruhan hubungan hidup bersama tanpa batasan lingkungan, bangsa dan sebagainya. Pengertian masyarakat dalam arti Sempit adalah sekelompok individu yang dibatasi oleh golongan, teritorial, dan lain sebagainya. Pengertian masyarakat juga dapat didefinisikan sebagai kelompok orang yang terorganisasi karena memiliki tujuan yang sama.

Pengertian masyarakat secara sederhana adalah manusia yang saling berinteraksi atau bergaul dengan kepentingan yang sama. Terbentuknya masyarakat karena manusia menggunakan perasaan, pikiran dan keinginannya memberikan reaksi dalam lingkungannya.

Masyarakat pesisir adalah orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan ekonominya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Mereka terdiri dari: nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan/organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, supplier faktor sarana produksi perikanan. Di bidang non perikanan, terdiri dari : penjual jasa pariwisata bahari/pesisir, penjual jasa transportasi laut, kelompok masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya nonhayati laut dan pesisir untuk kehidupannya.

Sebagian besar penduduk yang tinggal di wilayah pesisir merupakan masyarakat miskin. Kondisi ini disebabkan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan, terbatasnya akses terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pasar, serta keterbatasan masyarakat dalam keterlibatan untuk pengambilan keputusan alokasi sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil.

Kondisi ini kalau dibiarkan, berpotensi untuk meningkatkan eksploitasi sumberdaya kelautan dan perikanan yang tidak ramah lingkungan. Ditinjau dari sosiologis, masyarakat pesisir ataupun masyarakat yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan setidaknya mempunyai sistem yang khas dalam struktur sosialnya. Hubungan patron dan klien dalam kehidupannya sehari terasa sekali. Tetapi, dari hubungan patron dan klien ini juga lah sering timbulnya konflik di lingkungan sosial tersebut. Terutama tentang hutang piutang yang terjadi antara patron dan klien.

Konflik menurut Karl Marx merupakan pertentangan antara kelas borjuis melawan kelas proletar yang memperebutkan sumber-sumber ekonomi (alat-alat produksi). Karl Marx menjelaskan bahwa masyarakat pada abad ke-19 di Eropa terbagi menjadi 2 kelas sosial yakni borjuis dan proletar. Kelas borjuis merupakan nama khusus untuk para kapitalis dalam ekonomi modern. Mereka memiliki alat-alat produksi dan memperkerjakan pekerja upahan. Konflik antar kelas borjuis dan proletar adalah contoh lain dari kontradiksi material yang sebenarnya.

Kontradiksi ini berkembang sampai menjadi kontradiksi antara kerja dan kapitalisme. Sedangkan kelas proletariat merupakan para pekerja yang menjual kerja mereka dan tidak memiliki alat-alat produksi sendiri. Mereka tidak memiliki sarana-sarana sendiri dan pabrik, tetapi Marx kemudian percaya bahwa proletariat bahkan kehilangan keterampilan mereka, karena proletariat hanya memproduksi demi pertukaran, maka mereka juga konsumen. Mereka tidak memiliki sarana-sarana untuk memproduksi kebutuhan mereka sendiri, maka mereka harus menggunakan upah yang mereka peroleh untuk membeli apa yang mereka butuhkan.

Maka dari itu, proletariat tergantung sepenuhnya pada upahnya untuk bertahan hidup. Pada sistem produksi kapitalis kelas kedua tersebut saling ketergantungan, namun tidak seimbang. Kelas proletar tidak dapat hidup jika tidak bekerja. Sedangkan kelas borjuis meskipun pabriknya tidak berjalan, ia masih dapat bertahan dari modal yang dikumpulkannya selama pabriknya bekerja yakni dengan menjual pabriknya.

Dengan demikian kelas borjuis adalah kelas yang kuat, sedangkan kelas proletar adalah kelas yang lemah. Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur social hirarkis, kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi. Dan memiliki alat-alat produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat. Marx juga menjelaskan bahwa seluruh keteraturan dalam masyarakat proletar disebabkan adanya pemaksaan oleh para penguasa.

Konflik merupakan salah satu yang bersifat disosiatif yang tidak selalu berarti negatif karena jika konflik yang dihadapi dengan bijaksana dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat didalamnya. Dalam masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai nelayan, konflik adalah salah satu gejala sosial yang akan sering kita temukan ketika kita berbicara tentang komunitas masyarakat di pesisir.

Tidak berbeda jauh dengan masyarakat di daratan, konflik sosial dan konflik ekonomi masyarakat pesisir pun bisa dengan mudahnya kita jumpai. Konflik sosial yang terjadi bisa terjadi disebabkan karena adanya kecemburuan sosial, adanya ketergantungan yang tidak saling menguntungkan dan relasi sosial yang kurang baik.

Di samping itu juga, penggunaan peralatan dan perlengkapan yang kurang canggih juga dapat memicu konflik di masyarakat nelayan. Ketidakmampuan seseorang dalam memodernisasi peralatan karena akses ekonomi yang kurang juga bisa menjadi salah satu faktor dalam terjadinya konflik.

Masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial juga meningkat dibandingkan dengan masa sebelum dioperasikannya alat tangkap yang lebih modern. Sejalan dengan itu, perbedaan kapasitas teknologi serta modal, dan akses antar pengguna sumber daya perikanan berpotensi menimbulkan konflik pengelola sumber daya. Latar belakang konflik sosial ini terjadi karena kecemburuan sosial yang dipicu oleh kenyataan bahwa salah satu pihak dapat memperoleh bagian yang terbesar dari eksploitasi sumber daya perikanan, sedangkan pihak yang lain sebaliknya.

Konflik sosial yang muncul adalah manifestasi dari kesenjangan ekonomi atau kesenjangan pendapatan diantara kelompok-kelompok masyarakat nelayan. Dengan kata lain, dalam proses produksi dominasi satu kelas itu berlaku dalam batas radius tertentu. Jarak dominasi atau areal tangkap nelayan di kalangan kaum nelayan dalam proses produksi sangat ditentukan oleh tingkat teknologi yang digunakan oleh setiap kelas nelayan itu sendiri. Unit penangkapan dan jenis alat tangkap memegang peranan yang penting dalam analisis kelas di kalangan kaum nelayan.

Selain itu jarak dominasi juga sangat penting untuk diperhatikan, jarak dominasi merupakan jarak spasial dominasi suatu kelas (kelompok) sosial atas kelas (kelompok) lainnya. Dalam masyarakat pesisir, konflik adalah salah satu gejala sosial yang sering kita jumpai di sekitaran daerah mayoritas nelayan.

Konflik juga mempunyai fungsi apabila dalam penyelesaian dan penanganannya melalui metode-metode yang tepat. Penanganan konflik biasanya tergantung sekala besarnya konflik tersebut, jika konflik hanya berhubungan dengan kesalahpahaman antara bos nelayan dengan anak buahnya biasanya konflik tersebut diselesaikan melalui jalur musyawarah yang dimotori oleh tokoh masyarakat maupun pihak aparatur desa seperti ketua Rt. Maupun kepala desa.

Jika konflik berskala besar dan membutuhkan surat-surat penting, contohnya seperti konflik ditabraknya kapal nelayan oleh kapal tongkang, maka pihak yang dapat membantu yaitu kepala desa dan syahbandar serta pihak berwenang lainnya. Terjadinya konflik di kalangan nelayan selama ini mayoritas diselesaikan secara pribadi melalui jalur musyawarah dan kekeluargaan. Peran pemerintah jarang sekali terlihat disini. Kebanyakan nelayan memilih menyelesaikan konflik melalui cara musyawarah antar nelayan yang berkonflik tersebut. Ketika kerugian yang ditimbulkan dibayar, maka konflik segera berakhir.

Tidak perlu berbuntut panjang sampai kepada pihak berwenang. Karena sebagai nelayan, akan membutuhkan waktu yang panjang Sementara mereka sendiri membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk bekerja mengarungi lautan.
Pihak yang menangani konflik selanjutnya yaitu kepala desa. Kepala desa juga berperan dalam menyelesaikan konflik yang berhubungan dengan masyarakatnya dengan cara mengeluarkan surat-surat yang diperlukan nelayan yang ditabrak tersebut. Untuk konflik seperti ini memang jarang terjadi, terjadi mungkin bisa satu tahun satu kali kasus.

Untuk kasus-kasus yang lainnya juga ketika tidak bisa diselesaikan dengan cara musyawarah atau melalui pendekatan pribadi, maka kasus-kasus tersebut akan dimediasi oleh pihak pemerintahan desa. Walaupun pada kenyataannya pemerintah Desa seolah-olah agak acuh dengan konflik yang terjadi antara nelayan dengan nelayan trawl. Pemerintah desa malah terkesan tidak terlalu berperan dalam penyelesaian konflik tersebut, walaupun memang masih ada perannya. Pemerintah / dinas terkait bahkan terlihat seperti membiarkan saja.(*)

Referensi:
Lasabuda, R. (2013). Pembangunan wilayah pesisir dan lautan dalam perspektif Negara Kepulauan Republik Indonesia. Jurnal ilmiah platax, 1(2), 92-101.
Lidya, E., & Pahrozi, R. (2018). Konflik sosial ekonomi masyarakat pesisir di Desa Sungsang, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Jurnal Sosiologi Reflektif , 12 (2), 251-266.
Prasetyo, D. (2020). Pengertian Masyarakat Dan Perspektifnya. Jurnal Manajemen Pendidikan dan Ilmu Sosial , 1 (1), 163-175.


Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Tags: #konflik#sosiologi
Share45SendShare

Related Posts

Refleksi Paskah dan Titik Balik Kebangkitan Ekonomi Indonesia

20/04/2025

Refleksi Paskah dan Titik Balik Kebangkitan Ekonomi Indonesia Oleh: Fawer Full Fander Sihite, S.Th.,S.H.,MAPS 1. Menghadapi Perang Dagang Global Perang...

Presiden Prabowo ke Timur Tengah: Mengukuhkan Posisi Indonesia di Panggung Global

14/04/2025

Presiden Prabowo ke Timur Tengah: Mengukuhkan Posisi Indonesia di Panggung Global Oleh: Fawer Full Fander Sihite, S.Th., S.H., MAPS Kunjungan...

Pertemuan Prabowo dan Megawati: Sebuah Sinyal Positif bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

11/04/2025

Pertemuan Prabowo dan Megawati: Sebuah Sinyal Positif bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Refleksi Mahasiswa Kristen dalam Perspektif Alkitabiah Ditulis Oleh: Fawer...

Ekonomi Indonesia di Tengah Perang Dagang Global: Perspektif Alkitabiah dan Peran Mahasiswa Kristen

01/04/2025

Ekonomi Indonesia di Tengah Perang Dagang Global: Perspektif Alkitabiah dan Peran Mahasiswa Kristen Oleh: Fawer Full Fander Sihite.,S.Th.,S.H.,MAPS Perang dagang...

Pemuda Sebagai ‘Agent Of Solution’ Pada Pemilu 2024

24/01/2024

Sejak 28 November 2023, masa kampanye Pemilu 2024 dimulai. Partisipasi politik generasi milenial dan generasi Z (Gen Z) memiliki pengaruh...

Jes Manro Kepsek SMP 1 Parapat Klarifikasi Pemberitaan Dirinya

12/12/2023

Piramida.id|Simalungun - Jes Manro Tambunan Kepala Sekolah (Kepsek) SMP 1 Parapat, kabupaten Simalungun (Sumut) memberikan klarifikasi atas pemberitaan terkait dirinya...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

GMKI Cabang Bandar Lampung Ungkap Krisis Kepolisian di Daerah Lampung: “Kekuasaan Tanpa Kendali, Rakyat Tanpa Perlindungan”

01/05/2025
Berita

Fawer Sihite Luncurkan Buku “Menghidupi Kembali Ut Omnes Unum Sint”: Refleksi dan Kebangkitan GMKI

22/04/2025
Edukasi

Refleksi Paskah dan Titik Balik Kebangkitan Ekonomi Indonesia

20/04/2025
Berita

DPD KNPI Simalungun Ucapkan Selamat Atas Terpilihnya Saudara Aldi Syahputra Siregar Sebagai Ketua KNPI Sumut Periode 2025-2028

19/04/2025

Populer

Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Dialektika

Mengapa Demokrasi dapat Melahirkan Tirani?

21/02/2022
Pojokan

Pesan Tersembunyi Ki Narto Sabdo Dalam Lagu Kelinci Ucul

23/09/2020
Dialektika

Enola, Gadis Kecil yang Dirampas Masa Depannya

21/06/2022
Edukasi

Pandangan Sosiologi Hukum terhadap Kasus Korupsi

15/10/2021
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba