Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Kamis, November 27, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Sorot Publik

Definisi ‘Perempuan’: Patriarki dan Misogini dalam Bahasa Indonesia

by Redaksi
17/02/2021
in Sorot Publik
100
SHARES
717
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Kegaduhan yang terjadi di media sosial tentang makna lema perempuan, mengingatkan saya pada penggalan sajak “Kamus Kecil” Joko Pinurbo.

“Saya dibesarkan oleh bahasa Indonesia yang pintar dan lucu Walau kadang rumit dan membingungkan”.

Demikian bunyi sajak itu.

Jika dipikir-pikir, bahasa Indonesia memang kadang, bahkan kerap, lucu dan membingungkan alias ambivalen.

Dalam lema-lema yang berkaitan dengan gender, bahasa Indonesia kental dengan patriarki dan misogini.

Makna negatif

Kalau kita memeriksa perca-perca bahasa yang terkait dengan perempuan, sifat ambivalen itu segera nampak jelas.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna kata “perempuan” bertransformasi secara baik. Makna yang diperikan KBBI I sampai V mengalami perubahan signifikan.

Pada KBBI I (1988) perempuan diartikan sebagai 1. wanita 2. Istri; bini.

Perubahan mulai terjadi pada KBBI II sampai V yang diterbitkan tahun 2016; perempuan diartikan sebagai 1. orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui, wanita 2. Istri; bini 3. Betina (khusus pada hewan).

Bentuk kata perempuan sering dihubungkan dengan kata pu atau empu yang memiliki arti tempat kehormatan atau orang yang sangat dihormati.

Slamet Muljana, ahli filologi (ilmu yang mempelajari bahasa dalam sumber-sumber sejarah tertulis) dan sejarawan, dalam bukunya Asal Bangsa dan Bahasa Nusantara menilai bahwa lema perempuan ini termasuk unik.

“Yang agak aneh dalam cara berpikir ini adalah apa sebab perempuan ‘tempat kehormatan’ itu semata-mata diperuntukkan bagi wanita, sedangkan hormat dan bakti setinggi-tingginya menurut adat ketimuran justru datang dari kaum wanita, terhadap suami. Wanita menunjukkan hormat dan bakti kepada suami; ini adalah ajaran yang biasa dalam kehidupan rumah tangga dalam mendidik putra-putrinya,” begitu ia menjelaskan.

Lepas dari keanehan tersebut, yang menarik untuk diperhatikan adalah bagaimana KBBI menampilkan kata gabungan untuk perempuan.

KBBI I-V selalu mencantumkan kata gabungan yang bersifat negatif dan peyoratif untuk perempuan.

Tidak berhenti sampai di situ, kata gabungan negatif yang disematkan jumlahnya kian banyak dalam setiap versi baru.

Jika pada KBBI I terdapat tujuh kata gabungan di bawah kata perempuan yang terdiri dari –geladak (pelacur), -jahat (perempuan yang buruk kelakuannya), -jalang (pelacur), -jangak (perempuan cabul), -lecah (pelacur), -nakal (perempuan tuna susila), maka pada KBBI II (1991) edisi selanjutnya terdapat tambahan -lacur (pelacur), dan –simpanan (istri gelap) di KBBI III-V (2001-2016).

Ini bertolak belakang jika kita membandingkan dengan kata gabungan yang menyertai lema “laki-laki”.

KBBI mencatat hanya ada satu kata gabungan –jemputan. Ajaibnya, arti yang disematkan untuk kata gabungan tersebut adalah laki-laki yang dipilih dan diambil menjadi menantu.

Tidak kata gabungan yang bersifat negatif sama sekali.

Satu-satunya kata gabungan, yakni “laki-laki jemputan” yang sekilas terlihat punya makna negatif, ternyata diartikan oleh pekamus dengan arti yang positif.

Lebih lanjut, jika kita periksa pada Kamus Umum Bahasa Indonesia (1953) besutan W.J.S Poerwadarminta, lema-lema yang berhubungan dengan perempuan, juga diartikan dengan nuansa peyoratif dan nagatif.

Sebut saja misalnya lema “perawan” yang diartikan dengan: gadis, anak dara, gadis yang sudah tua.

Meski bukan merupakan makna utama, namun frasa “gadis yang sudah tua” merupakan pemerian makna yang bercorak negatif.

Bandingkan dengan bagaimana penulis kamus ini mengartikan lema “jejaka”. Di sana, lema itu diartikan sebagai anak laki-laki yang telah dewasa.

Sepanggang seperloyangan dengan itu, lema “dara” diartikan dengan anak perempuan yang belum kawin; gadis; perawan. Sementara lema “bujang” diartikan dengan anak laki-laki dewasa; jaka.

Selalu ada makna atau setidaknya citra negatif yang disematkan dalam sifat-sifat yang terkait dengan perempuan.

Pertanyaan yang mustahak diajukan, mengapa kata “bujang” diartikan sebagai penanda kedewasaan yang merujuk pada sikap dan sifat, sementara kata “dara” diartikan dengan makna belum kawin yang merujuk bukan pada sifat tapi pada status?

Misoginis

Mengacu pada Hipotesis Sapir dan Worf bahwa bahasa memiliki kelindan yang kuat dengan budaya, naga-naganya kita sampai pada kesimpulan bahwa cara pandang kita terhadap perempuan memang masih menggunakan perspektif patriarki, bahkan misoginis.

Studi kecil saya tentang adanya adjektiva seksis – seperti pemberian contoh terhadap beberapa kata yang diidentikkan dengan gender tertentu – juga memperpanjang daftar lema misoginis tersebut.

Misalnya kata cerewet yang diartikan oleh KBBI dengan “suka mencela (mengomel, mengata-ngatai, dsb); banyak mulut; nyinyir; bawel” dengan contoh pemakaian “pembantu rumah tangga biasanya tidak suka bekerja pada nyonya rumah yang–”.

Lema “ceriwis” diartikan dengan suka “bercakap-cakap; banyak omong” dengan contoh pemakaian _sudah umum setiap gadis itu– _.

Contoh lain yang memperpanjang adjetiva seksis ini ada pada lema “nyinyir”. KBBI mengartikannya sebagai “mengulang-ulang perintah atau permintaan; nyenyeh; cerewet” dengan contoh pemakaian _nenekku kadang-kadang–, bosan aku mendengarkannya. _

Argumen Badan Bahasa yang menyatakan bahwa KBBI merupakan kamus hidup (living dictionary) berisi rekaman sejarah fakta kebahasaan yang pernah hidup di masyarakat sehingga tidak bisa dengan mudah diubah, tidak sepenuhnya bisa kita terima.

Jika memang yang mesti diubah adalah stigma dan konotasi pada masyarakat, maka pertanyaannya: apa dan di mana peran kamus?

Bukankah ia juga diharapkan menjadi penyumbang dalam konsep-konsep yang berkembang di masyarakat?

Alih-alih berkilah dengan argumen yang canggih, pekamus punya kesempatan yang baik untuk berkontribusi memberi warna positif demi mengubah stigma yang ada di masyarakat.(*)


The Conversation

Tags: #misogini#patriarki#Perempuan
Share40SendShare

Related Posts

GMKI Dukung Persembahan Natal Nasional 2025 Untuk Kemanusiaan Palestina

22/11/2025

PIRAMIDA.ID | Jakarta - Perayaan Hari Natal Nasional 2025 akan berlangsung Stadion Tenis Indoor pada 5 Januari 2026. Natal nasional...

Jefri Gultom Apresiasi Seruan Kemanusiaan Maruarar Sirait: “Sejalan dengan Presiden Prabowo dan Momentum Perayaan Harus Menjadi Ruang Solidaritas untuk Palestina”

21/11/2025

PIRAMIDA.ID | Jakarta — Tokoh Nasional Kristen, Jefri Gultom, menyampaikan apresiasi atas pernyataan Maruarar Sirait yang mengajak masyarakat memaknai momentum...

Dakwah Habib Rizieq Hak Konstitusional, ILAJ Minta Polres Tangkap Yang Menghalangi Kebebasan Beragama di Siantar

12/09/2025

PIRAMIDA.ID – Institute Law And Justice (ILAJ) menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk menyambut dengan damai kehadiran Habib Muhammad Rizieq Shihab...

ILAJ Desak KPK Periksa Menteri Kehutanan Terkait Pertemuan dengan Tersangka Pembalak Liar, Minta Presiden Prabowo Ambil Langkah Tegas

06/09/2025

PIRAMIDA.ID - Institute Law And Justice (ILAJ) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera memeriksa Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni,...

KPK pilih Sindi Pramita dan Gading Simangunsong wakili Sumatera Utara di Bootcamp Antikorupsi 2025

24/08/2025

PIRAMIDA.ID- Dua aktivis muda Sumatera Utara dipilih engikuti event nasional antikorupsi. Berdasarkan surat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor B/5278/DKM.01.03/80-84/08/2025, Sindi...

Polri Tetap Solid, Komrad Pancasila: Semua Pihak Mendukung Keputusan Kapolri

08/08/2025

PIRAMIDA.ID – Di tengah riuhnya isu liar yang beredar di media sosial terkait mutasi jabatan Irjen Karyoto, publik justru menyaksikan...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Tokoh Pemuda Simalungun, Andro Saragih: Minta Kapolres Usut Aksi Demo yang Diduga Sengaja Ganggu Pesta Rakyat Tuan Rondahaim

26/11/2025
Berita

Viral Kritik Sumbangan Natal Ke Palestina: Langkah Maruarar Sirait Adalah Dukungan Kemanusiaan Dan Kebangsaan Bagi Palestina

26/11/2025
Berita

KNPI Simalungun Apresiasi Acara Pesta Rakyat Tuan Rondahaim, Sabaruddin: Terimakasih Pak JR. Saragih dan Bungaran Saragih

26/11/2025
Berita

Edis Galingging Desak Kejaksaan Tetapkan Tersangka Dugaan Korupsi Dana Hibah KNPI Simalungun Palsu

26/11/2025
Berita

Dorong Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang inklusif untuk Penyandang Disabilitas, IRMI dan FRM Gelar Ruang Dialog Bersama BPJS Ketenagakerjaan

25/11/2025
Berita

Hutan lindung Panaran dibabat: Pagar Alam Indonesia mendesak Kementerian Kehutanan bertindak tegas

25/11/2025

Populer

No Content Available
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini berita bola danau tobasumber

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini berita bola danau tobasumber

xnxx
xnxx
xnxx
xnxx