PIRAMIDA.ID — Institute Law and Justice (ILAJ) yang diketuai oleh Fawer Sihite, mendesak Bupati Simalungun, Dr. H. Anton Achmad Saragih, untuk segera mengeluarkan surat resmi penegasan penolakan terhadap rencana konversi lahan kebun teh di wilayah Kabupaten Simalungun menjadi perkebunan kelapa sawit.
Desakan ini disampaikan menyusul pernyataan Bupati Simalungun sebelumnya yang telah secara tegas menolak adanya upaya konversi lahan produktif teh menjadi sawit. Namun, menurut ILAJ, penolakan tersebut harus diperkuat dengan dasar hukum dan surat resmi agar memiliki kekuatan administratif dan dapat menjadi acuan bagi seluruh perangkat daerah, investor, serta masyarakat.
Ketua ILAJ, Fawer Sihite, dalam keterangannya menegaskan bahwa langkah konkret berupa surat resmi dari Bupati sangat penting untuk mencegah potensi penyimpangan kebijakan di lapangan.
“Pernyataan penolakan Bupati Simalungun patut diapresiasi, namun kami menilai harus ada tindak lanjut dalam bentuk surat resmi atau keputusan kepala daerah yang secara eksplisit menegaskan larangan konversi lahan kebun teh menjadi sawit. Ini penting untuk memberikan kepastian hukum dan arah kebijakan pembangunan berkelanjutan di Simalungun,” ujar Fawer Sihite, Jumat (18/10/2025).
Lebih lanjut, Fawer menjelaskan bahwa kawasan kebun teh di Simalungun bukan sekadar aset ekonomi, tetapi juga memiliki nilai ekologis, historis, dan sosial bagi masyarakat. Menurutnya, perubahan fungsi lahan dari teh ke sawit akan membawa dampak besar terhadap lingkungan hidup, ketenagakerjaan, dan pariwisata daerah.
“Kebun teh merupakan bagian dari identitas dan sejarah Simalungun. Banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari sektor ini. Jika dikonversi menjadi sawit, bukan hanya merusak tata ruang dan ekosistem, tetapi juga akan mengancam keberlanjutan ekonomi masyarakat sekitar,” tambahnya.
ILAJ juga menilai bahwa tren ekspansi perkebunan sawit di Sumatera Utara sering kali dilakukan tanpa memperhatikan aspek kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) dan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Karena itu, Fawer menekankan agar pemerintah daerah berpegang pada prinsip keadilan ekologis dan tidak terjebak pada investasi jangka pendek yang berpotensi merugikan daerah dalam jangka panjang.
“Kami tidak anti investasi, tetapi setiap investasi harus sesuai dengan koridor hukum, tata ruang, dan prinsip keberlanjutan. Simalungun memiliki potensi besar di sektor teh, kopi, dan agrowisata. Itu yang harus diperkuat, bukan malah dialihkan ke komoditas sawit yang sudah overekspansi di berbagai daerah,” tegas Fawer.
Selain meminta surat resmi dari Bupati, ILAJ juga mendorong DPRD Simalungun untuk ikut mengambil sikap melalui rekomendasi politik daerah agar kebijakan pelestarian kebun teh masuk dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah (RPJMD dan RTRW).
“Kalau kebijakan ini dituangkan secara resmi, maka siapapun nanti kepala daerahnya, arah pembangunan Simalungun tetap berpihak pada kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat,” tutur Fawer.
Di akhir pernyataannya, ILAJ berkomitmen untuk terus mengawal kebijakan tata ruang dan lingkungan di Kabupaten Simalungun agar tidak terjadi alih fungsi lahan yang merugikan masyarakat dan melanggar asas keberlanjutan.
“Kami akan terus memantau, melakukan advokasi, dan jika diperlukan mengambil langkah hukum apabila ada pihak yang tetap memaksakan konversi kebun teh menjadi sawit,” pungkas Fawer Sihite. (Tim).












