Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Minggu, Oktober 1, 2023
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Edukasi

Kesenjangan Hukum di Indonesia menurut Perspektif Sosiologi

by Redaksi
17/10/2021
in Edukasi
238
SHARES
1.7k
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Diov Hafizh Zuhdian*

PIRAMIDA.ID- Kesenjangan hukum merupakan suatu peristiwa di mana terdapat banyak terjadi ketidaksesuaian dan ketidakadilan bahkan ketidakseimbangan dalam memberikan vonis, tuntutan, hukuman kepada seseorang maupun kelompok yang diberikan oleh penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim.

Hal ini menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat mengapa Indonesia yang notabene merupakan negara hukum masih bisa terjadi kesenjangan.

Untuk itulah Ilmu Sosiologi bisa hadir memainkan perannya guna menganalisa mengapa kesenjangan hukum bisa terjadi dalam kehidupan masyarakat. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kesenjangan ini bisa terjadi. Sosiologi sendiri merupakan ilmu yang dinamis dalam mengikuti perkembangan zaman. Banyak sekali cabang cabang dari Ilmu Sosiologi, salah satunya sosiologi hukum.

Sosiologi hukum yang memiliki arti sebagaimana diungkapkan sosiolog Indonesia, Soerjono Soekanto, adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainya.

Adapun tujuan berdirinya cabang ilmu ini untuk memberikan deskripsi, penjelasan, pengungkapan, dan prediksi. Sosiologi hukum senantiasa menguji kesahihan empiris sehingga mampu memprediksi suatu hukum yang sesuai atau tidak dengan masyarakat tertentu.

Kesenjangan hukum mengindikasikan bahwa penegak hukum lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas, banyak sekali bukti nyatanya seperti nenek paruh baya yang mencuri kayu untuk kebutuhan hidupnya dipenjara 1 tahun, sedangkan para pencuri uang negara atau koruptor bisa didiskon masa tahanannya, bahkan bisa meng-upgrade selnya.

Hal-hal miris seperti ini bisa terjadi karena salah satunya lemahnya moral dan kurangnya kesadaran hukum baik untuk masyarakat biasa, pejabat, dan penegak hukum itu sendiri.
Untuk membangun kesadaran hukum di masyarakat perlu diterapkan dari lingkungan sosial terkecil dahulu seperti dalam keluarga di mana orang tua sudah bisa mengajarkan disiplin pada anak-anaknya, misalkan sepulang sekolah wajib melepas pakaian dahulu sebelum main dan mewajibkan untuk menyelesaikan tugas sekolah dahulu.

Hal-hal kecil seperti ini penting diterapkan pada anak karena, anak-anak merupakan masa pertumbuhan dan eksplorasi sehingga apa yang dilakukannya akan terbawa hingga dewasa dan tentu diiringi dengan asupan moral berupa ajaran agama dan rasa kemanusiaan.

Faktor yang menyebabkan kesenjangan hukum ini, apabila secara sosiologi melihatnya ada yang namanya faktor kekuatan sosial. Kekuatan sosial ini merupakan kemampuan individu untuk memperkuat relasinya terhadap orang banyak yang artinya memperluas jaringannya, khususnya pada kalangan elit. Hal ini ibaratkan pisau bermata dua karena memperluas relasi itu bisa membawa kita ke hal yang positif dan juga negatif.

Hal positifnya ialah kita dapat ilmu yang bermanfaat dari orang yang mungkin lebih berpengalaman dari kita. Namun, hal negatifnya juga bisa sangat merugikan. Di Indonesia sendiri sudah banyak terjadi terkait faktor kekuatan sosial. Misalkan saja ada seorang anak masyarakat biasa yang hendak masuk tes polisi, namun tidak lolos padalah ia lulus dari seleksi awal, setelah diteliti ternyata ia digantikan oleh seorang anak pejabat.

Adapun contoh kasus lain, seperti pejabat Indonesia yang merugikan negara dengan jumlah yang besar itu dihukum dalam sel mewah dan bisa didiskon masa tahanannya sedangkan masyarakat biasa yang hendak melindungi diri dari ancaman malah ditahan polisi. Kasus-kasus seperti ini merupakan suatu kesenjangan yang tidak bisa dibiarkan terus menerus. Dalam perspektif sosiologi hal ini bisa terjadi karena kekuatan politik dan kekuatan uang. Hal ini telah diobservasi dengan melihat berita-berita kesenjangan di media massa maupun media sosial.

Pertama, yaitu kekuatan politik, kita tahu sendiri bahwa dunia perpolitikan Indonesia memang tidak sehat. Kekuatan politik ini sangat membantu sekali apabila ada pejabat yang tersandung kasus untuk bisa menemukan solusi. Pejabat yang memiliki jaringan politik luas tidak menutup kemungkinan bahwa para penegak hukum yang memvonisnya merupakan rekannya, sehingga bisa saja apa yang divonis tidak sesuai dengan kenyataan.

Contoh dari kesenjangan hukum karena kekuatan politik adalah ketika ada seorang anak dari politisi elit di Indonesia yang sekaligus pemilik stasiun tv terbesar di tanah air, terkena kasus serius, yaitu narkoba, namun pemberitaannya tidak bertahan lama dan hanya divonis rehabilitasi saja sedangkan jika rakyat yang memakai itu terjerat pidana kurungan penjara.

Adapun contoh dari kesenjangan hukum karena kekuatan uang adalah para koruptor yang memiliki rekening gemuk bisa melobi penegak hukum untuk memangkas masa tahanannya. Juga mengupgrade fasilitas selnya. Hal-hal seperti ini membuat masyarakat geleng-geleng kepala.

Kesenjangan hukum perlu ditangani dengan cara dari diri kita sendiri dahulu yang harus menjadi masyarakat taat hukum, hingga pandai memutuskan untuk memilih pemimpin yang adil karena Indonesia merupakan negara demokratis. Pemimpin yang adil akan membawa negara ke arah yang baik dan benar dan tentu dirhidoi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dalam urusan hukum, misalnya.

Pemimpin yang adil tidak boleh membeda-bedakan kerabat, keluarga, dan masyarakat biasa. Apabila salah dari mereka melanggar hukum yang ditetapkan maka sanksinya pun harus sama rata tanpa melihat latar belakang.

Almarhum Gus Dur, mantan presiden ke-4 Republik Indonesia pernah berkata, “polisi yang jujur itu cuma ada 3 polisi tidur, patung polisi, Jendral Polisi Hoegeng”.

Dari perkataannya sebaiknya kita bisa ambil sisi baiknya untuk menyadari betapa pentingnya kejujuran dalam menjalani kehidupan. Termasuk ke dalam menegakan hukum. Untuk menjadi negara maju mari kita sama-sama membangun kejujuran dari dalam diri kita dahulu. Agar menghindari ketidakadilan dalam hal ini kesenjangan hukum.(*)


Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji Prodi Sosiologi Angkatan 2020.

Tags: #Hukum#keadilan#kesenjangan
Share95SendShare

Related Posts

Mengagumi Dalam Diam

01/08/2023

Oleh: Dewi Purnama Sari Lingga* PIRAMIDA.ID- Jatuh cinta ialah perasaan secara tiba-tiba dan alami yang pernah dialami oleh hampir semua...

Penguatan dan Makna Sila Ketiga dalam Organisasi

24/07/2023

Oleh: Alberto Nainggolan* PIRAMIDA.ID- Sebelum mengenal atau mendalami makna sila ketiga dalam organisasi terlebih dahulu kita harus mengetahui makna organisasi...

Apa Kabar Gerakan Mahasiswa Saat Ini?

13/07/2023

Oleh: Tony Simanjorang* PIRAMIDA.ID- Tentu sebelum kita membahas mengenai topik utama kita, penulis ingin mencoba menyelaraskan persepsi kita terhadap pemaknaan...

Siapa yang Sungguh Bertutur dalam Bahasa Indonesia?

11/07/2023

Nelly Martin-Atias* PIRAMIDA.ID- Meski memiliki keragaman bahasa yang luar biasa, Indonesia adalah bangsa yang memilih satu bahasa (monolingualisme). Kira-kira ada...

Pemilu yang Bersih Lahirkan Pemimpin yang Jujur & Adil

03/06/2023

Oleh: Sanro Sihombing* PIRAMIDA.ID- Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Republik Indonesia no. 7 tahun 2017, Pemilihan Umum yang selanjutnya...

Urgensi Data Pemilih Dalam Menyukseskan Pemilu

01/06/2023

Oleh: Parlin H. Sihotang* PIRAMIDA.ID- Pesta demokrasi (pemilihan umum) yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali adalah proses yang dilakukan untuk...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Dilantik Sebagai Sestama Lemhannas, Ketua ILAJ: Kita Yakin Irjen Panca Akan Torehkan Prestasi

09/09/2023
Berita

Dispora Simalungun Tak Penuhi Janji Penghargaan Kepada Para Pelatih

07/09/2023
Berita

Di Nilai Berhasil Selama Wagubsu, Fawer Sihite: Ribuan Pemuda Siap Menangkan Ijeck Menjadi Gubernur

04/09/2023
Berita

Filda C. Yusgiantoro Raih Nilai Akademik Terbaik Pada PPRA LXV Tahun 2023 Lemhannas RI

30/08/2023
Berita

Tidak Mampu Tangkap Bandar Narkoba UH, Ketua ILAJ Minta Mabes Polri Evaluasi Kapolres Siantar

28/08/2023
Berita

Rekam Jejak Unggul: Ketua ILAJ Fawer Sihite Mengusulkan Irjen Pol Panca Simanjuntak sebagai Kepala BNN RI

25/08/2023




Populer

Berita

Kritik Sastra: Pengertian, Fungsi, Manfaat dan Pendekatan

14/11/2022
Dialektika

Kesehatan Mental & Jiwa dalam Perspektif Sosiologi & Hukum

05/07/2022
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Berita

SaLing Adukan Oknum Dugaan Pungli Penyelenggaraan Sertifikasi Ratusan Guru Simalungun

25/11/2021
Dialektika

Masyarakat Adat di Sekitar Danau Toba

24/01/2021
Edukasi

Kesenjangan Hukum di Indonesia menurut Perspektif Sosiologi

17/10/2021
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2023 Piramida ID

Rotasi Barak Berita Siantar Berita Simalungun Danau Toba Wisata

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2023 Piramida ID

Rotasi Barak Berita Siantar Berita Simalungun Danau Toba Wisata