Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Selasa, Juni 17, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dialektika

Menanti Resolusi Konflik Agraria PT Toba Pulp Lestari (TPL)

by Redaksi
15/06/2021
in Dialektika
109
SHARES
779
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Priadi Pasaribu*

PIRAMIDA.ID- Konflik agraria menjadi salah satu sumber konflik terbesar di negeri kita. Berbagai konflik kini telah menjadi bulan-bulanan bagi masyarakat. Persoalan agraria yang tak kunjung menemukan titik kejelasannya kian menambah rentetan panjang penderitaan masyarakat.

Catatan tahunan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) tahun 2020 menyebutkan total konflik agraria sebanyak 241. Sedangkan untuk tahun sebelumnya (2019) ada sebanyak 279 konflik agraria. Ini menandakan ada kenaikan kasus konflik. Bahkan untuk situasi pandemi tahun ini konflik juga masih massif terjadi.

Sebagai contoh, antara masyarakat kawasan Danau Toba dengan PT Toba Pulp Lestari (PT TPL). Perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Sukanto Tanoto ini meresahkan masyarakat karena selain mengklaim tanah adat juga menjadi salah satu penyumbang deforestasi alam. Kehadiran PT TPL kurang tepat menjadi jawaban untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah-daerah kawasan Danau Toba.

Konflik ini masih terus berlanjut. Pada Selasa, 18 Mei 2021 terjadi bentrok antara masyarakat adat natumingka dengan karyawan PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Desa Natumingka, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Bentrokan ini dipicu oleh rencana pihak PT TPL yang ingin menanam eukaliptus di atas tanah adat masyarakat Natumingka.

Perlawanan yang dilakukan masyarakat adat ini sebetulnya bukan yang pertama kali terjadi tetapi sudah dari tahun-tahun sebelumnya. Ratusan masyarakat, Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) ditambah mahasiswa juga LSM kerap melancarkan aksi menuntut penutupan PT TPL. Namun alih-alih medapat dukungan, negara terang-terangan berpihak kepada korporasi. Akibatnya tokoh masyarakat adat ditangkap dan ditahan.

Amanat UUD

Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Pasal ini telah menegaskan bahwa masyarakat adat itu sendiri diakui keberadaanya beserta hak-hak tradisionalnya termasuk tanah adatnya.

Kemudian UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 berbunyi, “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Artinya segala pengelolaan yang menyangkut agrarian harus dikelola dengan baik oleh negara dan diperuntukkan untuk rakyat Indonesia. Harapannya rakyat dapat merasakan kemakmuran, kesejahteraan yang adil.

Namun sepertinya pemerintah sekarang telah salah dalam menafsirkan hakikat dari UUD tersebut. Pemerintah lebih mementingkan kepentingan koorporasi. Kondisi agraria kita saat ini jauh dari tujuan mulia tersebut. Padahal konsep hukum di negeri ini menegaskan bahwa peraturan bawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. UUD 1945 yang menempati posisi yang tinggi harus dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan peraturan turunannya.

Hingga tulisan ini dibuat, perundang-perundang yang dikerjakan pemerintah sama sekali belum menyentuh apa yang diharapkan oleh UUD 1945 Pasal 33 ayat 3. Sebutkan saja UU Pertanahan, UU Perkebunan dan terbaru Omnibus Law terkait agraria sesungguhnya melebarkan karpet merah kepada swasta, korporasi, borjuis, modal asing, dan juga menguntungkan kantong pribadi pemerintah itu sendiri.

Kacamata Marhaenisme

Marhaenisme merupakan pemikiran yang dicetuskan oleh Bung Karno yang dapat dipakai sebagai alat perjuangan sekaligus alat analisa yang konsisten menghilangkan penghisapan, penindasan, penganiayaan manusia atas manusia.

Pertama, yaitu Marhaen. Marhaen awalnya merujuk pada seorang petani. Namun yang termasuk Marhaen bukan hanya petani tetapi juga buruh pabrik, buruh tani, warga desa, masyarakat miskin kota, warga termarjinalkan, masyarakat lainnya yang sengaja dimelaratkan oleh sistem. Lalu siapa marhaen dalam kasus ini? Masyarakat adat adalah marhaen di sini.

Marhaen yang tanah adatnya diklaim sebagai bagian konsesi perusahaan PT TPL Marhaen yang terus berjuang merebut haknya. Tanah yang menjadi alat produksi harus diberikan kepada petani. Liberalisme ekonomi bukan lain merupakan system yang menindas. PT TPL diberikan izin konsesi oleh pemerintah agar dapat membantu meningkatkan pendapatan masyarakat lewat pajak perusahaan, namun justru menibulkan kekacauan sosial.

Pemerintah memasukan wilayah adat masuk sebagai wilayah konsesi. Ini sama saja merampas hak masyarakat.

Kedua, yaitu Sosio Nasionalisme. Sosio nasionalisme mengakui kemerdekaan dan juga menjungjung tinggi martabat dan kemakmuran bangsa. Semangat nasionalisme ini seharusnya dapat menghantarkan masyarakat pada kesejahteraan.

Sikap pemerintah yang tak kunjung menetapkan penyelesaian konflik agraria sesungguhnya sosio nasionalismenya perlu dipertanyakan. Konflik Masyarakat adat Natumingka dengan PT TPL dan juga konflik agraria lainnya segera dicari titik terangnya. Negara jangan sampai menutup mata melihat betapa banyaknya konflik yang kian hari memakan korban luka.

Proses pengambilan kebijakan jangan hanya mengakomodir aspirasi dari perusahaan tetapi juga dari masyarakat. Dengan melibatkan masyarakat, maka paket kebijakan yang dihasilkan dapat menyentuh kebutuhan mereka. Dengan begitu masyarakat dapat melaksanakan hak dan kewajibannnya sebagai bangsa Indonesia.

Ketiga, yaitu Sosio Demokrasi. Demokrasi jangan hanya dalam bidang politik saja tetapi juga demokrasi dalam bidang ekonomi. Masyarakat adat juga diberikan kesempatan untuk hidup lebih baik. Berikan akses yang sama. Wilayah adat ini merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat berupa kemenyan dan juga sebagai sumber mata air melimpah di wilayah adat. Mereka menggantungkan hidup dari tanah adat ini.

Penulis berharap konflik agaria ini jangan didiamkan hingga mengalami eskalasi karena semakin lama konflik ini akan semakin lekat dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Penyelesaian konflik harus diselesaikan secara menyeluruh hingga keakar-akarnya berasaskan keadilan.(*)


Penulis merupakan mahasiswa Ilmu Pemerintahan UNJA dan Kader GMNI Jambi.

Tags: #gmni#marhaenisme#pandangan#TPL
Share44SendShare

Related Posts

Pidato Lengkap Jefri Gultom di Dies Natalis GMKI ke-74: Bangkit Ditengah Pergumulan

26/02/2024

Bangkit Ditengah Pergumulan Pidato 74 tahun GMKI Jefri Edi Irawan Gultom Para peletak sejarah selalu berpegang pada prinsip ini, ‘’perjalanan...

Pewaris Opera Batak

11/07/2023

Oleh: Thompson Hs* PIRAMIDA.ID- Tahun 2016 saya menerima Anugerah Kebudayaan dari Kemdikbud (sekarang Kemendikbudristek) Republik Indonesia di kategori Pelestari. Sederhananya,...

Mengapa Membahas Masa Depan Guru “Dianggap” Tidak Menarik?

01/05/2023

Oleh: Agi Julianto Martuah Purba PIRAMIDA.ID- “Mengapa sejauh ini kampus kita tidak mengadakan seminar tentang tantangan dan strategi profesi guru di...

Membangun Demokrasi: Merawat Partisipasi Perempuan di Bidang Politik

14/04/2023

Oleh: Anggith Sabarofek* PIRAMIDA.ID- Demokrasi, perempuan dan politik merupakan tiga unsur yang saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Berbicara mengenai...

Dari Peristiwa Kanjuruhan Hingga Batalnya Indonesia Tuan Rumah Piala Dunia U-20

03/04/2023

Oleh: Edis Galingging* PIRAMIDA.ID- Dunia sepak bola tanah air sedang merasakan duka yang dalam. Kali ini, duka itu hadir bukan...

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023

Oleh: Muhammad Muharram Azhari* PIRAMIDA.ID- Pengertian disiplin menurut Elizabeth Hurtock mengemukakan bahwa; Disiplin itu berasal dari kata "discipline", yaitu seseorang...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Refleksi Hari Lahir Pancasila, Fawer Sihite: Kita Harus Dengarkan Hati Nurani Rakyat

01/06/2025
Berita

Kalah Sebagai Calon Ketua Umum, Fawer Sihite Pastikan Dukung Kepemimpinan Prima Surbakti dan Jessica Worouw di GMKI

28/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

GMKI Cabang Bandar Lampung Ungkap Krisis Kepolisian di Daerah Lampung: “Kekuasaan Tanpa Kendali, Rakyat Tanpa Perlindungan”

01/05/2025

Populer

Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Pojokan

Pesan Tersembunyi Ki Narto Sabdo Dalam Lagu Kelinci Ucul

23/09/2020
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Ekologi

Mengenal Prof. Mr. St. Munadjat Danusaputro, Guru Besar Hukum Lingkungan Hidup

22/06/2020
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba