Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Selasa, Juni 17, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Edukasi

Pendidikan untuk Semua

by Redaksi
23/08/2020
in Edukasi
98
SHARES
703
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Lutfi Retno*

PIRAMIDA.ID- Tiga orang murid kelas 5 SD sedang duduk melingkar di halaman sebuah rumah kayu. Mereka membaca buku paket dengan terbata-bata. Hal tersebut merupakan pemandangan yang lumrah di Pulau Tangnga, Sulawesi Barat. Pulau yang dihuni 100 KK tersebut hanya memiliki sebuah sekolah dasar dengan guru-guru yang tinggal di daratan Sulawesi.

Kadang, jika cuaca buruk, guru-guru tersebut tidak mengajar. Terbatasnya guru juga menyebabkan seorang guru bergantian mengajar di dua kelas. Tak heran, jika murid kelas 5 dan 6 SD belum lancar membaca. Mereka hanya berlatih membaca dan menulis di sekolah karena orangtua mereka buta huruf.

Pemandangan tersebut mungkin bukan hal yang aneh terjadi di daerah pelosok. Di berbagai daerah, ada banyak anak sekolah dasar bahkan di tingkat pendidikan SMP yang masih belajar mengeja. Sedihnya, murid-murid sekolah ini dipaksa mempelajari hal sama seperti anak sebaya mereka di kota-kota besar Jawa. Mereka tergagap-gagap untuk mengikuti kurikulum yang dibuat di pusat.

Dibuat oleh orang-orang yang besar dan tinggal di Pulau Jawa. Anak-anak ini harus belajar mengenai menabung di bank, internet, hingga Bahasa Inggris yang tidak mereka butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak nelayan tersebut tidak pernah belajar mengenai ikan dan laut yang kelak akan menjadi mata pencahariannya di sekolah.

Sekolah kadang justru menjauhkan anak didik dengan lingkungannya. Generasi muda Dayak di Kalimantan Barat misalnya. Mereka kini tidak lagi mengenali obat-obatan dan tumbuhan hutan yang bisa dimakan. Dahulu, seorang anak belajar dari orangtuanya.

Ia dibawa ke hutan saat orangtuanya bekerja mengumpulkan makanan dan hasil hutan yang bisa dijual. Di sela-sela membantu orangtuanya, seorang anak belajar mengenali tumbuhan dengan menggunakan seluruh indranya.

Semenjak anak-anak bersekolah, mereka tidak lagi pergi mengikuti orangtuanya ke hutan dan ladang. Kini, jarang ada orang di bawah 40 tahun yang tahu tentang apa manfaat tumbuhan hutan, karena mereka tidak lagi kenal lingkungannya. Pengetahuan mengenai obat-obatan dan pangan lokal pun kemudian menghilang, karena tidak lagi digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Orang lebih memilih membeli makanan atau obat yang dihasilkan oleh industri.

Orang-orang ini selepas lulus sekolah kemudian mencari kerja di kota. Hal tersebut terjadi karena desa sedikit menawarkan pilihan pekerjaan selain menggarap lahan. Pekerjaan menggarap lahan memberikan penduduk desa kecukupan pangan.

Tapi, tingginya biaya produksi dan rendahnya harga produk pertanian menyebabkan sedikitnya pendapatan yang petani peroleh. Setelah muncul kebutuhan untuk membayar sekolah, biaya berobat, dan barang-barang konsumsi, pendapatan dari pertanian tidak lagi cukup. Penduduk desa kemudian memilih untuk pindah ke kota mencari pekerjaan yang memberi pemasukan lebih.

Hal tersebut tidaklah berkelanjutan dalam jangka panjang. Di masa pandemi seperti ini, orang-orang yang berpindah mencari kerja di kota kelimpungan.

Konsumsi masyarakat berkurang, sehingga beragam industri kehilangan konsumen. Hal pertama yang kantor dan pabrik lakukan adalah mengurangi tenaga kerja. Para penganggur baru ini kemudian kebingungan

Mereka terpaksa kembali ke desa tanpa memiliki pengetahuan apa yang bisa dikerjakan dengan di sana. Pendidikan formal gagal mengajarkan muridnya mengenali potensi lokal dan kemudian memanfaatkan untuk hidupnya. Di sisi lain, muncul sekolah-sekolah alternatif yang menawarkan pembelajaran kontekstual.

Yaitu sebuah konsep belajar di mana guru menghadirkan situasi dalam dunia nyata di kelas.

Guru juga mendorong supaya siswa menghubungkan antara apa yang ia pelajari di kelas dengan hal yang ia lakukan dalam masyarakat. Sayangnya, sekolah-sekolah seperti ini sangat terbatas jumlahnya. Pendidikan jenis ini juga membutuhkan guru yang tidak sekadar mentransfer apa yang ada di buku paket.


Penulis merupakan kontributor di Kongres Kebudayaan Desa.

Tags: #anak#pandemi#pendidikan
Share39SendShare

Related Posts

Refleksi Paskah dan Titik Balik Kebangkitan Ekonomi Indonesia

20/04/2025

Refleksi Paskah dan Titik Balik Kebangkitan Ekonomi Indonesia Oleh: Fawer Full Fander Sihite, S.Th.,S.H.,MAPS 1. Menghadapi Perang Dagang Global Perang...

Presiden Prabowo ke Timur Tengah: Mengukuhkan Posisi Indonesia di Panggung Global

14/04/2025

Presiden Prabowo ke Timur Tengah: Mengukuhkan Posisi Indonesia di Panggung Global Oleh: Fawer Full Fander Sihite, S.Th., S.H., MAPS Kunjungan...

Pertemuan Prabowo dan Megawati: Sebuah Sinyal Positif bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

11/04/2025

Pertemuan Prabowo dan Megawati: Sebuah Sinyal Positif bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Refleksi Mahasiswa Kristen dalam Perspektif Alkitabiah Ditulis Oleh: Fawer...

Ekonomi Indonesia di Tengah Perang Dagang Global: Perspektif Alkitabiah dan Peran Mahasiswa Kristen

01/04/2025

Ekonomi Indonesia di Tengah Perang Dagang Global: Perspektif Alkitabiah dan Peran Mahasiswa Kristen Oleh: Fawer Full Fander Sihite.,S.Th.,S.H.,MAPS Perang dagang...

Pemuda Sebagai ‘Agent Of Solution’ Pada Pemilu 2024

24/01/2024

Sejak 28 November 2023, masa kampanye Pemilu 2024 dimulai. Partisipasi politik generasi milenial dan generasi Z (Gen Z) memiliki pengaruh...

Jes Manro Kepsek SMP 1 Parapat Klarifikasi Pemberitaan Dirinya

12/12/2023

Piramida.id|Simalungun - Jes Manro Tambunan Kepala Sekolah (Kepsek) SMP 1 Parapat, kabupaten Simalungun (Sumut) memberikan klarifikasi atas pemberitaan terkait dirinya...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Refleksi Hari Lahir Pancasila, Fawer Sihite: Kita Harus Dengarkan Hati Nurani Rakyat

01/06/2025
Berita

Kalah Sebagai Calon Ketua Umum, Fawer Sihite Pastikan Dukung Kepemimpinan Prima Surbakti dan Jessica Worouw di GMKI

28/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

GMKI Cabang Bandar Lampung Ungkap Krisis Kepolisian di Daerah Lampung: “Kekuasaan Tanpa Kendali, Rakyat Tanpa Perlindungan”

01/05/2025

Populer

Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
ilustrasi/Cleopatra dalam budaya pop.
Pojokan

Cleopatra: Simbol Kecantikan yang Tidak Cantik-Cantik Amat

24/09/2020
Pojokan

Pesan Tersembunyi Ki Narto Sabdo Dalam Lagu Kelinci Ucul

23/09/2020
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba