Hizkia Ronaldus Sidebang*
PIRAMIDA.ID- Anggaran desa diatur pada Pasal 72 ayat 4 Undang-Undang Desa di mana disebutkan alokasi dana desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Oleh karena itu anggaran buat desa dapat mencapai rata-rata sekitar Rp. 1 miliar per desa dalam 1 tahun. Dengan kata lain, ada desa yang mendapat anggaran di atas Rp. 1 miliar dan ada yang di bawah Rp. 1 miliar per tahun yang akan disesuaikan berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah desa. Dalam Perancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa diajukan oleh Kepala Desa dan dimusyawarahkan bersama Badan Permusyawaratan Desa yang tertuang dalam Pasal 73 ayat 2.
Untuk menggunakan anggaran tersebut, maka Kepala Desa harus membuat RPJM desa yang memuat visi dan misi Kepala Desa, arah kebijakan pembangunan desa, serta rencana kegiatan yang meliputi bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Dengan jumlah anggaran yang diterima tiap desa dalam setahun, tentu saja ini dapat membangun suatu desa dari segala lini dan aspek yang mensejahterakan dan memajukan desa. Namun, dalam pelaksanaan, penggunaan dana desa cenderung peruntukannya di bidang infrastruktur saja. Hal ini ditengarai, mungkin pemerintah yang ada di desa ingin mengikuti program pemerintah pusat yang (juga) ingin fokus membangun infrastruktur.
Hal ini dapat kita lihat hampir di seluruh desa dalam penggunaan Dana Desa setiap tahunnya selalu melakukan pembangunan jalan dan drainase. Padahal masih banyak item-item lain yang sebenarnya dapat dilakukan oleh pemerintahan yang ada di desa agar tidak hanya pembangunan infrastruktur saja yang dilakukan.
Seperti disebutkan pada Pasal 6 ayat 3 Permendagri No. 144 tahun 2014, bahwa bidang pelaksanaan pembangunan desa antara lain: pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan infrasruktur dan lingkungan Desa; pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana kesehatan; pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan dan kebudayaan; Pengembangan usaha ekonomi produktif serta pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi; pelestarian lingkungan hidup; Bidang Pembinaan Kemasyarakatan; Bidang Pemberdayaan Masyarakat.
Artinya, pengalokasian dana desa yang 1 milyar jangan hanya digunakan dalam pembangunan infrastruktur. Apa lagi, bila desa tersebut terletak di areal dan termasuk kawasan lingkungan perusahaan perkebunan atau PTPN. Tentu hal ini sangat menguntungkan, karena disediakan oleh perusahaan dan/atau tidak dapat terlaksana karena terkendala soal pengelolaan atau tapal batas, sebab kawasan perkebunan adalah hak perusahaan.
Serta berdasarkan UU No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan pada Pasal 69 disebutkan bahwa, “Setiap Perusahaan Perkebunan wajib membangun sarana dan prasarana di dalam kawasan Perkebunan.” Dengan begitu maka hal ini akan sangat menguntungkan bagi pengalokasian dana desa.
Lalu pertanyaannya kemudian, kemanakah Dana Desa tersebut dialokasikan?
Dalam Pasal 78 Undang-Undang Desa menyebutkan bahwa, “Pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.”
Pembangunan masyarakatlah yang harus dilakukan oleh pemerintah desa dengan melakukan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat.
Dalam pembinaan masyarakat, misalnya pemerintah desa dapat melakukan pembangunan sarana dan prasarana olahraga, taman baca masyarakat atau membangun sanggar seni dan budaya. Dengan melakukan pembinaan-pembinaan tersebut tentu, kualitas hidup masyarakat terutama anak muda akan lebih positif dengan adanya kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.
Kemudian pemberdayaan masyarakat, hal ini harus dilakukan oleh pemerintah desa agar dapat mendongkrak perekonomian masyarakat yang ada di desa tersebut. Dengan dilakukannya pemberdayaan masyarakat, maka diharapkan akan meningkatnya kapasitas masyarakat, misalnya dengan melakukan pelatihan-pelatihan ekonomi kreatif atau rumah tangga, serta pelatihan-pelatihan yang sesuai dengan keahlian-keahlian lain, misalnya bercocok tanam atau beternak.
Untuk menyokong hal tersebut, pemerintah desa harus benar-benar menghidupkan BUMDes yang nantinya diharapkan dapat memfasilitasi dan memasarkan hasil karya-karya dari masyarakat tersebut.
Dengan adanya perputaran uang di suatu desa, di mana pemerintah desa dengan BUMDes dan masyarakat (pelaku usaha ekonomi produktif), dan tentu hal ini akan juga meningkatkan pendapatan hasil usaha BUMDes yang nantinya dapat membantu masyarakat itu sendiri dengan memberikan bantuan sosial dan beasiswa bagi anak-anak yang ingin melanjutkan studi atau berprestasi.
Seperti yang disebutkan dalam Pasal 89 poin b UU Desa, yaitu hasil usaha BUMDes dimanfaatkan untuk “Pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa”.
Suatu desa akan dikatakan maju bukan dengan banyaknya pembangunan drainase atau jalan yang dilapisi oleh semen atau aspal. Namun suatu desa dikatakan maju apabila dilakukan pembangunan masyarakat untuk suatu kesejahteraan.
Penulis merupakan guru di salah satu SMA swasta. Pegiat sosial dan politik.
Editor: Red/Hen