Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Minggu, September 24, 2023
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Edukasi

Sosiologi Hukum Memandang Kekerasaan dan Pelecehan Seksual

by Redaksi
21/12/2021
in Edukasi
173
SHARES
1.2k
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Oleh: Fitria Nur Lisdianingrum*

PIRAMIDA.ID- Kekerasan/pelecehan seksual yang terjadi pada seorang perempuan dikarenakan sistem tata nilai yang mendudukkan perempuan sebagai makhluk yang lemah dan lebih rendah dibandingkan laki-laki; perempuan masih ditempatkan dalam posisi subordinasi dan marginalisasi yang harus dikuasai, dieksploitasi dan diperbudak laki-laki dan juga karena perempuan masih dipandang sebagai second class citizens.

Pelecehan seksual pada dasarnya merupakan kenyataan yang ada dalam masyarakat dewasa ini bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan banyak dan seringkali terjadi di mana-mana, demikian juga dengan kekerasan/pelecehan seksual terlebih perkosaan. Kekerasan terhadap perempuan adalah merupakan suatu tindakan yang sangat tidak manusiawi, padahal perempuan berhak untuk menikmati dan memperoleh perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan asasi di segala bidang.

Pelecehan seksual biasanya terjadi karena adanya keinginan dari pelaku dan adanya kesempatan untuk melakukan pelecehan serta adanya stimulus dari korban yang memancing terdorongnya perilaku melecehkan (Anonim, 2002). Pelecehan seksual terjadi ketika pelaku mempunyai kekuasaan yang lebih dari pada korban. Selama ini, banyak orang yang menyangka bahwa pelecehan seksual hanya sebatas pemerkosaan atau pemaksaan dalam melakukan hubungan intim. Nyatanya, masih ada banyak jenis perlakukan lain yang bisa masuk dalam kategori pelecehan seksual, dan tentu saja bisa mengakibatkan trauma dan gangguan kesehatan bagi “korbannya”.

Komnas Perempuan menyebutkan, pelecehan seksual adalah tindakan yang bernuansa seksual, baik yang disampaikan melalui kontak fisik maupun kontak non-fisik. Tindakan ini biasanya dilakukan dengan menyasar bagian tubuh seksual atau area seksualitas seseorang. Nyatanya, ada banyak tindakan yang masuk dalam kategori ini, mulai dari siulan, main mata, mempertunjukkan konten berbau pornografi, gerakan tubuh yang bersifat seksual, hingga komentar dan ucapan bernuansa seksual.

Tindakan-tindakan tersebut nyatanya bisa membuat seseorang merasa tidak nyaman, tersinggung, hingga merasa direndahkan martabatnya, sehingga mengakibatkan gangguan pada kesehatan fisik maupun mental.

Pelecehan seksual tidak melulu tentang seks. Sayangnya, masih banyak orang yang belum mengerti dan sering melakukan tindakan yang berbau pelecehan seksual, baik secara sadar maupun tidak. Dan berikut ini merupakan bentuk-bentuk pelecehan:

1. Pelecehan Gender

Pemberian komentar bernada menghina terhadap gender tertentu bisa masuk dalam kategori pelecehan seksual. Misalnya, pelecehan, penghinaan, ataupun merendahkan wanita, baik di dunia nyata maupun di media sosial. Ada beberapa contoh pelecehan gender yang bisa terjadi, mulai dari komentar menghina, gambar dan tulisan yang merendahkan wanita, hingga lelucon atau humor yang menyinggung wanita yang membuat siapapun mendengarnya merasa malu;

2. Perilaku Menggoda

Pelecehan seksual juga bisa terjadi karena adanya perilaku menggoda, baik di tempat umum maupun di lingkungan kerja atau sekolah. Mulai dari ajakan seksual yang tidak diinginkan, mengajak pergi dengan cara yang memaksa, mengirimkan pesan dan telepon yang mengganggu, serta ajakan lain;

3. Pemaksaan Seksual

Memaksa seseorang untuk melakukan aktivitas seksual juga masuk dalam jenis pelecehan seksual yang bisa terjadi. Apalagi jika pemaksaan ini juga disertai dengan ancaman hukuman tertentu dan membuat korban merasa takut dan tidak memiliki kekuatan untuk menolak ajakan tersebut. Dalam dunia kerja, ancaman yang biasa dilakukan termasuk evaluasi kerja yang negatif, ancaman pemberhentian kerja, hingga tuduhan dan gosip yang diedarkan di lingkungan kerja;

4. Menjanjikan Imbalan

Pelecehan seksual juga berupa ajakan untuk melakukan hubungan intim dengan menjanjikan imbalan tertentu. Hal ini bisa dilakukan, baik secara terang-terangan maupun secara tertutup. Dalam beberapa kasus, imbalan yang sudah dijanjikan bisa saja tidak pernah diberikan;

5. Sentuhan Fisik yang Disengaja

Pelanggaran seksual berat, seperti dengan sengaja menyentuh, merasakan, ataupun dengan sengaja menempelkan bagian tubuh tertentu. Hal ini juga bisa termasuk dalam penyerangan seksual yang dilakukan saat korban lengah atau tidak memiliki kemampuan untuk melawan.
Kekerasan seksual bukan hanya terjadi pada wanita, melainkan juga pria. Perilaku ini tentu tidak bisa dibiarkan, sebab kebanyakan korban akan mengalami trauma yang berkepanjangan, mulai dari depresi dan gangguan lain.

Dan berikut ini merupakan penjabaran mengenai dampak pelecehan seksual bagi kesehatan penyintas:

Kalimat seperti, “Cuma bercanda, jangan marah dong,” atau “Kalau nggak mau digodain, jangan pakai baju terbuka!” masih sering keluar setiap para penyintas pelecehan seksual melaporkan perlakuan yang diterimanya. Hal ini tentu sangat memprihatinkan. Sebab komentar ini menganggap enteng kejadian tersebut dan membuat narasi seolah kejadian tersebut bukanlah salah pelaku tapi salah korban.

Padahal, pelecehan yang dianggap bercanda itu bisa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyintas, baik dari segi kesehatan fisik maupun mental. Berikut ini gangguan kesehatan yang bisa muncul akibat pelecehan seksual:

1. Depresi

Orang yang pernah mengalami pelecehan seksual dapat mengalami depresi jangka panjang. Jadi, dampak ini mungkin tidak langsung terlihat saat itu juga. Penyintas pelecehan seksual yang masih berusia remaja maupun 20 tahunan awal saat kejadian tersebut dialaminya, bisa saja baru menunjukkan gejala depresi saat masuk usia 30 tahunan awal. Sebagian besar orang yang pernah menerima bentuk pelecehan seksual, kemudian merasa dirinya bersalah akan kejadian tersebut. Jika dibiarkan menghantui terus-menerus, perasaan ini bisa memicu depresi;

2. Tekanan darah tinggi

Mengalami pelecehan seksual juga akan memicu naiknya tekanan darah. Hal ini membuat penyintas jadi berisiko lebih tinggi mengalami penyakit jantung dan gangguan lain yang berhubungan dengan hipertensi;

3. Post-traumatic stress disorder (PTSD)

Orang yang pernah mengalami pelecehan juga bisa merasakan trauma mendalam akan kejadian tersebut. PTSD ini tentu akan mengganggu kualitas hidupnya. Sebab, ia akan berusaha untuk menghindari segala sesuatu yang berhubungan atau mengingatkannya dengan pelaku atau kejadian tersebut. Misalnya, jika pelecehan tersebut terjadi di dalam bus, penyintas bisa saja jadi trauma untuk naik bus padahal itu adalah alat tranportasi terdekat yang bisa mengantarnya dari rumah ke tempat kerja.

Akibatnya ia harus memutar jauh mencari moda transportasi lain. Penyintas juga bisa trauma saat melihat seseorang yang memiliki ciri fisik yang mirip dengan pelaku. Misalnya saat kejadian pelaku menggunakan jaket berwarna biru, dan ia akan langsung teringat dengan kejadian pelecehan setiap melihat orang yang menggunakan jaket berwarna biru;

4. Gangguan tidur

Gangguan tidur juga bisa terjadi pada para korban pelecehan seksual. Mereka bisa saja jadi sulit untuk tidur karena setiap memejamkan mata, langsung teringat wajah pelaku dan kejadian yang menimpanya. Jika berlangsung terus-menerus, kondisi ini bisa berubah jadi insomnia dan memicu gangguan kecemasan dan stres;

5. Bunuh diri

Pada kondisi gangguan mental yang sudah parah, pelecehan seksual bisa berujung pada percobaan bunuh diri. Kondisi stres jangka panjang, PTSD, gangguan kecemasan dan tekanan sosial yang dirasakan bisa mendorong penyintas melakukan hal-hal untuk menyakiti dirinya sendiri.

Pelecehan seksual bukanlah sesuatu yang bisa diremehkan. Apabila Anda mengalami perlakuan ini, jangan segan untuk melapor ke lembaga-lembaga yang menawarkan perlindungan terhadap korban pelecehan seksual. Anda akan didampingi untuk mengurus laporan. Anda pun akan mendapatkan pendampingan psikologis jika memang diperlukan.

Sementara itu jika ada teman, kerabat, atau keluarga yang menerima pelecehan, Anda harus ingat untuk menahan diri dalam berkomentar kecuali memang bertujuan membantu dan mendampinginya melalui masa-masa sulit ini. Janganlah mengeluarkan kata-kata yang menyalahkan korban dan membuat bebannya justru semakin berat.

Dan dari penjabaran diatas, sosiologi hukum memandang kasus kekerasan, sangatlah berbahaya hingga kasus pelecehan seksual ini sengaja diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berbunyi, ‘’Pasal 289 menyatakan barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun’’.

Selain itu terdapat juga peraturan perundang-undangan lainya, pelecehan seksual merupakan kejahatan terhadap kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 294 ayat (2) KUHP Indonesia. Selain itu, Pasal 86 ayat (1) UU Ketenagakerjaan (UU No.13 Tahun 2003) mengatur bahwa pekerja berhak atas perlindungan moral dan moral.

Larangan kejahatan seksual berupa perbuatan cabul terhadap anak diatur dalam Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 76E tersebut dikatakan :” Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”.

Pebuatan cabul yang dilakukan seseorang terhadap anak yang sedang melakukan sholat isya di Masjid, jelas merupakan bentuk dari kejahatan seksual.

Sanksi bagi pelaku kejahatan seksual berupa perbuatan cabul terhadap anak yang dilakukan di dalam sebuah Masjid, pelaku pencabulan terhadap anak dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 82 ayat (1) junto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dengan sanksi pidana berupa pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).

Kemudian bagaimana proses hukumnya, mengingat dari informasi yang beredar pelaku pencabulan anak tersebut masih berusia 16 tahun, atau masih dalam kategori anak. Pengertian anak dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Yang dimaksud dengan anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Ketika pelaku pencabulan masih anak, maka proses hukumnya berbeda dengan orang dewasa, proses hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencabulan, maka proses hukumnya menggunakan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dimana beberapa substansi dari undang-undang tersebut diantarabnya mengatur tentang hak-hak anak, mengatur tentang upaya diversi dengan pendekatan keadilan restoratif, kemudian mengatur juga tentang syarat dan ketentuan penahanan terhadap anak, untuk penjelasan tentang diversi, tentang syarat. penahanan terhadap anak, dapat disaksikan pada video-video yang pernah saya upload sebelumnya.

Ketika ada anak yang berhadapan dengan hukum, atau anak sebagai pelaku tindak pidana, seperti dalam kasus ini anak menjadi pelaku pencabulan, maka dalam proses peradilan, anak mempunyai hak diantaranya yaitu bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya, selain itu juga ada hak untuk tidak dipublikasikan identiasnya.

Jadi ketika pelaku pencabulan, maupun korban pencabulan masih anak, maka identitas anak, anak korban, wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik. Hal ini diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Setiap orang yang mempublikasikan identitas anak sebagai pelaku tindak pidana, anak sebagai korban tindak pidana, maka berdasarkan Pasal 97 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Pelaku yang mempubikasikan identitas anak tersebut dapat dipidana dengan pidan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Terkait dengan hak-hak anak ketika dalam proses peradilan diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Intinya ketika pelaku tindak pidana pencabulan maupun korban pencabulan masih anak, maka proses hukumnya menggunakan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Sedangkan sanksi bagi pelaku kekerasan terhadap anak, baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kejahatan seksual, dan penelantaran diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Yang terakhir diubah dengan dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.(*)


Penulis merupakan Mahasiswa Sosiologi Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH). 

Tags: #kekerasanseksual#pelecehan#sosiologi
Share69SendShare

Related Posts

Mengagumi Dalam Diam

01/08/2023

Oleh: Dewi Purnama Sari Lingga* PIRAMIDA.ID- Jatuh cinta ialah perasaan secara tiba-tiba dan alami yang pernah dialami oleh hampir semua...

Penguatan dan Makna Sila Ketiga dalam Organisasi

24/07/2023

Oleh: Alberto Nainggolan* PIRAMIDA.ID- Sebelum mengenal atau mendalami makna sila ketiga dalam organisasi terlebih dahulu kita harus mengetahui makna organisasi...

Apa Kabar Gerakan Mahasiswa Saat Ini?

13/07/2023

Oleh: Tony Simanjorang* PIRAMIDA.ID- Tentu sebelum kita membahas mengenai topik utama kita, penulis ingin mencoba menyelaraskan persepsi kita terhadap pemaknaan...

Siapa yang Sungguh Bertutur dalam Bahasa Indonesia?

11/07/2023

Nelly Martin-Atias* PIRAMIDA.ID- Meski memiliki keragaman bahasa yang luar biasa, Indonesia adalah bangsa yang memilih satu bahasa (monolingualisme). Kira-kira ada...

Pemilu yang Bersih Lahirkan Pemimpin yang Jujur & Adil

03/06/2023

Oleh: Sanro Sihombing* PIRAMIDA.ID- Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Republik Indonesia no. 7 tahun 2017, Pemilihan Umum yang selanjutnya...

Urgensi Data Pemilih Dalam Menyukseskan Pemilu

01/06/2023

Oleh: Parlin H. Sihotang* PIRAMIDA.ID- Pesta demokrasi (pemilihan umum) yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali adalah proses yang dilakukan untuk...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Dilantik Sebagai Sestama Lemhannas, Ketua ILAJ: Kita Yakin Irjen Panca Akan Torehkan Prestasi

09/09/2023
Berita

Dispora Simalungun Tak Penuhi Janji Penghargaan Kepada Para Pelatih

07/09/2023
Berita

Di Nilai Berhasil Selama Wagubsu, Fawer Sihite: Ribuan Pemuda Siap Menangkan Ijeck Menjadi Gubernur

04/09/2023
Berita

Filda C. Yusgiantoro Raih Nilai Akademik Terbaik Pada PPRA LXV Tahun 2023 Lemhannas RI

30/08/2023
Berita

Tidak Mampu Tangkap Bandar Narkoba UH, Ketua ILAJ Minta Mabes Polri Evaluasi Kapolres Siantar

28/08/2023
Berita

Rekam Jejak Unggul: Ketua ILAJ Fawer Sihite Mengusulkan Irjen Pol Panca Simanjuntak sebagai Kepala BNN RI

25/08/2023


Populer

Berita

SaLing Adukan Oknum Dugaan Pungli Penyelenggaraan Sertifikasi Ratusan Guru Simalungun

25/11/2021
Edukasi

Kesenjangan Hukum di Indonesia menurut Perspektif Sosiologi

17/10/2021
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Berita

Kritik Sastra: Pengertian, Fungsi, Manfaat dan Pendekatan

14/11/2022
Edukasi

Pandangan Sosiologi Hukum terhadap Kasus Pembunuhan Berencana

15/10/2021
Pojokan

Apakah yang Membedakan Seni dan Bukan Seni?

24/11/2020
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2023 Piramida ID

Rotasi Asiajurnalx.co.idsegaris.cosimadanews.comruangpers.comsiantarcorner.comarmedo.copena24jam.comnawasenanews.comwahanainfo.comfotoaja.com mitrapolri.comnamiranews.comkonstruktif.idlimasisinews.comfllajsimalungun.com alolingsimalungun.comdekrit.idarmadanews.idmediamasip.comindigonews.idsenternews.comnusnet.newstajamnews.idpresisi-news.comjurnalismewarga.idsinarglobalnusantara.comrestorasidaily.com100 Destinasi Wisata Danau TobaDanau TobaWisata Travelnewscorner.id

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2023 Piramida ID

Rotasi Asiajurnalx.co.idsegaris.cosimadanews.comruangpers.comsiantarcorner.comarmedo.copena24jam.comnawasenanews.comwahanainfo.comfotoaja.com mitrapolri.comnamiranews.comkonstruktif.idlimasisinews.comfllajsimalungun.com alolingsimalungun.comdekrit.idarmadanews.idmediamasip.comindigonews.idsenternews.comnusnet.newstajamnews.idpresisi-news.comjurnalismewarga.idsinarglobalnusantara.comrestorasidaily.com100 Destinasi Wisata Danau TobaDanau TobaWisata Travelnewscorner.id