Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Selasa, Juni 17, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dialektika

75 tahun Kemerdekaan Indonesia, Masyarakat Adat masih Berjuang untuk Kesetaraan

by Redaksi
17/08/2020
in Dialektika
101
SHARES
723
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Masyarakat Adat telah berjuang bersama dengan gerakan Pemuda untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun, dibanding peran para elite pemuda terdidik, hampir tidak ada buku sejarah yang menuliskan peran Masyarakat Adat dalam perjuangan kemerdekaan melawan kolonialisme.

Rendahnya representasi ini menggambarkan marjinalisasi terhadap Masyarakat Adat yang masih berlanjut bahkan setelah Indonesia merdeka selama 75 tahun.

Padahal, pengetahuan tradisional dan cara hidup Masyarakat Adat adalah kekuatan penting, yang bahkan bisa bertahan terhadap wabah COVID-19 yang sedang melanda dunia. Mereka juga merupakan penjaga hutan dan lingkungan dari generasi ke generasi.

Namun, hingga kini, mereka juga berjuang melawan stigma dan menghadapi tekanan-tekanan di negara sendiri.

Masyarakat Adat, yang berjumlah hampir 20 juta dari 268 juta penduduk Indonesia, kerap mendapatkan pandangan negatif sebagai masyarakat “kotor, primitif, terbelakang, asing, hingga perambah hutan.”

Ini membuat mereka menjadi tidak terepresentasikan, secara ekonomi, sosial, politik, dan budaya.

Komunitas Adat juga menghadapi tekanan akibat pilihan ekonomi pemerintah yang https://www.piramida.id/wp-admin/post-new.phpmembuat mereka kehilangan hutan adat demi investasi sektor kehutanan, pertambangan dan perkebunan skala besar.

Pejuang kemerdekaan

Tidak banyak buku sejarah akan mengungkapkan bagaimana Masyarakat Adat angkat senjata bersama gerakan Pemuda dalam perjuangan kemerdekaan dan akhirnya bisa membentuk Republik Indonesia.

Rukka Sombolinggi, dari suku Toraja, Sulawesi Selatan, menjelaskan perjuangan ini berdasarkan sejarah keluarga sendiri. Rukka mengenang kakek buyut dan kakeknya sebagai pejuang kemerdekaan yang langsung berperang dengan para pelajar.

Ia kini menjabat sebagai sekretaris jenderal Aliansi Adat Masyarakat Nusantara (AMAN) yang mewakili 2.366 komunitas adat atau lebih dari 18 juta individual di seluruh Indonesia.

“Kakek saya meninggal sebagai veteran. Buku-buku sejarah mungkin tidak sebutkan soal Masyarakat Adat yang ikut perang mengusir kolonialisme, namun ada ratusan ribu itu yang mati dalam perang. Tapi, ya sayangnya sejarah hanya yang pemuda saja,” jelasnya.

Sandra Moniaga, Komisioner Pengkajian dan Penelitian di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), mengatakan bahwa sebagian masyarakat adat menolak bekerja sama dengan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, seperti masyarakat Sedulur Sikep di Jawa.

Sandra menambahkan bahwa Masyarakat Adat mempunyai kontribusi khusus dalam kemerdekaan Indonesia.

“Mereka pelestari kebudayaan-kebudayaan lokal Indonesia, merekalah yang merawat identitas kita sebagai bangsa Indonesia yang terdiri dari ratusan suku dan budaya,” jawabnya.

Penjaga hutan

Masyarakat Adat memiliki peran yang penting dalam melindungi hutan dan lingkungan bagi Indonesia.

Selama berinteraksi dengan komunitas ini lebih dari 10 tahun, Antropolog Sophie Chao, dalam riset terbaru tentang Masyarakat Adat Marind-Anim di kabupaten Merauke di Papua, mengatakan mereka “merawat hutan, menghormati semua tanaman dan hewan, dan memelihara hubungan dengan alam.”

Di bawah pemerintahan presiden Soekarno, Masyarakat Adat mendapatkan pengakuan melalui UU No 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria.
Peraturan ini mengakui keberadaan hutan adat sejauh tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara.

Ketika Soeharto mengambil tampuk pemerintahan di tahun 1966, ada penghancuran sistematis pada lembaga-lembaga adat melalui penyeragaman institusi desa, perampasan wilayah-wilayah adat melalui penetapan kawasan hutan dan pemberian ijin- ijin kehutanan, pertambangan dan perkebunan-perkebunan besar, jelas Sandra.

“Sebagian wilayah adat juga diklaim pemerintah secara sepihak untuk diserahkan kepada transmigran dan TNI/Polri,” tambahnya.

Menuju pengakuan hak-hak Masyarakat Adat

Perubahan bagi Masyarakat Adat mulai terlihat ketika berakhirnya masa Orde Baru tahun 1998.

Amandemen ke-2 UUD 1945, yang berlaku pada tahun 2000, akhirnya mengakui “kekayaan budaya tradisional” dan “nilai-nilai budaya” dari Masyarakat Adat, pada Pasal 18b Ayat 2.

Ini kemudian menjadi dasar hukum bagi Mahkamah Konstitusi untuk mengeluarkan Hutan Adat sebagai hutan negara di tahun 2012, atau lebih sering disebut sebagai MK35.

Perkembangan berikutnya, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mulai menghidupkan kembali wacana RUU Masyarakat Hukum Adat, yang diharapkan bisa memperkuat eksistensi kelompol ini, sekaligus menyelesaikan konflik berkepanjangan terkait dengan status Hutan Adat.

“Tapi, semakin kesini tetap saja kok rasanya semakin sulit untuk bisa jalankan peraturan-peraturan ini. Bukannya RUU MHA, malah pemerintah dan DPR terbitkan Omnibus Law,” protes Rukka Sombolinggi.

Rukka juga menyebutkan bahwa Masyarakat Adat kini menghadapi bentuk lain “kolonialisme.”

Sejak desentralisasi tahun 2001, para kepala daerah (bupati dan gubernur) berhak mengeluarkan ijin di atas kawasan hutan, termasuk Hutan Adat. Hal ini lebih banyak dilakukan tanpa persetujuan dari Masyarakat Adat.

“Kami ini tidak lagi melawan perusahaan yang asing-asing, tapi sudah (melawan) orang sendiri, kayak bupati, gubernur. Itu kan orang di daerah sendiri,” jelasnya mengutip pidato Soekarno yang terkenal : “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan saudara sendiri.”

Masa depan

Selama pandemi, Masyarakat Adat yang masih setia mempraktikkan pengetahuan tradisional mereka ternyata kelompok yang paling resilien karena dekat dengan alam.

“Masyarakat Adat yang tetap menjaga hutan adat mereka dan tidak mengeksploitasi berlebihan sumber daya alam mereka dan memiliki semangat untuk berbagi, mereka sangat resilien terhadap pandemi. Mereka bisa menyediakan makanan mereka sendiri,” tandas Rukka Sombolinggi.

Sementara, mereka yang terekspos dengan modernisasi atau terlibat konflik dengan industri telah kehilangan pekerjaan, rentan pangan, dan juga rentan untuk akses fasilitas kesehatan, air bersih dan sanitasi.

“Klaim dan janji-janji dari perusahaan-perusahan besar bahwa mereka bisa sediakan makanan, sediakan pendidikan atau pekerjaan, mereka malah tidak bisa ngapa-ngapain karena karakter virus ini,” lanjutnya.

Sophie Chao mengagumi keberanian, ketahanan, keberlangsungan dan kreativitas Masyarakat Adat, secara umum, saat menghadapi ancaman terus-menerus terhadap lahan dan cara hidup mereka.

“Bagi saya, harapan saya adalah budaya dan nilai dari Masyarakat Adat bisa sepenuhnya bisa diakui, dilindungi dan didukung oleh negara Indonesia dan komunitas internasional,” jelas Chao.

“Ini artinya memastikan bahwa hak-hak atas lahan mereka bisa terjamin, bahwa persetujuan penuh dari mereka harus ada saat proyek pembangunan direncanakan, dan pembangunan itu dari bawah-ke-atas, berdasarkan aspirasi, mimpi, dan harapan Masyarakat Adat.”


Sumber: The Conversation

Tags: #adat#hutan#tanah
Share40SendShare

Related Posts

Pidato Lengkap Jefri Gultom di Dies Natalis GMKI ke-74: Bangkit Ditengah Pergumulan

26/02/2024

Bangkit Ditengah Pergumulan Pidato 74 tahun GMKI Jefri Edi Irawan Gultom Para peletak sejarah selalu berpegang pada prinsip ini, ‘’perjalanan...

Pewaris Opera Batak

11/07/2023

Oleh: Thompson Hs* PIRAMIDA.ID- Tahun 2016 saya menerima Anugerah Kebudayaan dari Kemdikbud (sekarang Kemendikbudristek) Republik Indonesia di kategori Pelestari. Sederhananya,...

Mengapa Membahas Masa Depan Guru “Dianggap” Tidak Menarik?

01/05/2023

Oleh: Agi Julianto Martuah Purba PIRAMIDA.ID- “Mengapa sejauh ini kampus kita tidak mengadakan seminar tentang tantangan dan strategi profesi guru di...

Membangun Demokrasi: Merawat Partisipasi Perempuan di Bidang Politik

14/04/2023

Oleh: Anggith Sabarofek* PIRAMIDA.ID- Demokrasi, perempuan dan politik merupakan tiga unsur yang saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Berbicara mengenai...

Dari Peristiwa Kanjuruhan Hingga Batalnya Indonesia Tuan Rumah Piala Dunia U-20

03/04/2023

Oleh: Edis Galingging* PIRAMIDA.ID- Dunia sepak bola tanah air sedang merasakan duka yang dalam. Kali ini, duka itu hadir bukan...

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023

Oleh: Muhammad Muharram Azhari* PIRAMIDA.ID- Pengertian disiplin menurut Elizabeth Hurtock mengemukakan bahwa; Disiplin itu berasal dari kata "discipline", yaitu seseorang...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Refleksi Hari Lahir Pancasila, Fawer Sihite: Kita Harus Dengarkan Hati Nurani Rakyat

01/06/2025
Berita

Kalah Sebagai Calon Ketua Umum, Fawer Sihite Pastikan Dukung Kepemimpinan Prima Surbakti dan Jessica Worouw di GMKI

28/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

GMKI Cabang Bandar Lampung Ungkap Krisis Kepolisian di Daerah Lampung: “Kekuasaan Tanpa Kendali, Rakyat Tanpa Perlindungan”

01/05/2025

Populer

Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Ekologi

Mengenal Prof. Mr. St. Munadjat Danusaputro, Guru Besar Hukum Lingkungan Hidup

22/06/2020
Pojokan

Pesan Tersembunyi Ki Narto Sabdo Dalam Lagu Kelinci Ucul

23/09/2020
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba