Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Jumat, Mei 9, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Sorot Publik

Apa itu Pembangkangan Sipil?

by Redaksi
12/10/2020
in Sorot Publik
aksi demonstrasi mahasiswa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Indonesia/dok: BEM SI

aksi demonstrasi mahasiswa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Indonesia/dok: BEM SI

113
SHARES
806
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Istilah pembangkangan sipil atau ‘civil disobedience’ dipergunakan pertama kali oleh Henry David Thoreau dalam esainya yang ditulis pada tahun 1848 untuk menjelaskan penolakannya terhadap pajak yang dikenakan pemerintah Amerika untuk membiayai perang di Meksiko dan untuk memperluas praktik perbudakan melalui Hukum Perbudakan.

Tetapi definisi pembangkangan sipil yang paling diterima secara luas ditulis oleh John Rawls di tahun 1971, sebagai gerakan tanpa kekerasan dan dilakukan dengan hati-hati dengan tujuan untuk membawa perubahan dalam hukum atau kebijakan pemerintah.

Menurut pengacara Hak Asasi Manusia Alghiffari Aqsa, pembangkangan publik “adalah gerakan yang dilakukan oleh warga secara terorganisasi, yang bisa jadi melawan hukum, dan digunakan untuk mengoreksi hukum atau kebijakan publik.”

Oleh karena itu, orang-orang yang terlibat dalam pembangkangan sipil bersedia menerima konsekuensi hukum dari tindakan mereka, karena ini menunjukkan kesetiaan mereka pada supremasi hukum.

Pemikiran Thoreau ini kemudian menginspirasi sejumlah tokoh seperti Mahatma Gandhi untuk melakukan gerakan pembangkangan sipil di India.

Bagaimana wujudnya?

Wujud ‘civil disobedience’ bermacam-macam, mulai dari aksi yang berdampak langsung pada pemerintah dan keberlangsungan negara, atau aksi simbolik seperti aksi diam.

Contoh gerakan yang berdampak langsung, menurut Zainal Arifin, adalah ajakan yang pernah dilakukan Khomeini untuk tidak membayar pajak dan listrik di Iran yang membuat negara tersebut kolaps.

Dalam konteks Indonesia, menurut Alghif, pilihan menolak membayar pajak tidak terlalu terasa karena kontribusi pajak perorangan jumlahnya tidak signifikan, berbeda dengan di negara lain yang pajaknya cukup besar.

Sementara Herlambang menambahkan, bentuk pembangkangan atau perlawanan juga bisa terlihat dari bagaimana sikap kita terhadap sebuah kasus.

“Misalnya saat DPR mengundang saya hadir di masa pandemi untuk membahas RUU ini, saya memilih tidak hadir sebagai sikap penolakan saya, ini salah satu contoh,” ujarnya.

Tetapi pada dasarnya, wujud pembangkangan publik ini bisa apa saja, namun harus dilakukan tanpa kekerasan, terorganisasi dan terorkestrasi dengan baik, serta mempunyai dampak yang signifikan.”

“Aksi mogok, misalnya, ada mogok buruh saja. Tapi bisa juga mogok buruh, dan di saat yang sama mahasiswa juga mogok belajar, dosen mogok mengajar, semuanya mogok,” kata Alghif.

Apakah gerakan ini melanggar hukum?

Biasanya gerakan-gerakan yang dilakukan dalam rangka ‘civil disobedience’ ini memang melanggar hukum.

“Setidaknya pelanggaran dalam hal berkumpul atau berdemonstrasi, tapi warga tahu konsekuensinya,” jelas Alghif.

Jika seorang pembangkang dihukum, ia tidak dihukum karena pasal pembangkangan sipil, tetapi untuk pelanggaran yang diakui dilakukannya, seperti memblokade jalan atau mengganggu ketertiban umum, atau masuk tanpa izin.

Karenanya, perlu memiliki kesadaran atas resiko dari apa yang akan dilakukannya.

“Kalau seseorang melakukan pembangkangan sipil, dia harus siap untuk di-PHK oleh perusahaan, harus siap dengan segala konsekuensi yang ia hadapi, termasuk misalnya mereka yang berstatus pegawai negeri sipil harus siap menghadapi konsekuensi sistem birokrasi dalam konteks hukum Indonesia,” kata Herlambang.

Tapi, Alghif menambahkan, dalam beberapa kasus, biasanya para pembangkang sudah tahu risikonya dan rela dihukum.

“Mereka berpikir, ya sudah, kalau mau dihukum, hukum saja semuanya,” ujarnya.

Zainal Arifin mengingatkan, meskipun para pembangkang sudah mengetahui risiko atau konsekuensi hukum yang dihadapi mereka, dalam situasi pandemi seperti ini ada beberapa kalangan yang rentan.

“Buruh, misalnya, kalau mereka mogok massal pun, mereka bisa di-PHK massal, karena jumlah angkatan kerja sedang tinggi, mereka akan lebih mudah digantikan kapanpun,” tutur Zainal.

Siapa saja yang pernah melakukannya?

Pada tahun 1955, Rosa Parks bertindak sendiri dan hampir secara spontan mengambil sikap diam-diam terhadap undang-undang pemisahan tempat duduk dalam bus di Alabama, Amerika Serikat.

Saat Rosa duduk di kursi bus yang bukan untuk kulit hitam, dia diminta menyerahkan kursinya itu kepada seorang pria kulit putih dan ia menolak dengan sopan.

Rosa ditangkap karena penolakannya ini, namun kemudian memicu aksi boikot bus yang berlangsung lebih dari setahun dan mengakibatkan perubahan pada undang-undang pemisahan tempat duduk di bus pada tahun 1956.

Pada bulan Maret 1930, Mahatma Gandhi dan puluhan pengikutnya berjalan sejauh 386 kilometer, menyuarakan pendapat tentang ketidakadilan harga garam di setiap kota yang mereka lewati.

Hukum kolonial Inggris melarang orang India menjual garam secara mandiri dan mengharuskan orang India membayar mahal untuk garam yang bahkan bukan dari India.

Pawai garam, atau satyagraha, berlangsung berbulan-bulan dan mendapatkan banyak pengikut sehingga 60.000 orang berakhir di penjara karena partisipasi mereka pada akhir tahun.

Pada awal 1931, Gandhi mencapai kesepakatan dengan para pemimpin Inggris, yang disebut Pakta Gandhi-Irwin, yang membebaskan semua tahanan tersebut dan mengizinkan orang India membuat garam untuk keperluan rumah tangga.

Di Estonia, Latvia, dan Lituania, aksi bernyanyi telah membantu mereka memperoleh kemerdekaan dari Uni Soviet.

Tahun 1986 sekelompok besar warga berkumpul untuk menyanyikan lagu-lagu tentang akar budaya mereka, padahal saat itu ilegal untuk menunjukkan patriotisme apapun terhadap budaya lain selain Rusia.

Ratusan sampai ribuan orang berkumpul menyanyikan lagu-lagu negara mereka, dan mengibarkan bendera mereka sambil bergandengan tangan.

Pada tahun 1991, pemerintah baru Rusia secara resmi mengakui Estonia dan negara-negara Baltik lainnya sebagai negara merdeka.


Dari berbagai sumber.

Tags: #gerakan#perlawanan#publik
Share45SendShare

Related Posts

DI GUYUR HUJAN PHBG GMIH BAIT’EL IDAMGAMLAMO SUKSES MELAKSANAKN GERAK JALAN POCO-POCO

16/04/2025

PIRAMIDA.ID - Menyambut Paskah Tahun 2025 panitia hari-hari besar Gerejawi (PHBG) GMIH Bait'el Idamgamlamo melaksanakan perlombaan Gerak jalan poco-poco pada...

gbr : Iptu L.Manurung dan Personil di lokasi yang diduga tempat perjudian

Warga : Kerja Kapolsek Saribudolok Itu Apa,Tangkap dan Berantas Judilah Baru Paten

06/05/2024

Piramida.id|Simalungun – Kapolsek Saribudolok dituding dan diduga sengaja melakukan pembiaran bahkan perlindungan terhadap kegiatan judi yang sedang marak terjadi di...

Illustrasi

Ratu Sabu Beraksi, Gunung Malela Diteror Narkoba Polsek Dicurigai

25/04/2024

Piramida.id|Simalungun – Sejumlah Warga kecamatan Gunung malela, kabupaten Simalungun, Sumut, menyatakan rasa ketidak percayaannya terhadap kinerja jajaran Polsek Bangun yang...

Jalin Kekompakan, Lapas Kelas IIA Pematangsiantar Gelar Berbagai Kegiatan Sebelum Buka Puasa

18/03/2024

Piramida.id|Siantar - 16 Maret 2024 Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah, kali ini dalam mengisi waktu sebelum berbuka Puasa...

Dana Desa Bukit Rejo Dipertanyakan, Pangulu Pilih Bungkam

01/03/2024

Piramida.id|Simalungun – Ricardo Nainggolan Sekretaris Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Simalungun meragukan kebenaran alokasi dana desa nagori Bukit Rejo, kecamatan...

Lokasi Peredaran Narkoba Bangsal Diramaikan Polisi,Kenziro Pucat

20/02/2024

Piramida.id|Siantar – Kawasan Bangsal, kelurahan Melayu, kecamatan Siantar Utara, Pematangsiantar, mendadak padat, Jalan Raya Wahidin pun spontan dipadati kendaraan dan...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

GMKI Cabang Bandar Lampung Ungkap Krisis Kepolisian di Daerah Lampung: “Kekuasaan Tanpa Kendali, Rakyat Tanpa Perlindungan”

01/05/2025
Berita

Fawer Sihite Luncurkan Buku “Menghidupi Kembali Ut Omnes Unum Sint”: Refleksi dan Kebangkitan GMKI

22/04/2025
Edukasi

Refleksi Paskah dan Titik Balik Kebangkitan Ekonomi Indonesia

20/04/2025
Berita

DPD KNPI Simalungun Ucapkan Selamat Atas Terpilihnya Saudara Aldi Syahputra Siregar Sebagai Ketua KNPI Sumut Periode 2025-2028

19/04/2025

Populer

Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Dialektika

Mengapa Demokrasi dapat Melahirkan Tirani?

21/02/2022
Pojokan

Pesan Tersembunyi Ki Narto Sabdo Dalam Lagu Kelinci Ucul

23/09/2020
Dialektika

Enola, Gadis Kecil yang Dirampas Masa Depannya

21/06/2022
Ekosospolbud

Jabu Sihol, Proyek Mengenal dan Belajar Budaya Batak

05/06/2020
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba