Prof. Dr. Sumanto Al Qurtuby, M.A., M.Si*
PIRAMIDA.ID- Anda mungkin bertanya-tanya: dari mana sumber air bersih dan air minum di Arab Saudi? Dari mana masyarakat yang tinggal di Arab Saudi – termasuk saya dan “Bang Toyib” – mendapatkan akses atau memperoleh air bersih dan air minum?
Pertanyaan ini wajar mengingat sebagian besar area di Jazirah Arabia itu kering-kerontang dengan sedikit curah hujan, kecuali di sejentil daerah. Di daerah tempat saya tinggal, mungkin hanya 1-2 kali gerimis (bukan hujan) dalam satu tahun.
Lalu, dari mana sumber air bersih dan air minum masyarakat di Arab Saudi yang berjumlah lebih dari 32 juta jiwa itu? Dari sumur zamzam? Bukan. Mana cukup “air jamjam” untuk mengsuplai kebutuhan warga. Dari hasil mengfilter ompol ontah? Bukanlah. Emang Arab KW rombengan Endonesah?
Karena curah hujan minim, maka sumber “surface water” seperti sungai atau danau pun nyaris tak ada. Yang cukup banyak tersedia adalah “groundwater”, yaitu sumber air yang terletak di bawah tanah/di bawah lempengan-lempengan batu yang disebut “Arabian Shelf” dengan kedalaman ratusan meter yang membentang dari ujung timur (tempat saya tinggal) hingga ujung barat Arab Saudi (tempat Bang Toyib ngekos).
Salah satu sumber groundwater yang besar di Arab Saudi disebut “Saq”. Menurut hidrolog Masoud Al-Ahmadi dari King Abdulaziz University, Saq yang berisi sekitar 280,000 Mm kubik air fosil ini sudah berumur sekitar 28,000 tahun.
Tabuk Agricultural Development Company (TADCO) diserahi tugas untuk menggali Saq aquifers ini, dan berhasil membuat sekitar 260 sumur dengan kedalaman 750 m. Ini baru dari Saq. Belum yang lain di Hasa (Ahsa) dan Najed yang juga terdapat groundwater yang lumayan seperti pernah diteliti oleh Abdullah al-Ibrahim.
Selama bertahun-tahun, pemerintah Arab Saudi menggantungkan sumber air bawah tanah ini, baik untuk air bersih, air minum, irigasi dlsb. Berbagai perusahaan didirikan untuk mengeksplorasi groundwater ini menjadi sumber air bersih, termasuk puluhan perusahaan air minum seperti Nova, Hada, Birain, Tania, Mazen, Hana, Safa, dlsb. Saya sendiri pelanggan Nova, Birain, dan Nestle.
Tetapi karena groundwater itu termasuk “nonrenewable water”, maka pelan-pelan sumber airnya pun menipis dan menipis. Banyak peneliti yang sudah melakukan riset tentang ini. Apalagi penduduk bertambah banyak, baik yang legal maupun yang ilegal qiqiqi. Akhirnya, pemerintah melakukan berbagai langkah dan kebijakan untuk menghemat kandungan air groundwater.
Di antara langkah yang dilakukan pemerintah adalah memangkas area pertanian. Gandum tidak lagi ditanam. Padi dibatasi. Yang tersisa kurma atau pohon zaitun. Bahkan kawasan Ahsa yang dulu dikenal subur sehingga banyak orang bercocok tanam padi, kini mulai langka karena irigasi dibatasi.
Langkah kedua adalah dengan melakukan desalinasi air laut. Arab Saudi tercatat sebagai negara terbesar di dunia yang memperoduksi “desalinated water” dari air laut. Air laut yang dijadikan sumber untuk memproduksi air tawar adalah Teluk Arab (atau Teluk Persi) di ujung timur dan Laut Merah (Nil) di ujung barat.
Tahun 2011 saja sudah ada 27 industri raksasa yang melakukan proses desalinasi air laut ini: 6 untuk Teluk Arab dan 21 untuk Laut Merah yang memperoduksi sekitar 3.3 juta m3 per hari. Sekitar 25 % bujet minyak dipakai untuk memproduksi air ini (dan listrik).
Sejak 2-3 dekade terakhir ini, sekitar 40-50 % kebutuhan air bersih & air minum masyarakat Arab Saudi diambil dari air laut ini. Industri desalinasi air laut di Jubail mengsuplai masyarakat Riyadh dan sekitarnya. Industri di Yanbu mengsuplai kebutuhan air di Madinah dan sekitarnya. Industri Shoaiba & Jedah mengsuplai kebutuhan warga Mekah dan sekitarya. Jadi bukan dari “sumur jamjam” tong.
Pemerintah juga sudah berinvestasi jutaan dolar untuk “solar desalination” dari tenaga surya. Hal lain yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengolah/mendaur ulang air sisa. Pemerintah juga selalu menghimbau warganya untuk berhemat dalam menggunakan air karena warga disini terkenal boros (terboros ketiga didunia) dalam pemakaian air.
Jadi, sudah airnya jarang, warganya suka “ciblon” bermain air. Karena itu jangan heran kalau mereka suka banget dengan air sampai surga digambarkan penuh air dan sampai rela melakukan perjalanan jauh hijrah temporer ke Puncak ya, antara lain, untuk “menggali” dan mencari lubang-lubang air itu. qiqiqi.
#sumberairarabsaudi
Penulis adalah dosen antropologi budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals (Arab Saudi), Visiting Senior Research Fellow di National University of Singapore, kontributor di Middle East Institute (Washington, D.C.), dan kolumnis Deutsche Welle (Jerman). Sebelum mengajar di Arab Saudi, ia pernah menjadi profesor tamu di University of Notre Dame, Indiana, Amerika Serikat. Ia memperoleh gelar doktor (PhD) dari Boston Universtity di bidang antropologi budaya.