Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Senin, Juni 16, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dialektika

Dies Natalis 74 Tahun HMI: Menjadi Episentrum Dialog Berbagai Perbedaan

by Redaksi
05/02/2021
in Dialektika
99
SHARES
704
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Ari Safari Mau, S.H, M.H*

PIRAMIDA.ID- Sejak bergabung di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada 2012, saya berhadapan dengan wacana-wacana keislaman dan keindonesiaan yang dengan berbagai penjelasan menjadi satu kesatuan yang saling mengisi.

Delapan tahun berada di organisasi mahasiswa ini, saya mulai meresapi bagaimana pandangan organisasi ini terhadap keislaman dan keindonesiaan yang jika ditelaah dari kacamata historis sebenarnya juga tidak tunggal. Secara epistemik, cara pandang HMI terhadap dua hal itu berubah dari masa ke masa.

Membaca teks-teks keislaman di Indonesia, saya mulai mampu merasakan bagaimana organisasi mahasiswa Islam ini mengalami keislaman dan keindonesiaan sekaligus. Pada titik inilah saya akan memulai refleksi ini.

Pada saat kemunculannya HMI memiliki pandangan bahwa ummat Islam pasca kolonial telah berada jauh dari agama. Budaya kolonial yang demikian sekular dan nyaris tidak melibatkan agama dalam aktivitas kenegaraannya menjadikan masyarakat mayoritas yang beragama islam, menjadi sangat jauh dari agama (khususnya masyarakat urban).

Sebab itu pula rumusan tujuan pendirian HMI pertama kali adalah untuk mempertinggi harkat dan martabat umat Islam Indonesia dengan mengembalikan agama ke dalam kehidupan bernegara dan kesehariannya.

Era di mana HMI berjuang untuk misi keagamaannya ini dimulai pada 1947 sampai pada 1957. Di samping misi-misi keagamaan itu HMI juga sekaligus ikut ambil bagian dalam mempertahankan kedaulatan negara pada agresi militer II. Saat-saat itu memang agama adalah inspirasi paling baik yang dimiliki Indonesia untuk sepenuhnya terbebas dari penjajahan.

Tapi pada saat orde baru mulai berkuasa dan stabilitas politik mulai dipertontonkan dan diperjuangkan habis-habisan oleh rezim, pada batang tubuh HMI kemudian muncul para pembaharu seperti Cak Nur yang mencoba mengelaborasikan Islam dengan Indonesia.

Bersebab pada perseteruannya dengan rezim, baik Orde Lama maupun Orde Baru, Islam pada saat itu kembali terpinggirkan. Aspek-aspek hukum di dalam agama yang kian mengemuka membuat para penguasa baik Presiden Soekarno maupun Presiden Soeharto merasa terganggu dengan pemikiran-pemikiran Islam yang mengedepankan aspek hukum.

Nurcholish Madjid, seorang lulusan Gontor sekaligus berlatar belakang keluarga Masyumi kemudian memberikan angin segar bagi wacana pembangunan Soeharto dan bagaimana Islam dapat berkontribusi untuk pembangunan itu.

Kemunculan Cak Nur dengan setumpuk wacana pembaharuannya membuat ummat Islam Indonesia tersadar bahwa keislaman yang mengedepankan aspek hukum pada levelnya yang paling parsial, bukanlah suatu pandangan yang dapat digunakan untuk berdialog dengan zaman, alih-alih dengan suatu rezim yang memiliki arah yang spesifik dalam menjalankan roda pemerintahannya.

Setumpuk wacana-wacana pembaharuan Cak Nur itu dirumuskan dalam jargon-jargon yang tidak cukup mudah untuk dicerna mayoritas masyarakat, meski tentu saja lebih dari cukup untuk menghentakkan kecenderungan fiqh dalam kehidupan beragama umat islam zaman itu. Di antara jargon yang paling terkenal adalah Islam Yes, Partai Islam No.

Dies Natalis 74 Tahun HMI: Menjadi Episentrum Dialog Berbagai Perbedaan

Jargon ini merupakan meta-kritik bagi cara pandang umat Islam terhadap politik, yang saat itu melihat politik dan negara sebagai soal-soal yang berkaitan secara langsung dengan halal-haram, surga-neraka dan iman-kufur.

Cak Nur memberikan uraian panjang lebar tentang bagaimana agama sama sekali tidak berbicara secara gamblang tentang bentuk negara dan cara tunggal dalam suksesi kepemimpinan. Uraian Cak Nur inilah kemudian yang membantu umat Islam Indonesia untuk berdamai dengan demokrasi yang telah dipilih sebagai jalan bernegara kita sejak negara ini didirikan.

Selain itu Cak Nur sebenarnya juga membuka keran-keran kebebasan berpikir bagi umat muslim yang telah mengalami kejumudan dan hanya berbicara urusan halal-haram tanpa pernah mau memahami urusan-urusan kompleks politik, kenegaraan bahkan tekhnologi dan kebudayaan.

Cak Nur dengan gigih mengkampanyekan wacana ‘Islam substantif’ yang mau tidak mau harus diperhadapkan dengan ‘Islam simbolik’ yang menjadi cara berpikir khas umat muslim arus utama di hari-hari itu.

Kampanyenya yang tak mengenal lelah itu, selain membuahkan hasil bagi umat, juga mendapatkan kritik-kritik tajam dari pemuka agama saat itu. Dukungan yang ia dapatkan tidak sebanyak kritik dan fitnah yang diterimanya. Tapi begitulah Cak Nur, ia berbicara dengan lisan dan tata bahasa yang jauh melampaui zamannya.

Setelah semua perjuangan Cak Nur itu, bagaimanakah kondisi alam pikiran umat Islam Indonesia hari ini? kita sama-sama tahu, pemilu 2019 telah meninggalkan cerita tragis bagi kehidupan keberagamaan kita di Indonesia. Saat itu ulama yang menginsinuasikan dirinya sebagai perwakilan umat Islam arus utama ikut di dalam pertarungan politik dan secara terang-terangan menjadi microphone bagi Prabowo Subianto yang kemudian kalah dalam pemilu tersebut.

Pembelahan di kalangan umat Islam Indonesia saat itu kian kentara, sebab para tokohnya membelah dua calon presiden itu kepada dua terminologi. Yang satu disebut hizbullah dan yang lain disebut hizbussyaithan. Politik agama yang simbolik ini–untuk tidak menyebutnya sebagai politisasi agama, harus diakui telah membawa dampak tertentu bagi berjalannya roda kenegaraan kita.

Sampai konsensus antara kedua pasangan calon terjadi, kelompok-kelompok masyarakat yang terlanjur memahami pemilu sebagai pertempuran antara Si Jahat dan Si Baik pun tetap pada posisi pikirannya.

Perlawanan dari umat muslim yang mengalami mis-konsepsi dengan petahana pun tetap terpatri dalam protes-protes destruktif, bahkan nyaris anti pemerintah.

Pada situasi ini cara berpikir Islam jalan tengah atau ‘Islam substantif’ pun mengalami kebuntuan untuk muncul ke permukaan–sebab menjadi juru damai di tengah kekacauan pikiran publik, itu sama artinya dengan berdiri di sudut sisi yang sama ekstremnya.

Tantangan cara berpikir ‘Islam simbolik’ ini merupakan tantangan yang tidak pernah usai. Himpunan Mahasiswa Islam melalui Nilai-Nilai Dasar Perjuangan yang dirumuskan Cak Nur setengah abad yang lalu harus mengambil peran konkret. Situasi mis-konsepsi ini merupakan keretakan epistemik zaman ini yang sekaligus adalah efek buruk industrialisasi dan pembangunan.

Daripada itu saya mengajukan satu pemikiran bahwa betapa perlu kita, kader-kader HMI untuk menjadikan organisasi sebagai sekolah-sekolah bagi perdamaian, resolusi dan lebih mendasar lagi bagi dialog atas perbedaan-perbedaan.

Pemikiran khas HMI adalah pemikiran yang mencoba melihat segala sesuatu sampai pada akar masalahnya, pada substansi segala sesuatu.

74 tahun umur Himpunan ini, kita harus membentuk kembali berbagai pelatihan yang dapat memunculkan generasi-generasi pendidik, generasi misi yang memberikan kesadaran bagi masyarakat tentang pentingnya berdialog dan berkolaborasi menuju Indonesia maju dan sejahtera.(*)


Penulis merupakan kandidat Ketua Umum PB HMI.

Tags: #HMI#Indonesia#Islam#refleksi
Share40SendShare

Related Posts

Pidato Lengkap Jefri Gultom di Dies Natalis GMKI ke-74: Bangkit Ditengah Pergumulan

26/02/2024

Bangkit Ditengah Pergumulan Pidato 74 tahun GMKI Jefri Edi Irawan Gultom Para peletak sejarah selalu berpegang pada prinsip ini, ‘’perjalanan...

Pewaris Opera Batak

11/07/2023

Oleh: Thompson Hs* PIRAMIDA.ID- Tahun 2016 saya menerima Anugerah Kebudayaan dari Kemdikbud (sekarang Kemendikbudristek) Republik Indonesia di kategori Pelestari. Sederhananya,...

Mengapa Membahas Masa Depan Guru “Dianggap” Tidak Menarik?

01/05/2023

Oleh: Agi Julianto Martuah Purba PIRAMIDA.ID- “Mengapa sejauh ini kampus kita tidak mengadakan seminar tentang tantangan dan strategi profesi guru di...

Membangun Demokrasi: Merawat Partisipasi Perempuan di Bidang Politik

14/04/2023

Oleh: Anggith Sabarofek* PIRAMIDA.ID- Demokrasi, perempuan dan politik merupakan tiga unsur yang saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Berbicara mengenai...

Dari Peristiwa Kanjuruhan Hingga Batalnya Indonesia Tuan Rumah Piala Dunia U-20

03/04/2023

Oleh: Edis Galingging* PIRAMIDA.ID- Dunia sepak bola tanah air sedang merasakan duka yang dalam. Kali ini, duka itu hadir bukan...

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023

Oleh: Muhammad Muharram Azhari* PIRAMIDA.ID- Pengertian disiplin menurut Elizabeth Hurtock mengemukakan bahwa; Disiplin itu berasal dari kata "discipline", yaitu seseorang...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Refleksi Hari Lahir Pancasila, Fawer Sihite: Kita Harus Dengarkan Hati Nurani Rakyat

01/06/2025
Berita

Kalah Sebagai Calon Ketua Umum, Fawer Sihite Pastikan Dukung Kepemimpinan Prima Surbakti dan Jessica Worouw di GMKI

28/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

GMKI Cabang Bandar Lampung Ungkap Krisis Kepolisian di Daerah Lampung: “Kekuasaan Tanpa Kendali, Rakyat Tanpa Perlindungan”

01/05/2025

Populer

Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Ekologi

Mengenal Prof. Mr. St. Munadjat Danusaputro, Guru Besar Hukum Lingkungan Hidup

22/06/2020
ilustrasi/getty images
Pojokan

Sejarah Tai

03/08/2020
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba