Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Kamis, Februari 9, 2023
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Sorot Publik

Drakor, Drama Kotor Melukai Novel Baswedan Berkali Kali

by Redaksi
13/06/2020
in Sorot Publik
98
SHARES
699
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Dian Andryanto*

PIRAMIDA.ID- Amarah bisa lepas kendali. Ketika hukum dan keadilan menjadi satu-satunya harapan terhadap kemanusiaan di negeri ini, berdiri rapuh. Dengkulnya kopong, berdiri pun tak mampu. Goyah tak karuan. Bergetar penopangnya

Wajah hukum dilumuri jelaga tanpa kekuatan moral, di depan rakyat yang melihat sejelas-jelasnya, tanpa butuh kaca pembesar. Keadilan begitu pincang dipertontonkan di depan publik bagai sirkus murahan, tidak menghibur, justru memuakkan.

Dua orang anggota kepolisian yang dengan lantang meneriakkan Novel Baswedan pengkhianat, yang dengan pongah menyampaikan sakit hati dan dendam, entah sakit hati yang mana dan dendam karena apa hingga tega melakukan penyiraman air keras kepada Novel, saat pulang salat subuh, Selasa, 11 April 2017.

Dua orang itu, Brigadir Rahmat Kadir Mahulette dan Bripka Ronny Bugis, setelah dua tahun, tiba-tiba disebut tertangkap sebagai penyiram air keras ke wajah penyidik senior KPK Novel Baswewdan.

Keduanya selama itu diam-diam saja dalam markas Brimob, bagai kutu dan lintah. Justru merekalah seharusnya yang menyedot darah korps tempat mereka bernaung, merekalah yang memalukan aparat yang hukum dan keadilan seharusnya dijunjung sebagai mahkotanya. Mereka itu yang mencemarkan satuan Brimob dalam catatan sejarah di negeri ini.

Si Kadir dan si Ronny, saat digelandang senyam senyum di depan awak media, tangan hanya diikat pengikat plastik, tak seperti maling yang sampai diborgol besi. Lihat wajah mereka, optimisme tergambar jelas hanya akan melalui serangkaian pengadilan yang seakan mereka tahu ujung vonisnya.

Seperti pemain drama amatiran, mereka pun sekonyong-konyong berteriak-teriak tentang betapa sakit hatinya mereka kepada Novel Baswedan yang punya catatan gemilang sebagai penyidik KPK yang menyisir dan menangkapi para koruptor, tak pandang bulu dari mana “para tikus” itu berasal. Sakit hati mereka, entah apa. Mantan bukan, kenal pun tidak.

Alasan kebencian yang amat sangat secara pribadi itu, yang Kadir teriakkan itu, menjadi dasar bahwa tindakan mereka dilakukan secara pribadi. Tidak teroganisir, tidak ada yang menyuruh, tidak ada yang mengatur, tidak ada dalangnya. Tentu sja, publik tak bisa ditipu mentah-mentah pula. Apalagi aktingnya terlalu kentara dibuat-buat, dan jadi rangkaian ceritanya.

Sejak mula, Novel Baswedan sudah menyampaikan bahwa pengadilan terhadap kedua terdakwa itu formalitas saja. “Tim advokasi menilai bahwa sidang penyiram air keras terhadap Novel Baswedan tidak lain hanyalah formalitas belaka. Sidang dilangsungkan cepat, tidak ada eksepsi, tidak berorientasi mengungkap aktor intelektual, dan kemungkinan besar berujung hukuman yang ringan,” kata perwakilan tim advokasi M Isnur, 20 Maret 2020.

Terbukti. Kadir dan Ronny dituntut Jaksa Penuntut Umum hukuman penjara 1 tahun, Kamis, 11 Juni 2020.

Ancaman hukuman penjara 1 tahun tuntutan jaksa itu, belum sampai vonis hakim, memang, di banyak kasus, vonis hakim tak lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Bisa hanya 8 bulan saja, ketuk palunya, bagaimana jika begitu?

Menyiram air keras kepada penyidik KPK hingga buta sebelah matanya dan rusak satu mata lainnya dituntut 1 tahun penjara. Bandingkan dengan Bongku, warga suku Sakai yang menanam ubi kayu di tanah ulayatnya sendiri dan dituntut perusahaan konsesi hutan, dituntut setahun juga.

Sumpah atas nama Tuhan dalam jabatan penegak hukum rupanya seperti nyanyian mainan saja. Tak punya efek dalam jiwa mereka.

“Bahwa dalam fakta persidangan, terdakwa tidak pernah menginginkan melakukan penganiayaan berat. Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman cairan air keras ke Novel Baswedan ke badan. Namun mengenai kepala korban. Akibat perbuatan terdakwa, saksi Novel Baswedan mengakibatkan tidak berfungsi mata kiri sebelah hingga cacat permanen,” ujar jaksa saat membacakan tuntutan, di PN Jakarta Utara.

Dengan kata lain, dua durjana itu disebut “tak sengaja” melakukan penyiraman air keras, maunya ke tubuh, eh kena wajah dan membutakan mata. Itu dianggap tak memenuhi dakwaan primer.

Tak sengaja yang di luar nalar orang waras.

Jaksa meyakini mereka bersalah melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Adapun hal yang memberatkan keduanya dinilai jaksa perbuatan mencederai institusi Polri. Sedangkan hal yang meringankannya adalah Rahmat Kadir belum pernah dihukum dan mengabdi di Polri selama 10 tahun.

Jika mengabdi ke aparat lebih 10 tahun kemudian berbuat kriminal maka bisa diringankan hukumannya. Bahasa apa ini? Di mana keadilan yang berlaku sama untuk siapapun, untuk semua orang?

Pasal penganiayaan memang diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun, dan jaksa itu menuntut sebagai penganiayaan berat tapi dengan penjara 1 tahun. Kecerdasan publik sedang diuji, memang. Cendol dawet saja jelas bedanya.

Penganiayaan berat berarti penganiayaan yang mengakibatkan luka berat, dan menurut KUHP diancam hukuman pidana penjara maksimal 5 tahun. Sebagaimana diterangkan Pasal 351 ayat (2) KUHP menyatakan: “Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

Hal itu saja tidak dijalankan dengan baik. Jaksa bisa saja berdalih dengan kata “paling lama”, jadi boleh dong dituntut 1 tahun. Jadi terlihat basa basinya, mengapa tidak sekalian dituntut setengah hari penjara saja, bukankah setengah hari penjara memenuhi kaidah “paling lama lima tahun” itu?

*

Inilah satu wajah hukum di negeri ini yang terpampang jelas di depan mata. Tanpa tedeng aling-aling. Vulgar diperlihatkan.

Novel Baswedan bukan hanya seorang lelaki yang disiram air keras, membutakan sebelah matanya, merusak mata lainnya, yang akan ia tanggung seumur hidupnya, bukan itu saja, ia menjadi cermin bagaimana keadilan ditegakkan ini hari di negeri ini.

Seorang pejabat penyidik KPK yang terhormat saja bisa diperlakukan seperti itu, bagaimana dengan jelata yang memohon keadilan ditegakkan sebenar-benarnya? Bagaimana dengan kita yang remah-remah ini menuntut hukum tak selalu tajam ke bawah namun tumpul terus ke atas? Bagaimana rakyat merasa terlindungi hak memperoleh keadilan dan terjaganya hak asasi manusianya jika yang dipertontonkan drakor, drama kotor seperti ini?

Di banyak film thriller, orang-orang yang sedia menjadi kambing hitam dan kambing congek itu setelah semua usai, kemudian ditemukan mengambang di kali, atau gantung diri di rumah kontrakan, atau sakau narkoba hingga rusak otaknya tidak tahu lagi letak tangan kiri dan kanannya.

Saya pun berseloroh, bagaimana agar hukuman 1 tahun itu diabaikan saja, dan Novel Baswedan boleh membalas menyiramkan air keras kepada Kadir dan Ronny, siramkan kakinya eh yang kena kok mulutnya, siramkan ke lengannya eh yang kena kok hidungnya. Rasanya fair, jika sistem keadilan yang punya segala instrumen itu buntu menegakkan hukum dan menerapkan keadilan baginya.

Tentu saja Novel Baswedan, para aktivis hukum dan kemanusiaan, serta publik yang waras tak akan setuju dengan selorohan saya itu. Negeri ini dibuat dengan segala undang-undang, sistem hukum, oleh para jawara hukum negeri ini, bukan dengan kaidah nyolok mata di balas nyolok mata, jewer kuping dibalas jewer kuping, dan toyor kepala dibalas toyor kepala. Rasa keadilan lebih utama dari itu semua.

Dan, sekarang kita merasakan rasa keadilan itu tak ada di tempatnya. Rasa keadilan itu hilang seperti saat mereka selesai prosesi mengucap sumpah atas nama Tuhannya.

Ujian untuk Novel Baswedan bertambah besar. Diangkatlah ia derajat dan martabatnya, dikuatkanlah diri dan keluarganya.

Amarah terbaik jika tak terkendali adalah menyerahkan sepenuhnya kepada pemilik hidup dan mati, dalam doa berlaksa-laksa banyaknya. Dia menjadi keadilan sejati, setelah segala upaya dikerahkan. Dia akan menentukan keadilan hakiki saat tak siapapun bisa main drama lagi dan sembunyi dari-Nya.

Pondok Labu, 12 06 2020


Penulis merupakan pegiat media sosial

Tags: #NovelBaswedan#penyidikKPK#PenyiramanAirKerasheadline
Share39SendShare

Related Posts

Gelar RUAC, Maruli Tua Sihombing Terpilih sebagai Ketua PMKRI Pematang Siantar

13/12/2022

PIRAMIDA.ID- Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) PMKRI Pematangsiantar yang dilaksanakan di Manggala Agni DAOPS Sumatera II, Aek Nauli Kabupaten Simalungun...

Dorong Pertumbuhan Ekonomi, Ketua ILAJ: Semua Pihak Harus Dukung Kehadiran PT. BAI

25/10/2022

JAKARTA - Ketua Institution of Law And Justice - ILAJ atau Yayasan Lembaga Hukum dan Keadilan menyebut kehadiran PT Bintan...

HUT TNI Ke-77, Fawer Sihite Apresiasi Kinerja Panglima TNI

05/10/2022

PIRAMIDA.ID - Hari Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia (HUT TNI) diperingati setiap 5 Oktober. Hari ini, peringatan HUT ke-77 TNI...

ilustrasi/gatra.com

Mengkampanyekan Upaya Cegah Bunuh Diri

30/04/2022

Oleh: Rina Adriani Silalahi* PIRAMIDA.ID- Hari Kesehatan Jiwa sedunia diperingati tanggal 10 Oktober setiap tahunnya, namun tak ada salahnya bila...

Apa yang Perlu Kita Waspadai saat Membaca Berita?

29/03/2022

PIRAMIDA.ID- Media sosial maupun media konvensional punya peran penting dalam menyebarluaskan terobosan ilmiah ke publik. Namun, sebagai pembaca, kita juga...

Dampak Industri Pertambangan Terhadap Kondisi Sosial Masyarakat di Kepulauan Sangihe

24/03/2022

Oleh: Tesis Samuntia, Jovano Apituley, Violeta Kawengian, Patricia Pandeiroot, Kimberly Mantik* PIRAMIDA.ID- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 33 ayat...

Load More

Tinggalkan Komentar Batalkan balasan

Terkini

Berita

Timsel KPU Kepri Terbentuk, GMKI & GAMKI Tanjungpinang: Junjung Integritas dan Profesional

08/02/2023
Berita

Lantik dan Bimtek PKD, Panwascam Purbatua Ingatkan Perlunya Kemampuan Pengawasan dan Integritas

07/02/2023
Berita

Lantik PKD, Ketua Panwaslu Dolok Panribuan Ingatkan Jajaran Jaga Integritas

07/02/2023
Edukasi

Membangun Kesadaran Bela Negara Masyarakat Indonesia

06/02/2023
Berita

Kelompok Senior Peduli GMKI Serahkan Bantuan Inventaris kepada PP GMKI

04/02/2023
Berita

Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas: DPP PARKINDO Berkolaborasi dengan KND dalam menghilangkan Stigma terhadap Disabilitas di Gereja

03/02/2023

Populer

Edukasi

Peran Pemuda dan Mahasiswa untuk Pengembangan SDM

03/02/2023
Berita

Peringati 9 tahun Gugurnya 7 Relawan Kemanusiaan GMKI, GMKI Kutacane Gelar Ibadah Peringatan Hari Relawan

03/02/2023
Berita

Lantik dan Bimtek PKD, Panwascam Purbatua Ingatkan Perlunya Kemampuan Pengawasan dan Integritas

07/02/2023
Berita

Kelompok Senior Peduli GMKI Serahkan Bantuan Inventaris kepada PP GMKI

04/02/2023
ilustrasi: tirto.id/Gery
Sains

Apa itu Teori Evolusi Darwin?

27/01/2023
Berita

Resmi Sertijab, Ini Struktur PP GMKI 2022-2024

01/02/2023

FULL CAFE SIANTAR DI JALAN NARUMONDA ATAS NO 30

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2021 Piramida ID

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba Terbaik destinasi wisata dunia

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2021 Piramida ID

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba Terbaik destinasi wisata dunia