Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Sabtu, Mei 24, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Sorot Publik

Drakor, Drama Kotor Melukai Novel Baswedan Berkali Kali

by Redaksi
13/06/2020
in Sorot Publik
98
SHARES
700
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Dian Andryanto*

PIRAMIDA.ID- Amarah bisa lepas kendali. Ketika hukum dan keadilan menjadi satu-satunya harapan terhadap kemanusiaan di negeri ini, berdiri rapuh. Dengkulnya kopong, berdiri pun tak mampu. Goyah tak karuan. Bergetar penopangnya

Wajah hukum dilumuri jelaga tanpa kekuatan moral, di depan rakyat yang melihat sejelas-jelasnya, tanpa butuh kaca pembesar. Keadilan begitu pincang dipertontonkan di depan publik bagai sirkus murahan, tidak menghibur, justru memuakkan.

Dua orang anggota kepolisian yang dengan lantang meneriakkan Novel Baswedan pengkhianat, yang dengan pongah menyampaikan sakit hati dan dendam, entah sakit hati yang mana dan dendam karena apa hingga tega melakukan penyiraman air keras kepada Novel, saat pulang salat subuh, Selasa, 11 April 2017.

Dua orang itu, Brigadir Rahmat Kadir Mahulette dan Bripka Ronny Bugis, setelah dua tahun, tiba-tiba disebut tertangkap sebagai penyiram air keras ke wajah penyidik senior KPK Novel Baswewdan.

Keduanya selama itu diam-diam saja dalam markas Brimob, bagai kutu dan lintah. Justru merekalah seharusnya yang menyedot darah korps tempat mereka bernaung, merekalah yang memalukan aparat yang hukum dan keadilan seharusnya dijunjung sebagai mahkotanya. Mereka itu yang mencemarkan satuan Brimob dalam catatan sejarah di negeri ini.

Si Kadir dan si Ronny, saat digelandang senyam senyum di depan awak media, tangan hanya diikat pengikat plastik, tak seperti maling yang sampai diborgol besi. Lihat wajah mereka, optimisme tergambar jelas hanya akan melalui serangkaian pengadilan yang seakan mereka tahu ujung vonisnya.

Seperti pemain drama amatiran, mereka pun sekonyong-konyong berteriak-teriak tentang betapa sakit hatinya mereka kepada Novel Baswedan yang punya catatan gemilang sebagai penyidik KPK yang menyisir dan menangkapi para koruptor, tak pandang bulu dari mana “para tikus” itu berasal. Sakit hati mereka, entah apa. Mantan bukan, kenal pun tidak.

Alasan kebencian yang amat sangat secara pribadi itu, yang Kadir teriakkan itu, menjadi dasar bahwa tindakan mereka dilakukan secara pribadi. Tidak teroganisir, tidak ada yang menyuruh, tidak ada yang mengatur, tidak ada dalangnya. Tentu sja, publik tak bisa ditipu mentah-mentah pula. Apalagi aktingnya terlalu kentara dibuat-buat, dan jadi rangkaian ceritanya.

Sejak mula, Novel Baswedan sudah menyampaikan bahwa pengadilan terhadap kedua terdakwa itu formalitas saja. “Tim advokasi menilai bahwa sidang penyiram air keras terhadap Novel Baswedan tidak lain hanyalah formalitas belaka. Sidang dilangsungkan cepat, tidak ada eksepsi, tidak berorientasi mengungkap aktor intelektual, dan kemungkinan besar berujung hukuman yang ringan,” kata perwakilan tim advokasi M Isnur, 20 Maret 2020.

Terbukti. Kadir dan Ronny dituntut Jaksa Penuntut Umum hukuman penjara 1 tahun, Kamis, 11 Juni 2020.

Ancaman hukuman penjara 1 tahun tuntutan jaksa itu, belum sampai vonis hakim, memang, di banyak kasus, vonis hakim tak lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Bisa hanya 8 bulan saja, ketuk palunya, bagaimana jika begitu?

Menyiram air keras kepada penyidik KPK hingga buta sebelah matanya dan rusak satu mata lainnya dituntut 1 tahun penjara. Bandingkan dengan Bongku, warga suku Sakai yang menanam ubi kayu di tanah ulayatnya sendiri dan dituntut perusahaan konsesi hutan, dituntut setahun juga.

Sumpah atas nama Tuhan dalam jabatan penegak hukum rupanya seperti nyanyian mainan saja. Tak punya efek dalam jiwa mereka.

“Bahwa dalam fakta persidangan, terdakwa tidak pernah menginginkan melakukan penganiayaan berat. Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman cairan air keras ke Novel Baswedan ke badan. Namun mengenai kepala korban. Akibat perbuatan terdakwa, saksi Novel Baswedan mengakibatkan tidak berfungsi mata kiri sebelah hingga cacat permanen,” ujar jaksa saat membacakan tuntutan, di PN Jakarta Utara.

Dengan kata lain, dua durjana itu disebut “tak sengaja” melakukan penyiraman air keras, maunya ke tubuh, eh kena wajah dan membutakan mata. Itu dianggap tak memenuhi dakwaan primer.

Tak sengaja yang di luar nalar orang waras.

Jaksa meyakini mereka bersalah melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Adapun hal yang memberatkan keduanya dinilai jaksa perbuatan mencederai institusi Polri. Sedangkan hal yang meringankannya adalah Rahmat Kadir belum pernah dihukum dan mengabdi di Polri selama 10 tahun.

Jika mengabdi ke aparat lebih 10 tahun kemudian berbuat kriminal maka bisa diringankan hukumannya. Bahasa apa ini? Di mana keadilan yang berlaku sama untuk siapapun, untuk semua orang?

Pasal penganiayaan memang diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun, dan jaksa itu menuntut sebagai penganiayaan berat tapi dengan penjara 1 tahun. Kecerdasan publik sedang diuji, memang. Cendol dawet saja jelas bedanya.

Penganiayaan berat berarti penganiayaan yang mengakibatkan luka berat, dan menurut KUHP diancam hukuman pidana penjara maksimal 5 tahun. Sebagaimana diterangkan Pasal 351 ayat (2) KUHP menyatakan: “Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

Hal itu saja tidak dijalankan dengan baik. Jaksa bisa saja berdalih dengan kata “paling lama”, jadi boleh dong dituntut 1 tahun. Jadi terlihat basa basinya, mengapa tidak sekalian dituntut setengah hari penjara saja, bukankah setengah hari penjara memenuhi kaidah “paling lama lima tahun” itu?

*

Inilah satu wajah hukum di negeri ini yang terpampang jelas di depan mata. Tanpa tedeng aling-aling. Vulgar diperlihatkan.

Novel Baswedan bukan hanya seorang lelaki yang disiram air keras, membutakan sebelah matanya, merusak mata lainnya, yang akan ia tanggung seumur hidupnya, bukan itu saja, ia menjadi cermin bagaimana keadilan ditegakkan ini hari di negeri ini.

Seorang pejabat penyidik KPK yang terhormat saja bisa diperlakukan seperti itu, bagaimana dengan jelata yang memohon keadilan ditegakkan sebenar-benarnya? Bagaimana dengan kita yang remah-remah ini menuntut hukum tak selalu tajam ke bawah namun tumpul terus ke atas? Bagaimana rakyat merasa terlindungi hak memperoleh keadilan dan terjaganya hak asasi manusianya jika yang dipertontonkan drakor, drama kotor seperti ini?

Di banyak film thriller, orang-orang yang sedia menjadi kambing hitam dan kambing congek itu setelah semua usai, kemudian ditemukan mengambang di kali, atau gantung diri di rumah kontrakan, atau sakau narkoba hingga rusak otaknya tidak tahu lagi letak tangan kiri dan kanannya.

Saya pun berseloroh, bagaimana agar hukuman 1 tahun itu diabaikan saja, dan Novel Baswedan boleh membalas menyiramkan air keras kepada Kadir dan Ronny, siramkan kakinya eh yang kena kok mulutnya, siramkan ke lengannya eh yang kena kok hidungnya. Rasanya fair, jika sistem keadilan yang punya segala instrumen itu buntu menegakkan hukum dan menerapkan keadilan baginya.

Tentu saja Novel Baswedan, para aktivis hukum dan kemanusiaan, serta publik yang waras tak akan setuju dengan selorohan saya itu. Negeri ini dibuat dengan segala undang-undang, sistem hukum, oleh para jawara hukum negeri ini, bukan dengan kaidah nyolok mata di balas nyolok mata, jewer kuping dibalas jewer kuping, dan toyor kepala dibalas toyor kepala. Rasa keadilan lebih utama dari itu semua.

Dan, sekarang kita merasakan rasa keadilan itu tak ada di tempatnya. Rasa keadilan itu hilang seperti saat mereka selesai prosesi mengucap sumpah atas nama Tuhannya.

Ujian untuk Novel Baswedan bertambah besar. Diangkatlah ia derajat dan martabatnya, dikuatkanlah diri dan keluarganya.

Amarah terbaik jika tak terkendali adalah menyerahkan sepenuhnya kepada pemilik hidup dan mati, dalam doa berlaksa-laksa banyaknya. Dia menjadi keadilan sejati, setelah segala upaya dikerahkan. Dia akan menentukan keadilan hakiki saat tak siapapun bisa main drama lagi dan sembunyi dari-Nya.

Pondok Labu, 12 06 2020


Penulis merupakan pegiat media sosial

Tags: #NovelBaswedan#penyidikKPK#PenyiramanAirKerasheadline
Share39SendShare

Related Posts

DI GUYUR HUJAN PHBG GMIH BAIT’EL IDAMGAMLAMO SUKSES MELAKSANAKN GERAK JALAN POCO-POCO

16/04/2025

PIRAMIDA.ID - Menyambut Paskah Tahun 2025 panitia hari-hari besar Gerejawi (PHBG) GMIH Bait'el Idamgamlamo melaksanakan perlombaan Gerak jalan poco-poco pada...

gbr : Iptu L.Manurung dan Personil di lokasi yang diduga tempat perjudian

Warga : Kerja Kapolsek Saribudolok Itu Apa,Tangkap dan Berantas Judilah Baru Paten

06/05/2024

Piramida.id|Simalungun – Kapolsek Saribudolok dituding dan diduga sengaja melakukan pembiaran bahkan perlindungan terhadap kegiatan judi yang sedang marak terjadi di...

Illustrasi

Ratu Sabu Beraksi, Gunung Malela Diteror Narkoba Polsek Dicurigai

25/04/2024

Piramida.id|Simalungun – Sejumlah Warga kecamatan Gunung malela, kabupaten Simalungun, Sumut, menyatakan rasa ketidak percayaannya terhadap kinerja jajaran Polsek Bangun yang...

Jalin Kekompakan, Lapas Kelas IIA Pematangsiantar Gelar Berbagai Kegiatan Sebelum Buka Puasa

18/03/2024

Piramida.id|Siantar - 16 Maret 2024 Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah, kali ini dalam mengisi waktu sebelum berbuka Puasa...

Dana Desa Bukit Rejo Dipertanyakan, Pangulu Pilih Bungkam

01/03/2024

Piramida.id|Simalungun – Ricardo Nainggolan Sekretaris Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Simalungun meragukan kebenaran alokasi dana desa nagori Bukit Rejo, kecamatan...

Lokasi Peredaran Narkoba Bangsal Diramaikan Polisi,Kenziro Pucat

20/02/2024

Piramida.id|Siantar – Kawasan Bangsal, kelurahan Melayu, kecamatan Siantar Utara, Pematangsiantar, mendadak padat, Jalan Raya Wahidin pun spontan dipadati kendaraan dan...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

GMKI Cabang Bandar Lampung Ungkap Krisis Kepolisian di Daerah Lampung: “Kekuasaan Tanpa Kendali, Rakyat Tanpa Perlindungan”

01/05/2025
Berita

Fawer Sihite Luncurkan Buku “Menghidupi Kembali Ut Omnes Unum Sint”: Refleksi dan Kebangkitan GMKI

22/04/2025
Edukasi

Refleksi Paskah dan Titik Balik Kebangkitan Ekonomi Indonesia

20/04/2025

Populer

Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
Edukasi

Peran Pemuda dan Mahasiswa untuk Pengembangan SDM

03/02/2023
Berita

Resmi Sertijab, Ini Struktur PP GMKI 2022-2024

01/02/2023
Spiritualitas

Kasih Sebagai Perintah Baru

26/07/2020
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Pojokan

Aku dan Sejuta Masalah Hidupku

17/06/2021
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba