Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Kamis, Juni 26, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Ekologi

Ekosida: Kejahatan Lingkungan yang Berpotensi Melahirkan Genosida

by Redaksi
03/01/2021
in Ekologi
100
SHARES
714
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Ada istilah yang terus dipopulerkan untuk kejahatan lingkungan hidup, yaitu ekosida atau ecoside. Penamaan secara khusus itu penting, untuk memberi tekanan bahwa perusakan lingkungan adalah sebuah kejahatan. Namun, menurut Kepala Desk Politik, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional, Khalisah Khalid, itu bukan kampanye yang mudah.

“Memang kita dihadapkan pada kenyataan sulit, untuk membawa kejahatan ekosida masuk menjadi wacana publik atau wacana yang ada di pengambil kebijakan. Kita sudah memproduksi gagasan ini sejak 2004 kemudian 2005 menerbitan bukunya,” kata Khalisah.

Khalisah menyampaikan itu dalam paparan hasil riset Kejahatan Lingkungan Hidup (Ekosida) di Mata Publik. Acara diselenggarakan Walhi Kalimantan Tengah, Rabu (30/12) sore. Dia mengatakan, kejahatan sektor lingkungan, yang menyebabkan kerusakan luar biasa, telah terjadi selama bertahun-tahun di Indonesia. Kalimantan Tengah menjadi daerah yang bisa dijadikan contoh, bagaimana kebakaran hutan dan lahan terjadi sejak 1997 dan terus berulang, dengan dampak luar biasa dan tidak bisa dipulihkan.

Kampanye Lingkungan Dunia

Ekosida adalah prakarsa internasional. Setelah PBB menyepakati Statuta Roma pada 17 Juli 1998, yang memungkinkan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengadili kejahatan kemanusiaan dan mencabut kekebalan hukum. Ada empat kejahatan yang ditangani ICC, yaitu kejahatan kemanusiaan, genosida, kejahatan perang, dan agresi. Pada 2011, Polly Higgins, seorang pengacara dari Inggris menginisiasi amandemen Statuta Roma. Dia ingin ekosida menjadi kejahatan yang bisa dibawa ke ICC. Namun, upaya itu belum berhasil hingga saat ini dan Higgins meninggal pada 2019.

Khalisa mengatakan, ICC sebenarnya memberi respon dan mengajak masyarakat global untuk memberikan perhatian serius kepada konfik agraria dan kejahatan lingkungan. Karena itulah, kampanye mengenai ekosida menjadi penting, khususnya di Indonesia, yang selama ini digawangi Walhi.

“Sayangnya, kasus Lumpur Lapindo diputuskan dalam paripurna Komnas HAM bukan sebagai pelanggaran berat HAM, karena tidak ditemukan terminologi kejahatan ekosida dalam UU 26 tahun 2000, tentang Pengadilan HAM. Jadi, kita terbentur hukum yang formalistik,” tambah Khalisa.

Walhi sebenarnya berharap ada terobosan hukum yang diambil ketika itu, yang tujuannya memberikan keadlan bagi korban dan lingkungan. Namun, karena ekosida tidak menjadi perhatian, bahkan sampai saat ini, terobosan hukum semacam itu tidak pernah diambil.

Untuk menekan pemerintah dalam isu ini, Walhi melakukan riset kepada 1.000 responden di tujuh provinsi, seputar pemahaman mereka terkait ekosida. Hasilnya, lebih 85 persen reponden berumur 16-25 tahun sudah mengetahui, bahwa persoalan lingkungan hidup adalah persoalan struktural dan melibatkan korporasi sebagai kekuatan besarnya. Mereka juga tahu, bahwa ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah dan kemudahan izin yang diberikan.

Responden juga memahami bahwa hak atas lingkungan hidup adalah hak asasi manusia. Sebagian besar responden juga menilai, kejahatan lingkungan adalah pelanggaran berat HAM.

“Bahkan yang sudah tahu tentang ekosida itu angkanya lumayan besar, di atas 50 persen. Sebagai sebuah diskursus baru, mengenal kata ekosida saja itu sudah cukup sangat, meskipun perlu didalami lebih lanjut, sejauh mana pemahamannya,” lanjut Khalisa.

Libatkan Anak Muda Pedalaman

Aktivis lingkungan Pinarsita Juliana dari Save Our Borneo menyebut, pemahaman mengenai ekosida juga perlu bagi anak muda di kawasan pedalaman. Banyak aktivitas terkait lingkungan yang mulai diakrabi anak muda perkotaan, tetapi di pedesaan atau bahkan pedalaman, seperti Kalimantan Tengah, kampanye perlu lebih difokuskan. Juliana mengusulkan riset-riset terkait kejahatan lingkungan untuk lebih besar melibatkan anak muda pedalaman.

Sebagai aktivis yang terlibat dalam aksi advokasi di Kalimantan, Jualiana mengaku bisa memahami ekosida sebagai sesuatu yang tidak jauh dari genosida. Apalagi, dia dan banyak aktivis lain saat ini sedang melakukan advokasi untuk masyarakat adat Dayak di Kinipan, Kalimantan Tengah.

“Apa yang sedang terjadi di Kinipan saat ini adalah ekosida dalam bentuk deforestasi. Ketika ruang hidup mereka hilang, sumber daya alam mereka juga hampir habis, karena eksploitasi dari perkebunan kelapa sawit, yang mana ekosida ini, deforestasi ini, ujung-ujungnya bisa jadi kepunahan juga terhadap masyarakat adat Dayak Kinipan,” kata Juliana.

Juliana juga mengusulkan, wacana ekosida kini tidak lagi fokus dimasukkan dalam kebijakan pemerintah, tetapi masuk lebih dini melalui kurikulum sekolah.

“Sampai saat ini belum ada kurikulum di Indonesia yang berbasis lingkungan. Padahal masalah yang selalu kita hadapi selalu berkaian dengan lingkungan,” ujarnya.

Indikasi Korporasi Pelau Ekosida

Akademisi hukum Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Mariaty A Niun menilai perlu adanya kejelasan soal korporasi terkait tindak ekosida itu sendiri. Sebuah rumusan diperlukan, untuk menentukan korporasi semacam apa yang telah melakukan ekosida. Riset selanjutnya dalam tema ini, perlu memperhatikan hal itu, terutama jika ingin ekosida masuk dalam ranah hukum.

“Apakah semua korporasi itu kemudian menjadi pelaku kejahatan ekosida? Ketika kita lihat judul penelitiannya, kan pertanyaannya, berarti korporasi sebagai pelaku kejahatan lingkungan dan bisa jadi itu masuk dalam ekosida. Tetapi kemudian, korporasi yang seperti apa?” tanya Mariaty.

Karena itulah, dalam wacana ekosida ini, Mariaty memandang perlu ditetapkannya sebuah indikator.

“Kita mungkin tidak bisa mengkategorikan semua korporasi sebagai pelaku, ketika kita tidak mempunyai indikator,” tegasnya.

Melihat respon anak muda dalam riset Walhi, Mariaty juga memandang penting kampanye ekosida ke depan lebih banyak dilakukan di media sosial.(*)


Source: VOA Indonesia

Tags: #ekologi#karhutla#kejahatanlingkungan#lingkungan
Share40SendShare

Related Posts

Menelusuri Asal Usul Makna Warna Hijau & Gerakan Lingkungan

05/03/2023

PIRAMIDA.ID- Pada Februari 1970, sekelompok hippie dan aktivis berkumpul di Vancouver, Kanada untuk membahas rencana uji coba nuklir di Pulau...

Perspektif Sosiologi terhadap Permasalahan Eksistensi Nelayan Skala Kecil

27/10/2022

Oleh: Adhitya Qurdiansyah (2205030012) PIRAMIDA.ID- Nelayan merupakan sebuah istilah bagi setiap individu atau kelompok yang mana kesehariannya bekerja menangkap ikan...

Di Jambi Penyelesaian Konflik Agraria Dinilai Setengah Hati, WALHI Ungkap Sejumlah Persoalan

26/07/2022

PIRAMIDA.ID- Proses penyelesaian konflik agraria di wilayah Provinsi Jambi, diakui masih menapaki jakan terjal oleh Manager Advokasi Wahana Lingkungan Hidup...

Apa yang Terjadi jika Kita Berhenti Menggunakan Plastik?

06/07/2022

PIRAMIDA.ID- Dari 8.300 juta ton plastik murni yang diproduksi hingga akhir tahun 2015, terdapat 6.300 juta tonnya telah dibuang. Sebagian...

Dampak Plastik terhadap Lingkungan

07/06/2022

Oleh: Lidya Putri* PIRAMIDA.ID- Kantung plastik kresek dan kemasan dari plastik lainnya merupakan alat pengemas yang paling banyak dipergunakan karena...

Apakah Efektif Pola Baru Pengawasan dan Penegakan Hukum di Laut Indonesia?

09/04/2022

PIRAMIDA.ID- Pengamanan wilayah laut menjadi kegiatan sangat penting untuk bisa terus berlangsung sepanjang tahun. Kegiatan tersebut tak hanya untuk mengamankan...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

IRKI Nilai Tafsir UU Tipikor atas Pedagang Pecel Lele Menyesatkan

22/06/2025
Dunia

Perang Israel-Iran Menunjukkan Pentingnya STEM, Fawer Sihite: Dukung Sikap Presiden Prabowo

22/06/2025
Berita

Buntut Viralnya Dugaan Kekerasan Terhadap Tunanetra di Siantar, ILAJ Minta KND Periksa Wali Kota dan Jajaran Terkait

19/06/2025
Berita

Fawer Sihite: Tiga Bulan Wesly Jabat Wali Kota Tidak Mencerminkan Visi Misi Saat Kampanye

18/06/2025
Berita

Kader IPK Taput Diduga di Aniaya Akibat Keributan di Purbatua

17/06/2025
Berita

Refleksi Hari Lahir Pancasila, Fawer Sihite: Kita Harus Dengarkan Hati Nurani Rakyat

01/06/2025

Populer

Berita

IRKI Nilai Tafsir UU Tipikor atas Pedagang Pecel Lele Menyesatkan

22/06/2025
Dunia

Perang Israel-Iran Menunjukkan Pentingnya STEM, Fawer Sihite: Dukung Sikap Presiden Prabowo

22/06/2025
Berita

Buntut Viralnya Dugaan Kekerasan Terhadap Tunanetra di Siantar, ILAJ Minta KND Periksa Wali Kota dan Jajaran Terkait

19/06/2025
Edukasi

Keterbatasan Jumlah Guru Terampil

09/12/2021
Pojokan

3-H (Heart and Head in Hand) Dalam Komunikasi Interpersonal

19/09/2020
domain publik
Dialektika

Daoed Joesoef, Hakikat Pendidikan, dan Nilai Keindonesiaan

17/09/2021
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba