Edis Galingging*
PIRAMIDA.ID- Belakangan hari ini Kota Pematangsiantar sedang ramai diperbincangkan di media sosial. Hal ini ditengarai adanya dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan 4 tenaga kesehatan.
Keempat petugas kesehatan tersebut dijerat kasus penistaan agama usai memandikan jenazah wanita yang bukan muhrimnya di ruang forensik di salah satu rumah sakit pemerintah daerah.
Serta berita terbaru yang masih hangat dalam pikiran kita, yakni pada Kamis, 25 Februari 2021, Setara Institute mengatakan bahwa Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, terlempar dari 10 besar kota paling toleran dalam laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2020.
Tentu saja berita di atas sedikit memberikan kejutan dan angin buruk kepada kita semua, baik untuk masyarakat Kota Pematangsiantar maupun nasional. Dikarenakan dalam kurun waktu beberapa tahun sebelumnya Kota Pematangsiantar selalu mendapati posisi yang baik sebagai kota paling toleran di Indonesia.
Pematangsiantar merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara, pun merupakan kota terbesar di Provinsi Sumatera Utara setelah Kota Medan. Sebuah kota yang letaknya cukup strategis, dikarenakan tidak jauh dari daerah wisata, yakni Danau Toba, serta tidak jauh dari Ibukota Provinsi Sumatera Utara, yaitu Kota Medan.
Berbicara terkait kemajemukan, secara demografi kota ini merupakan tempat tinggalnya beragam masyarakat yang berbeda latar belakang. Menurut data yang saya dapat, ada banyak ragam latar belakang masyarakat di kota ini.
Hal itu dapat kita lihat dari segi demografi agama. Masyarakat di kota ini terdiri dari beberapa ragam latar belakang agama yang berbeda, antara lain Kristen, Islam, Katholik, Bundha, Hindhu, Konghucu, serta ajaran-ajaran kepercayaan lainnya.
Pun bila ditinjau dari segi demografi suku, ras dan bahasa, ada begitu banyak latar belakang di kota ini. Dan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan, yakni berkisar 255.317 jiwa, di mana laki-laki berjumlah 124.533 jiwa dan perempuan 130.784 jiwa.
Senada dengan beberapa penjelasan di atas dapat kita katakan kota ini sebagai miniaturnya kemajemukan di Indonesia.
Lantas, apa yang sebenarnya terjadi di kota ini? Apa yang perlu kita lakukan dalam memberikan harapan baru toleransi di kota ini?
Saat ini sedang terjadi yang namanya suatu dinamika masyarakat sipil di kota ini, yang agaknya sedang merongrong rasa toleransi di tengah-tengah masyarakat dan mempersempit rasa persaudaraan.
Hal itu bisa kita lihat dari berita-berita terbaru saat ini tentang kota Pematangsiantar. Namun, pada hal ini saya tidak terlalu membahas hal itu, melainkan membahas apa yang perlu kita lakukan untuk memperbaikinya.
Sinergitas, agaknya hal ini yang harus terlebih dahulu untuk kita lakukan. Dengan melakukan suatu kegiatan yang dilaksanakan secara gabungan atau secara bersama-sama dengan latar belakang yang berbeda-beda, tentu akan menghadirkan harmonisasi yang baik.
Dengan contoh melaksanakan kampanye toleransi secara bersama-sama, diisi dengan kegiatan membagikan bunga, doa bersama, membagikan kalimat-kalimat berpesankan toleransi, yang bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk lebih menghargai satu sama lain dan menerima perbedaan.
Dan tidak lupa peran pemerintah, dalam hal ini pemerintah sangat berperan penuh dalam menciptakan toleran di tengah-tengah masyarakat. Dikarenakan pemerintahlah yang mempunyai kuasa dalam mengatur sebuah wilayah. Untuk itu pemerintah harus betul-betul hadir dan mampu merangkul segala elemen masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintahan.
Jangan sampai pernyataan pemerintah kepada publik yang justru menimbulkan konflik horizontal di masyarakat dan pemerintah harus mampu menjadi contoh episentrum toleran.
Bila hal itu sudah kita lakukan, tugas kita hanya mempertahankan praktik toleransi itu. Jangan sampai kita terlengah dan merasa sudah baik sehingga kita lupa mempertahankan apa yang sudah menjadi kebanggaan kita.
Tentu dalam merawat sebuah prestasi sebuah kelompok ataupun sebuah komunal, perlu yang namanya melakukan upaya-upaya yang dilakukan secara bersama-sama, memerlukan kerja sama antar anggota kelompok yang baik, serta mengutamakan kepentingan bersama dan mencoba untuk meninggalkan sifat egosentrisme.
Begitupun dengan sebuah kota, yang di mana kita ketahui akan banyak ragam latar belakang di dalamnya dan tentu harus mengutamakan kerja sama yang baik antar elemen masyarakat serta lembaga-lembaga terkait.
Terakhir saya ingin sampaikan, sebagai masyarakat Indonesia patutlah kita harus menyadari dan refleksikan terlebih dahulu, bahwa kita adalah masyarakat yang majemuk dan hal itu harus kita budayakan serta kita wariskan kepada anak cucu untuk menjadi semangat kita dalam memperkokoh kebangsaan kita.(*)
Penulis merupakan Sekretaris Jenderal PMKRI Cab. Pematangsiantar.
Tulisan yang sangat bermanfaat . Salam toleransi ???