PIRAMIDA.ID- Konflik atas nama tanah atau konflik agraria di Provinsi Jambi belum juga bisa terurai; konflik lama belum selesai dan terus berkembang, sementara konflik baru terus bermunculan dengan berbagai pola yang menyengsarakan petani.
Salah satunya, konflik agraria antara para petani di Desa Sumber Jaya, Kumpeh Ulu, Kabupaten Muarojambi yang tergabung dalam Serikat Tani Kumpeh (STK) salah satu anggota Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jambi dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit bernama PT Fajar Pematang Indah Lestari (FPIL).
Koordinator Wilayah KPA Jambi, Fran Dodi dalam keterangan tertulisnya mengatakan, Serikat Tani Kumpeh sebagai organisasi para petani di Sumber Jaya, Kumpeh Ulu, Kab Muarojambi kini sedang dihadapkan kepada gugatan perdata. Tak hanya itu, upaya kriminalisasi juga kerab dialami oleh para petani.
“Upaya kriminalisasi terhadap petani Serikat Tani Kumpeh telah berlangsung sejak Oktober 2021 dan berlanjut hingga Januari 2022. Petani bersama KPA Jambi terus mendorong pihak kepolisian untuk dapat berada di pihak petani sehinga pada 20 Januari 2022 pihak Polda Jambi mengeluarkan surat kesepakatan bahwa tidak akan ada penangkapan pada Serikat Tani Kumpeh,” kata Fran Dodi, Kamis (04/08/2022).
Namun pada bulan Maret 2022, perjuangan Serikat Tani Kumpeh justru diganjal gugatan perdata nomor 22/PDT.G/2022/PN.Snt dengan gugatan milliaran rupiah oleh masyarakat yang bukan berstatus sebagai penggarap.
“Bahkan penggugat yang tidak memiliki legal standing sebagai penggugat terlihat bekerja sama dengan perusahaan yang berusaha mengkriminalkan petani Serikat Tani Kumpeh,” ujar Fran Dodi.
Kemudian, Dodi juga mengungkap bahwa gugatan yang dilayangkan oleh seorang bernama Antoni hanya berdasarkan kepada Surat Keputusan Tanah Objek Land Reform No.13-VI-1997 yang sudah kadaluarsa dan tidak disertai dengan SK penetapan subjek sebagaimana yang diatur dalam UU PA No 5 tahun 1960 dan PP No 224 tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian Terkait Dengan Redistribusi Tanah/Land Reform.
Lebih lanjut, perjuangan hak atas tanah petani Serikat Tani Kumpeh pada 14 Juli 2022 juga kembali digempur dengan penetapan Bahusni sebagai tersangka berdasarkan laporan PT FPIL. Dodi menilai bahwa penetapan tersangka terhadap Bahusni adalah cacat hukum, sebab Bahusni tidak pernah melalui proses gelar perkara yang diatur dalam KUHP.
“Selain itu, penetapan tersangka tersebut merupakan ketidakcermatan pihak kepolisian dalam melihat PT FPIL sebagai pelapor tidak memikiki hak atas tanah terhadap tanah yang digarap oleh Serikat Tani Kumpeh,” katanya.
Terhadap kasus yang menyeret Serikat Tani Kumpeh, KPA Jambi menilai hal itu merupakan bentuk-bentuk pelemahan gerakan rakyat. Oleh karena itu Serikat Tani Kumpeh menuntut dengan segera:
1. PT FPIL menghentikan operasi bisnis perkebunan yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan dan merugikan Serikat Tani Kumpeh;
2. Gubernur Jambi berperan aktif dalam menyelesaikan konflik agraria antara Serikat Tani Kumpeh dengan PT FPIL;
3. Kepolisian Republik Indonesia menghentikan segala tindakan intimidatif, represif, dan berbagai upaya kriminalisasi lainnya dalam konflik-konflik agraria;
4. Kementerian ATR/BPN mematuhi putusan MA dengan membuka data HGU perusahaan yang menyengsarakan rakyat, mengevaluasi dan mencabut izin HGU PT FPIL;
5. Kementerian ATR/BPN segera menyelesaikan konflik di wilayah-wilayah Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA);
6. Presiden Republik Indonesia menjalankan reforma agraria sejati.(Juan/Jambi)