Aris Perdana*
PIRAMIDA.ID- Larangan merokok, pada situasi dan kondisi tertentu, harus mendapat dukungan. Misalnya, larangan merokok pada anak, tentu harus kita dukung, sekalipun kita perokok. Seorang anak berusia di bawah 18 tahun memang tidak diperkenankan merokok oleh regulasi hukum kita.
Selain itu, larangan merokok di dalam transportasi umum juga layak kita dukung, bahkan ikut sukseskan. Transportasi umum adalah fasilitas untuk masyarakat luas. Ada beragam latar belakang penumpangnya; mulai dari anak-anak, hingga ibu hamil. Jadi, aktivitas merokok dalam transportasi umum jelas tak bisa dibenarkan.
Tapi, ada juga beberapa kondisi yang membuat larangan merokok jadi tidak relevan dan layak dipertanyakan. Misalnya, larangan merokok di ruang merokok. Itu sih kelewat absurd. Udah jelas ruang merokok, kok dilarang merokok. Contoh lain adalah yang terjadi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin (FKM Unhas), Makassar.
Kabarnya, mahasiswa baru yang diterima di FKM Unhas diwajibkan menandatangani pakta integritas. Sekilas tak ada yang salah dari itu semua. Sampai akhirnya diketahui bahwa salah satu poin yang tertuang dalam pakta integritas tersebut adalah larangan merokok (selain larangan narkoba, pornografi, tawuran, dan lainnya).
Begini. Pihak kampus boleh saja membuat kebijakan ‘no smoking’ di area kampus. Sangat boleh. Alasannya selain karena kawasan pendidikan, ya karena mereka juga yang punya otoritas di dalam kampus. Jadi, silakan buat kebijakan kawasan tanpa rokok–sebaiknya diikuti dengan ketersediaan satu spot area merokok.
Tapi, pelarangan di Unhas soal lain. Ini bukan soal melarang mahasiswanya merokok di dalam kampus, tapi melarang mahasiswanya untuk jadi perokok. Lha, apa hubungannya merokok dengan integritas? Apa bisa menakar integritas seseorang dari pilihannya untuk merokok atau tidak?
Beberapa hal bisa kita sepakati, misalnya mahasiswa di kampus A tidak boleh tawuran atau tidak boleh jadi pemakai narkoba. Kedua larangan tersebut sah-sah saja jika diberlakukan melampaui batas wilayah kampus. Jadi, peraturan tersebut berlaku di dalam maupun di luar kampus.
Kenapa begitu? Karena kedua hal tersebut jelas pelanggaran hukum. Mau di dalam atau di luar kampus, menggunakan narkoba adalah pelanggaran hukum. Pun demikian dengan tawuran, mengganggu ketertiban umum yang juga dijamin oleh hukum. Lha, merokok?? Barang haram bukan, melanggar hukum pun tidak.
Pita cukai yang melilit di tiap bungkus rokok adalah bukti bahwa rokok merupakan barang yang beredar dengan terikat pada regulasi, alias legal. Negara mengambil manfaat dari eksistensi rokok. KUHP pun tidak memasukkan aktivitas merokok ke dalam kategori pelanggaran maupun kejahatan.
Saya sangat boleh merokok, sama seperti saya juga boleh makan mie ayam. Tidak ada yang salah. Jadi, kampus tidak bisa menakar integritas seseorang dari perilaku merokok.
Tapi, saya tetap sepakat bahwa perlu ada perhatian khusus dari para perokok untuk lebih sadar ruang dalam merokok. Maksudnya, kita harus bisa melihat situasi dan kondisi sekitar sebelum menyalakan rokok.
Ya, sebenarnya perokok berat kayak bagaimana pun gak akan merokok ketika sedang menerima perkuliahan di kelas. Mereka juga tidak akan asal klepas-klepus ngudud sambil praktikum di laboratorium. Tidak akan.
Intinya, peraturan soal merokok tidak bisa diberlakukan sesukanya. Ada situasi dan kondisi tertentu yang bisa membuat peraturan tersebut masuk akal untuk diterima. Semoga peraturan di Unhas hanya sebatas larangan merokok dalam kampus saja.
Penulis merupakan kontributor di Komunitas Kretek Indonesia. Manusia yang dikutuk untuk bebas.