Aris Perdana*
PIRAMIDA.ID- Hukuman bagi perokok adalah wacana yang terus direpetisi. Sudah barang tentu pihak yang berkepentingan adalah antirokok. Mereka adalah kelompok yang paling bahagia jika perokok jadi pesakitan.
Dugaan ini tidak berlebihan. Agen-agen antirokok menyebar ke berbagai sektor. Lembaga kesehatan, perlindungan anak, hingga di dalam pemerintahan baik pusat maupun daerah juga ada antirokok di dalamnya. Dengan kapasitas masing-masing, mereka melakukan yang bisa mereka lakukan untuk menekan prevalensi perokok hingga pada titik tertentu.
Anti rokok di lembaga kesehatan sudah lazim. Di lembaga perlindungan anak pun cukup sering berteriak. Salah satu isu yang paling sering dipakai adalah soal prevalensi perokok anak, hingga pelarangan iklan rokok.
Nah, mereka yang berada di pemerintahanlah yang punya kuasa menentukan sanksi bagi perokok. Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) sudah menjamur. Di banyak daerah bahkan terdapat ketentuan pidana sebagai ancaman hukuman bagi perokok. Ngeri.
Sepekan terakhir cukup banyak media yang kembali mengangkat berita tentang ancaman pidana denda dan kurungan bagi siapa pun yang merokok sambil berkendara. Ini adalah berita lama. Sekali lagi, hukuman bagi perokok jadi isu yang kerap direpetisi.
Bahwa pengendara motor yang merokok layak dipidana adalah tafsir yang bias. Komunitas Kretek sudah beberapa kali membahasnya. Salah satunya bisa dibaca di sini. Tapi, hal ini perlu dipertegas sekali lagi: merokok sambil berkendara adalah perilaku yang tidak dapat dibenarkan. Perokok bandel semacam ini adalah oknum yang menyebalkan. Tak hanya antirokok, perokok santun pun geram dengan ulah mereka.
Larangan merokok saat berkendara tentu perlu didukung. Tapi argumentasi yang diajukan tetap harus masuk akal dan tidak tendensius pada perokok. Hukuman bagi perokok pun perlu ditinjau ulang, apalagi ancaman pidana.
Sosialisasi juga harus menjadi instrumen utama dalam penerapan satu aturan hukum. Menegakkan hukum dengan pendekatan represif sangat rawan kriminalisasi, terutama bagi mereka yang belum mengetahui tentang keberadaan aturan tersebut.
Sekali lagi, hukuman bagi perokok pun perlu ditinjau ulang. Orientasinya haruslah demi kenyamanan bersama, bukan demi kepuasan sekelompok orang. Lagi pula, pidana harusnya dijadikan upaya terakhir penegakan hukum. Apalagi dalam konteks merokok yang bukan kategori perbuatan melawan hukum.
Media juga perlu adil dalam pemberitaan. Alih-alih meluruskan, media seringkali justru menyebarluaskan tafsir yang bias soal ancaman hukuman bagi perokok. Oh iya, media juga merupakan salah satu tempat beberapa agen antirokok bercokol. Beberapa media adalah stimulan gerakan antirokok.
Di atas semua itu, edukasi bagi perokok harus terus dilakukan. Kampanye perokok santun juga harus terus berlanjut. Para perokok pun harusnya sadar bahwa puncak kenikmatan merokok ada pada momen-momen tertentu, seperti sehabis makan dan saat buang air besar. Merokok sambil berkendara, apa enaknya
Penulis merupakan manusia yang dikutuk untuk bebas. Kontributor di Komunitas Kretek Indonesia.