Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Senin, Juni 16, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Ekosospolbud

Petani Kopi: Penjaga Lingkungan dan Intelektualitas

by Redaksi
29/04/2023
in Ekosospolbud
108
SHARES
774
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Tanaman kopi, mungkin satu-satunya tanaman yang dikembangkan Belanda [VOC-Verininging Oogst-Indies Company] yang memberikan pengaruh positif terhadap peradaban bangsa Indonesia. Seperti halnya di Eropa, kopi memberikan dampak perkembangan intelektual di Indonesia. Bahka,n kopi mampu memfasilitasi ruang silaturahmi masyarakat.

“Dilihat dari dampaknya, petani kopi itu bukan sebatas petani. Mereka juga penggerak dan penjaga intelektualitas manusia Indonesia,” kata Muhammad Zain Ismed, Ketua Dewan Kopi Sumatera Selatan.

Buktinya, kata Ismed, hampir setiap dusun, kampung, dan kota di Indonesia, pasti ditemukan orang berkumpul untuk mengobrol dan berdiskusi di warung kopi dan kafe. Mulai dari persoalan pribadi, keluarga, hingga masalah kantor, kampus, dan negara.

“Mungkin proses kemerdekaan Indonesia, reformasi 1998, tidak akan berjalan mulus seandainya tidak ada minuman kopi. Sebab, mereka yang berjuang itu mampu berpikir dan berdiskusi selama berjam-jam karena mengonsumsi minuman kopi. Bahkan, setahu saya, banyak pemikir, wartawan dan seniman yang harus ditemani kopi saat bekerja,” ujarnya.

Kopi menjadi simbol masyarakat yang terbuka dan egaliter. “Tidak ada pembatasan kelas terhadap mereka yang mengonsumsi kopi. Di warung kopi, penarik ojek, pengusaha, dosen, mahasiswa, duduk bersama dan mereka terkadang terlibat dalam diskusi yang temanya beragam.”

Jurgen Habermas, filsuf dan sosiolog yang terkenal dengan Teori Kritris-nya, yang di Indonesia dikenal dengan bukunya, Kritik atas Rasio Fungsionalis, juga menyinggung pengaruh kopi terhadap daya intelektual atau kritis seseorang.

Pendapat Harbermas ini, menurut T. Christomy, tercermin dari The Social Life of Coffee: The Emergence of the British Coffeehouse yang ditulis Brian Cowan. Buku tentang sejarah perubahan sosial di Inggris dari era Elizabeth [1600] hingga George I [1720].

Dengan fakta tersebut, seharusnya pemerintah dan masyarakat Indonesia memberikan penghargaan yang lebih terhadap petani kopi, seperti halnya petani pangan. “Penghargaan itu misalnya meningkatkan harga jual kopi dari tangan petani. Bantuan peremajaan kebun, pelatihan dan pendampingan para petani untuk mendorong perubahan pola pikir dan kebiasaan petani selama ini dalam pengolahan paska panen, branding, akses pasar, bahkan menciptakan pasar baru,” kata Ismed.

“Revolusi” pendidikan di Sumsel

Tanaman kopi pertama kali dibawa ke Indonesia oleh VOC pada 1696. Tujuannya, VOC ingin mengembangkan kopi di Indonesia untuk mematahkan monopoli Arab dalam perdagangan kopi di dunia. Kali pertama ditanam di Kedawung [Batavia]. Gagal karena banjir.

“Kemudian diulangi lagi tahun 1699 dengan membawa stek kopi dari Malabar untuk ditanam di daerah Jawa, Bali, Timor dan Sulawesi, sekaligus dimulainya Cultur Stelsel [tanam paksa] oleh Belanda,” kata Ismed.

Tahun 1878 semua tanaman kopi di Jawa terserang penyakit Hemilia vastatrix atau karat daun. Sehingga Belanda pada tahun 1888 mengalihkan sebagian penanaman di Sumatra Utara [Aceh], dan di Jawa diganti dengan bibit kopi liberika, namun ternyata bernasib sama, kena penyakit serupa.

Sekitar tahun 1900 Belanda membawa bibit spesies robusta [Coffee canefora] dari Kongo, Afrika sebagai penggantinya yang dapat ditanam di daratan rendah. Pertama kali ditanam di daerah Jawa Timur dan berhasil.

Sekitar tahun 1920, kopi robusta mulai ditanam secara besar di Sumatera, termasuk di Sumatera bagian selatan [Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu].

“Saat ini dari luasan kebun kopi di Indonesia, sekitar 1,25 juta hektar dan salah satu terluas di dunia, luas kebun kopi di Sumatera Selatan mencapai 253 ribu hektar,” kata Ismed.

Setelah pengembangan perkebunan kopi di Sumatera Selatan oleh Belanda, seperti di lanskap Semende, Pagaralam dan Lahat, terjadi peningkatan ekonomi pada masyarakat karena perkebunan kopi menggunakan metode kerja sama, bukan tanam paksa.

“Ekonomi yang kuat membuat banyak putra daerah sekolah. Umumnya ke Pulau Jawa, hingga Timur Tengah dan Mesir. Kondisi ini dirasakan hingga 1980-an. Revolusi pendidikan karena kopi,” kata Ismed.

“Dapat dikatakan banyak orang terpelajar dari Semende, Lahat, Pagaralam, dikarenakan kebun kopi. Termasuk pula mereka yang berhaji ke Tanah Suci. Sebelum adanya kebun kopi, masyarakat di sana sulit membiayai pendidikan anak-anaknya,” lanjutnya.

Jaga hutan dan tradisi

Selain itu, pengembangan perkebunan kopi di Sumsel pada masa itu tetap menjaga keberadaan hutan. Bahkan lahan yang dikelola menjadi kebun bukan milik pribadi, melainkan bersama [keluarga]. “Saat membersihkan kebun [talang] dilakukan gotong royong bergiliran,” katanya.

Hutan tetap terjaga karena terjadi peremajaan kebun kopi, serta harga kopi yang tetap stabil atau terjaga. “Baru sekarang ini banyak yang merambah ke hutan, sebab harga kopi menurun sehingga dibutuhkan luasan kebun baru,” kata Ismed.

Dr. Yenrizal Tarmizi, pakar komunikasi lingkungan dari UIN Raden Fatah Palembang, telah melakukan penelitian beberapa tahun tentang kearifan masyarakat Semende terhadap alam. “Kopi memberikan jaminan hidup masyarakat, sehingga mereka mampu melestarikan tradisi yang arif terhadap lingkungan. Misalnya tata air, tata hutan, dan lainnya. Persoalan muncul ketika harga kopi terus menunggu, dan lemahnya upaya perbaikan dari pemerintah,” katanya.

Conie Sema, pekerja seni dari Teater Potlot, mengatakan masyarakat yang hidupnya dari berkebun kopi juga jauh lebih berbudaya. Jarang sekali ditemukan persoalan kriminalitas, selain itu banyak tradisi dan seni bertahan di kehidupan mereka.

“Coba bandingkan dengan masyarakat yang hidup di sekitar perkebunan jenis tanaman lain, termasuk juga pertambangan. Manusianya jauh lebih beringas. Kriminalitas tinggi. Bahkan budaya luar yang lebih liberal, termasuk narkoba begitu mudah masuk,” katanya, Minggu.

Ekonomi berkelanjutan

Guna meningkatkan kualitas kopi Indonesia, khususnya dari Sumatera Selatan, perlu beberapa hal yang dilakukan. Pertama, peremajaan kebun yang saat ini sebagian besar berusia tua. Kedua, pengolahan paska panen masih tradisional, belum menggunakan kaidah good manufacture practise, hygenitas sebagai komoditi pangan, atau masih banyak dilakukan dengan cara petik muda, jemur di jalanan.

“Dibutuhkan pelatihan dan pendampingan petani kopi,” lanjut Yenrizal.

Terkait rasa, setiap kopi di Indonesia memiliki karakter sendiri, baik aroma dan rasa, yang sangat bergantung pada kondisi alamnya. “Semua kopi Indonesia punya pasarnya. Tinggal kita mengelolanya.”

Secara lingkungan, kopi juga lebih baik dibandingkan jenis tanaman lain seperti sawit. “Kopi masih dapat hidup bersama flora dan fauna lainnya. Kopi juga mampu menjaga air dan menghasilkan oksigen. Mengembangkan kopi sebagai potensi ekonomi masyarakat desa jauh lebih berkelanjutan jika dibandingkan perkebunan sawit,” tandasnya.


Source: Mongabay Indonesia.

Tags: #filosofi#kopi#petani
Share43SendShare

Related Posts

Sanggar Seni Sebagai Organisasi Budaya

02/04/2023

Thompson Hs* PIRAMIDA.ID- Sanggar identik sebagai suatu tempat untuk berlatih dan berguru. Luas tempat untuk sebuah sanggar tidak harus luas,...

Tangkap Bos 303, Ketua ILAJ Sebut Integritas Kapolri dan Kapolda Sumut Tidak Perlu Diragukan

17/10/2022

PIRAMIDA.ID - Bos judi online asal Sumatera Utara Apin BK yang kabur ke Malaysia tiba di Bandara Soekarno-Hatta Jumat malam,...

Visi Presiden RI Jokowi dan Agenda Menparekraf Sandiaga Uno Hadiri Nias Pro & Maniamolo Fest

28/06/2022

Oleh: Firman Jaya Daeli (Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia) PIRAMIDA.ID- Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Menparekraf RI), Sandiaga...

Pengalaman Sebagai Ketua SPI

06/06/2022

Oleh: Manahati Zebua* PIRAMIDA.ID- Setiap perusahaan yang mau menginginkan organisasinya bekerja lebih baik kinerjanya dalam bidang keuangan, biasanya pemimpinnya menghadirkan...

Munculnya Generasi Tuna Budaya

24/01/2022

Oleh: Arianto Sitorus Pane* PIRAMIDA.ID- Salah satu yang paling menggelisahkan dari negeri ini adalah semakin jauhnya kebudayaan dari kehidupan generasi...

Meninjau Kiprah Pemuda Indonesia dalam Sektor Pertanian

15/01/2022

PIRAMIDA.ID- Sebanyak 64,92 juta jiwa pemuda Indonesia merupakan aset yang memiliki kiprah penting bagi kemajuan Indonesia dalam berbagai sektor ekonomi,...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Refleksi Hari Lahir Pancasila, Fawer Sihite: Kita Harus Dengarkan Hati Nurani Rakyat

01/06/2025
Berita

Kalah Sebagai Calon Ketua Umum, Fawer Sihite Pastikan Dukung Kepemimpinan Prima Surbakti dan Jessica Worouw di GMKI

28/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

GMKI Cabang Bandar Lampung Ungkap Krisis Kepolisian di Daerah Lampung: “Kekuasaan Tanpa Kendali, Rakyat Tanpa Perlindungan”

01/05/2025

Populer

Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Ekologi

Mengenal Prof. Mr. St. Munadjat Danusaputro, Guru Besar Hukum Lingkungan Hidup

22/06/2020
ilustrasi/getty images
Pojokan

Sejarah Tai

03/08/2020
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba