Edis Galingging*
PIRAMIDA.ID- Acap kali kita mendengar cerita seram, mitos, bahkan sampai horor dari teman-teman kita yang gemar mendaki gunung. Walaupun cerita tersebut sampai saat ini masih sulit untuk diverifikasi kebenarannya.
Kendati demikian, pengalaman cerita seperti itu sudah menjadi familiar bagi orang-orang yang gemar hiking atau orang-orang yang melabeli dirinya sebagai pendaki gunung.
Salah seorang teman saya kerap kali bercerita hal-hal tersebut, dan ia cukup sering bercerita kalau kita mendaki gunung itu harus jaga sikap. Kita tidak boleh buang sampah sembarangan, kita tidak boleh berbuat mesum di atas gunung, kita tidak boleh ribut, kita tidak boleh merusak tumbu-tumbuhan, dan hal lain yang bersifat senonoh.
Usut punya usut kalau melanggar aturan-aturan tersebut, kita akan merasa tidak tenang bila mendaki. Kita akan dikerjai mahkluk halus sehingga berputar-putar di kawasan yang sama. Ditengarai kita akan diganggu setan-setan yang ada di gunung yang tidak menginginkan alamnya atau rumahnya dirusak dan diganggu oleh para pendaki.
Memang dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, mendaki gunung menjadi salah satu tren pada kalangan anak muda dan hal itu kian cepat menyebar di seluruh penjuru daerah Indonesia.
Wajar hal itu bisa saja terjadi, dengan didorong oleh kemajuan dan kecanggihan dunia teknologi. Terkhususnya media sosial yang mengambil peran penting sebagai media publikasi dan eksistensi para anak muda.
Tapi entah mengapa tiba-tiba saya merenungkan diri, dan sekonyong-konyong berpikir kalau “setan di gunung tidak adil”. Ya, tidak adil! Hehehe.
Ada beberapa hal yang menjadi dasar saya untuk mengatakan setan di gunung tidak adil, yakni setan di gunung beraninya hanya mengganggu pendaki, beraninya sama “orang kecil” yang melanggar aturan di gunung. Tapi gak berani sama perusahaan-perusahaan yang sudah merusak alam selama puluhan tahun.
Setan di gunung hanya mikirin egonya masing-masing, hanya mikirin rumah mereka masing-masing, tidak peduli kepada makhluk hidup lainnya yang tempat tinggalnya digusur oleh perusahaan. Tidak peduli terhadap pengusaha kecil yang terpaksa “gulung tikar” disebabkan hadirnya perusahaan besar, dan bahkan masih banyak alasan kita untuk mengatakan setan di gunung tidak adil.
Dasar, setan cemen kalian! Dasar, setan culun kalian! Jangan-jangan kalian sudah ’86’ ya, dengan perusahaan perusak lingkungan? Apa bedanya dirimu dengan pemerintah kita, yang selalu tunduk terhadap perusahaan!
Coba seandainya setan-setan di gunung kompak turun gunung, sembari membawa spanduk bertuliskan “jangan rusak tanah leluhur kami” dan turut serta membantu para aktivis lingkungan yang sedang membela masyarakat “akar rumput”.
Kompak membentuk gerakan bawah tanah. Lalu mereka melakukan aksi ke depan gerbang perusahaan yang telah merusak alam, dan salah satu di antara mereka nendangin pagar dan berkata, “Hei, Tuan Perusak Lingkungan! Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) kalian tidak jelas, jangan rampas hutan masyarakat, jangan ganggu lahan pertanian masyarakat, asap pabrik mu buat kami sesak kalau lagi terbang.”
Atau bahkan mereka bisa mencontoh sosok Casper. Iya, betul. Casper, pemeran protagonis dari serial kartun dan komik ‘Casper the Friendly Ghost’ yang suka berteman dengan orang-orang dan selalu ingin membantu setiap manusia yang terkena musibah, dan akan siap berjibaku melawan sifat-sifat antagonis perusahaan-perusahaan.
Ahh….aku selalu membayangkan hal itu terjadi, dan akan aku pastikan rasa keadilan akan kita dapatkan. Hehehe. Para aktivis lingkungan tidak bakalan susah payah memikirkan strategi apa yang cocok untuk melawan perusahaan-perusahaan yang telah merusak lingkungan. Dasar setan! Kemana lagi kami mencari keadilan?
Atau mungkin para setan di gunung tidak paham akan ‘politik devide et impera’? Seperti yang kerap dilakukan para politikus kita yang tidak pernah memiliki rasa andil terhadap rakyatnya. Sehingga mereka hanya paham mengganggu dan memecah bela rombongan para pendaki saja.
Kalau sudah bercerita panjang lebar begini, bikin kita jadi kangen nonton Casper ya? Di mana setiap sore hari menemani hari-hari kita. Btw, Casper pernah daki gunung gak ya? Xixixi.(*)
Penulis merupakan pemuda yang senang dengan keheningan alam.