Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Selasa, Juni 17, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Ekologi

Hutan Mangrove: Pelindung ‘Bencana’ yang Terabaikan dan Terancam

by Redaksi
01/08/2020
in Ekologi
120
SHARES
854
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Hutan mangrove mampu jadi pelindung dari bencana seperti tsunami hingga bisa mengurangi korban jiwa dan harta benda. Ketika tsunami datang, mangrove bisa menahan dan memecah gelombang pasang.

Onrizal, pakar lingkungan hidup dari Universitas Sumatera Utara mengatakan, dari sejumlah penelitian selama beberapa tahun terakhir, ekosistem mangrove jadi salah satu yang mampu menekan korban jiwa ketika tsunami terjadi di Aceh dan Sumatera Utara. Sebaliknya, korban cukup banyak di wilayah dengan hutan mangrove sudah hancur.

Ketika tsunami 26 Desember 2004, memperlihatkan mangrove itu adalah pelindung pesisir, baik dari tsunami maupun badai. Contoh di Lahewa, Nias Utara. Rumah-rumah masyarakat hanya dibangun dari tepas dan atap rumbia, aman dari terjangan tsunami. Mereka terlindung hutan mangrove yang baik.

Kondisi ini, katanya, memperlihatkan betapa penting hutan mangrove bagi manusia. Sebaliknya, di Aceh, sebelum dan sesudah tsunami mangrove di Ulele hancur jadi pemukiman. Ketika tsunami, di sana banyak korban. Di Simeulue, korban tsunami sangat kecil sekali, karena kerapatan hutan mangrove cukup baik.

“Ekosistem mangrove sangat produktif, mampu melindungi manusia, namun akan jadi sangat rentan kalau ada gangguan,” katanya, belum lama ini.

Onrizal mengatakan, sebagai tempat perkembangan biota perairan. dari berbagai riset diketahui kalau mangrove sehat, biota di perairan makin banyak. Sebaliknya, kalau mangrove rusak menyebabkan kerusakan biota perairan seperti ikan, udang dan kepiting.

Mangrove, katanya, sangat penting untuk menyerap dan menyimpan karbon. Hasil penelitian Danoto 2011 menyebutkan, hutan mangrove Indo-Pasifik memiliki kapasitas penyimpanan karbon empat sampai lima kali dari ekosistem hutan daratan, bisa hutan tropika dan lain-lain.

Data terbitan WHO, kurun 34 tahun, dunia kehilangan 30% hutan mangrove. Indonesia, penyumbang kerusakan ekosistem mangrove terbesar secara global, terparah adalah wilayah pantai timur Sumatera bagian utara.

Faktor penyebab kerusakan mangrove, katanya, antara lain, alih fungsi lahan jadi perkebunan sawit, perusakan kayu bakau untuk kayu arang, tambak, dan dirambah jadi perladangan ilegal masyarakat. Parahnya, lagi belum ada keseriusan pemerintah menekan laju kerusakan ekosistem mangrove.

Pada periode itu, Indonesia adalah penyumbang terbesar. Jadi, kala dunia kehilangan 800.000 hektar ekosistem mangrove, lebih dari separuh dari Indonesia.

Untuk hutan mangrove pantai timur Sumut, pada 2018, Onrizal studi parsial, dengan membandingkan kurun 30 tahun terakhir, dengan citra satelit 1989-2018.

Dalam rentang 30 tahun, pesisir dari Aceh Timur sampai ke Deli Serdang, Sumut, sudah kehilangan tutupan mangrove 59,6%.

Untuk Sumut, berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup Sumut, sampai 2014, kondisi mangrove masih tersisa sekitar 36.000 hektar.   Dari angka itu, berdasarkan riset Onrizal, kehilangan mangrove mendekati 60%.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas hutan mangrove dunia sekitar 16, 530 juta hektar, Indonesia sekitar 3, 489 juta hektar.

“Yang masih bertahan 40%, sisanya 24% jadi semak belukar karena ada perambahan kayu bakau untuk dapur arang. Jadi pertanyaan, adakah operasi penegakan hukum atau tidak? Sampai sekarang, kerusakan mangrove terus terjadi,” kata Onrizal.

Dari penelitiannya, sekitar 27% kehilangan mangrove di Sumatera bagian utara karena tambak udang, ikan juga pertanian maupun perkebunan sawit.

Perkebunan sawit, katanya, jadi penyumbang terbesar kerusakan ekosistem mangrove di timur Sumatera bagian utara. Di Pangkalan Susu, hingga ke Pulau Kampai, terus ke jalur perbatasan Sumut-Aceh, sejak 1989-2018 , sudah kehilangan 65% hutan mangrove. Mangrove-mangrove ini rusak karena penebangan buat kayu dan arang, dan alih fungsi lahan jadi perkebunan sawit. Penebang begitu serampangan. Pohon-pohon kecil pun terlibas.

Untuk mangrove hutan konservasi, dia mengambil contoh di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut.

Dia membandingkan kondisi hutan mangrove konservasi pada 1989, 2009 dan 2018. Data Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumut, sampai 2014, hutan Karang Gading seluas 15.965 hektar.

Berdasarkan riset Onrizal, dalam 30 tahun terakhir kehilangan hutan mangrove Karang Gading 25,6%. “Mestinya, kawasan konservasi makin baik bukan hancur.”

Menurut Onrizal, setelah bencana tsunami ada program rehabilitasi mangrove tetapi belum bisa menutupi kehilangan. Berarti, kehilangan mangrove lebih besar daripada kemampuan memulihkan.

“Kalau rehabilitasi, belum tentu sukses. Kalau dirusak, sudah pasti terjadi. Perbaikan belum tentu.”

Dana Prima Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Sumut mengatakan, mangrove di pantai timur Sumut membentang sepanjang 314 km mulai dari Langkat sampai Labuhan Batu Selatan. Dalam kurun 13 tahun terakhir, keadaan rusak parah. Setidaknya, ada 12.565 hektar hutan mangrove sudah turun status jadi area peruntukan lain (APL). Parahnya, kerusakan pada 2019 mencapai 9.461 hektar.

Penyumbang utama kerusakan mangrove, katanya, perkebunan sawit 40% (turun status kawasan), tambak 35%, pertanian 25%, dan lain-lain 5%, baik itu abrasi karena reklamasi tambang pasir dan lain-lain.

Kalau lihat website KLHK, hanya ada empat perusahaan perkebunan sawit di pantai timur Sumatera bagian utara yang mengantongi izin. Selebihnya, perkebunan sawit tumbuh subur diduga ilegal.

Pemiliknya, kata Dana, mulai dari oknum aparat keamanan, oknum anggota dewan, sampai oknum pemerintahan.

Dia mendesak, aparat penegak hukum harus bertindak menyidik masalah ini demi menyelamatkan mangrove di kawasan itu.

Pantai timur Sumatera bagian utara, katanya, kantong kemiskinan tinggi tetapi perbaikan taraf hidup maupun lingkungan belum jadi prioritas pemerintah Sumut.

Kondisi ini kalau terus terjadi, tak hanya kemiskinan bertambah, tetapi bencana ekologis mengintai.

Dana bilang, Pemerintah Sumut sama sekali belum melihat masalah ini penting. Padahal, alih fungsi makin lama makin luar biasa. Pemerintah daerah, katanya, harus melihat pesisir pantai untuk perbaikan, rehabilitasi dan penegakan hukum.


Sumber: Mongabay.co.id/Ayat S Karokaro

Tags: #bakau#bencana#hutan
Share48SendShare

Related Posts

Menelusuri Asal Usul Makna Warna Hijau & Gerakan Lingkungan

05/03/2023

PIRAMIDA.ID- Pada Februari 1970, sekelompok hippie dan aktivis berkumpul di Vancouver, Kanada untuk membahas rencana uji coba nuklir di Pulau...

Perspektif Sosiologi terhadap Permasalahan Eksistensi Nelayan Skala Kecil

27/10/2022

Oleh: Adhitya Qurdiansyah (2205030012) PIRAMIDA.ID- Nelayan merupakan sebuah istilah bagi setiap individu atau kelompok yang mana kesehariannya bekerja menangkap ikan...

Di Jambi Penyelesaian Konflik Agraria Dinilai Setengah Hati, WALHI Ungkap Sejumlah Persoalan

26/07/2022

PIRAMIDA.ID- Proses penyelesaian konflik agraria di wilayah Provinsi Jambi, diakui masih menapaki jakan terjal oleh Manager Advokasi Wahana Lingkungan Hidup...

Apa yang Terjadi jika Kita Berhenti Menggunakan Plastik?

06/07/2022

PIRAMIDA.ID- Dari 8.300 juta ton plastik murni yang diproduksi hingga akhir tahun 2015, terdapat 6.300 juta tonnya telah dibuang. Sebagian...

Dampak Plastik terhadap Lingkungan

07/06/2022

Oleh: Lidya Putri* PIRAMIDA.ID- Kantung plastik kresek dan kemasan dari plastik lainnya merupakan alat pengemas yang paling banyak dipergunakan karena...

Apakah Efektif Pola Baru Pengawasan dan Penegakan Hukum di Laut Indonesia?

09/04/2022

PIRAMIDA.ID- Pengamanan wilayah laut menjadi kegiatan sangat penting untuk bisa terus berlangsung sepanjang tahun. Kegiatan tersebut tak hanya untuk mengamankan...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Refleksi Hari Lahir Pancasila, Fawer Sihite: Kita Harus Dengarkan Hati Nurani Rakyat

01/06/2025
Berita

Kalah Sebagai Calon Ketua Umum, Fawer Sihite Pastikan Dukung Kepemimpinan Prima Surbakti dan Jessica Worouw di GMKI

28/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

GMKI Cabang Bandar Lampung Ungkap Krisis Kepolisian di Daerah Lampung: “Kekuasaan Tanpa Kendali, Rakyat Tanpa Perlindungan”

01/05/2025

Populer

Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Pojokan

Pesan Tersembunyi Ki Narto Sabdo Dalam Lagu Kelinci Ucul

23/09/2020
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Ekologi

Mengenal Prof. Mr. St. Munadjat Danusaputro, Guru Besar Hukum Lingkungan Hidup

22/06/2020
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba