Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Rabu, Juli 16, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Ekologi

Krisis Iklim: Apakah Energi Air Punya Masa Depan?

by Redaksi
31/08/2021
in Ekologi
101
SHARES
719
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Sekali dibangun, pembangkit tenaga air bisa memproduksi listrik tanpa henti setiap saat – begitu dalih yang selama ini didengungkan untuk mendukung ekspansi energi air. Hingga 2019 lalu, lebih dari separuh energi terbarukan di dunia didapat dari bendungan hidroelektrik, lapor jejaring politik Prancis, Ren21.

Namun dengan bencana iklim yang kian terasa, energi air kehilangan argumen terbesarnya: yakni aliran air yang konsisten dan terukur. Bersamaan dengan datangnya musim kering panjang tahun ini, produksi energi air di dunia anjlok ke level terendah sejak beberapa dekade terakhir.

Situasi ini disimak pada Bendungan Hoover di atas Sungai Colorado. Kekeringan yang melanda barat AS menyusutkan level air di kolam penampungan menjadi hanya sepertiga. Sejak Juli silam, pembangkit listrik di bendungan harus mengurangi seperempat produksi dibanding situasi normal.

Nasib serupa dilaporkan terjadi di sepanjang Sungai Paraná yang mengalir melalui Brasil, Paraguay dan Argentina. Kawasan hulu di selatan Brasil sejak tiga tahun didera musim kering ekstrem. Dibanding rata-rata 20 tahun terakhir, level air di bendungan penampungan di pusat dan selatan Brasil dikabarkan berkurang separuh, dan kini hanya terisi sepertiganya saja.

Padahal Brasil menggantungkan 60 persen produksi listriknya pada bendungan hidroelektrik.

Tidak hanya kekeringan, curah hujan ekstrem dan banjir bandang juga dilaporkan melumpuhkan pembangkit listrik tenaga air. Pada Maret 2019, Siklon Idai merusak dua bendungan di Malawi dan melumpuhkan aliran listrik di penjuru negeri selama dua hari.

India juga kehilangan sejumlah bendungan ketika banjir bandang merangsek dari pecahan gletser dan menewaskan sekitar 200 orang di utara negara bagian Uttarakhand, Februari lalu. Menurut perkiraan awal, bencana dipicu proyek pembangunan bendungan yang membuat dinding gletser yang sudah rapuh menjadi tidak stabil.

Peringatan terhadap keamanan energi air

Saat ini energi air masih menjadi bagian dari strategi jangka panjang produksi listrik di berbagai negara berkembang, terutama di Asia dan Afrika.

Badan Energi Dunia (IEA) melaporkan, kebanyakan cetak biru pembangunan bendungan hidroelektrik di Afrika tidak menghitung dampak perubahan iklim. Asumsi yang sama berlaku bagi hampir semua bendungan yang telah memasuki usia tua.

Sebab itu Thilo Papacek dari LSM Jerman, Gegenströmung, mengimbau agar negara berkembang lebih berhati-hati menyikapi energi air. Selain potensi bencana, bendungan juga mengubah ekosistem sungai secara permanen.

Melindungi Ikan dari Turbin Bendungan

“Tanpa kiriman sedimen dari hulu ke hilir, dasar sungai di balik bendungan akan semakin dalam, dan menyempit. Dalam kasus hujan deras, hal ini bisa menciptakan akumulasi energi dalam jumlah besar,” kata dia soal ancaman banjir bandang.

Namun demikian, Klement Tockner, direktur lembaga penelitian Masyarakat Penelitian Alam di Frankfurt, Jerman, mengakui “kita tidak bisa menghentikan produksi energi air di masa depan,” katanya.

“Tapi pertanyaannya adalah, di mana kita membangun, bagaimana kita ingin membangun dan bagaimana kita mengelola pembangkit listrik tenaga air di masa depan?”

Pembangkit alami gantikan bendungan raksasa

Menurut Tockner, pembangkit listrik tidak seharusnya dibangun di kawasan lindung, atau di atas sungai dengan aliran yang masih alami. Selain itu, proyek bendungan harus diimbangi dengan renaturalisasi atau pembongkaran bendungan tua.

Dia juga menganjurkan agar desain bendungan baru mempertahankan arus aliran air sebaik mungkin. Selain itu manajemen pembangkit listrik harus dibuat untuk meniru dinamika alami sungai.

“Artinya, kecepatan arus air tidak boleh dipengaruhi terlalu banyak, dan sungai harus punya volume air dan lahan basah yang mencukupi,” imbuh Stefan Uhlenbrook, ahli hidrologi di Institut Manajemen Air Internasional (IWMI).

“Jika perlu, sedimen harus dipindahkan sesuai aliran alami secara mekanis,” tukasnya.

Menurut Uhlenbrook, bendungan-bendungan besar akan semakin tidak kondunsif di tengah krisis iklim. Secara umum, pembangkit listrik tenaga air akan dibuat lebih kecil, dengan sistem pengairan yang terdesentralisasi.(*)


DW Indonesia

Tags: #air#energiterbarukan#perubahaniklim#PLTA
Share40SendShare

Related Posts

Suara dari Bonapasogit: Gereja dan Masyarakat Sipil Serukan Penutupan PT TPL

15/07/2025

PIRAMIDA.ID - Suasana haru dan semangat memenuhi ruang pertemuan Hotel Serenauli, Laguboti, ketika lebih dari 150-an orang dari berbagai latar...

Menelusuri Asal Usul Makna Warna Hijau & Gerakan Lingkungan

05/03/2023

PIRAMIDA.ID- Pada Februari 1970, sekelompok hippie dan aktivis berkumpul di Vancouver, Kanada untuk membahas rencana uji coba nuklir di Pulau...

Perspektif Sosiologi terhadap Permasalahan Eksistensi Nelayan Skala Kecil

27/10/2022

Oleh: Adhitya Qurdiansyah (2205030012) PIRAMIDA.ID- Nelayan merupakan sebuah istilah bagi setiap individu atau kelompok yang mana kesehariannya bekerja menangkap ikan...

Di Jambi Penyelesaian Konflik Agraria Dinilai Setengah Hati, WALHI Ungkap Sejumlah Persoalan

26/07/2022

PIRAMIDA.ID- Proses penyelesaian konflik agraria di wilayah Provinsi Jambi, diakui masih menapaki jakan terjal oleh Manager Advokasi Wahana Lingkungan Hidup...

Apa yang Terjadi jika Kita Berhenti Menggunakan Plastik?

06/07/2022

PIRAMIDA.ID- Dari 8.300 juta ton plastik murni yang diproduksi hingga akhir tahun 2015, terdapat 6.300 juta tonnya telah dibuang. Sebagian...

Dampak Plastik terhadap Lingkungan

07/06/2022

Oleh: Lidya Putri* PIRAMIDA.ID- Kantung plastik kresek dan kemasan dari plastik lainnya merupakan alat pengemas yang paling banyak dipergunakan karena...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Edukasi

Geowisata Kaldera Toba Untuk Bumi Untuk Kita

15/07/2025
Berita

Koordinator Wilayah 2 Sumbagsel Serukan Evaluasi Total POLDA Lampung

15/07/2025
Berita

Suara dari Bonapasogit: Gereja dan Masyarakat Sipil Serukan Penutupan PT TPL

15/07/2025
Berita

Jadi Rumah Perjuangan Baru Aktivis Muda Jakarta, Ratusan Aktivis Cipayung dan BEM Resmi Gabung di Golkar

15/07/2025
Berita

Anies Baswedan Hadir Pada RAPIMNAS I Gerakan Rakyat, Ketua DPP Gerakan Rakyat Sebut Nama Tom Lembong

13/07/2025
Berita

Penyelidikan Dihentikan, Kuasa Hukum Korban Penipuan Segera Laporkan Penyidik Polda Sumut ke Propam

10/07/2025

Populer

No Content Available
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba