Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Selasa, Juni 17, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Ekologi

Manusia, Ancaman Kepunahan Massal Keanekaragaman Hayati di Bumi

by Redaksi
08/07/2020
in Ekologi
foto:Nate Johnson/Unsplash

foto:Nate Johnson/Unsplash

99
SHARES
707
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Sejak 1964, ketika International Union for Conservation of Nature (IUCN) membuat “daftar merah” untuk spesies terancam punah dan mulai mengumpulkan data dari seluruh dunia, daftar tersebut telah menjadi basis data global unggulan. Digunakan untuk memetakan spesies terancam punah dan alat penting bagi kebijakan konservasi.

Meski begitu, dilansir dari National Geographic, IUCN baru mampu mendata 106 ribu dari sekitar 1,5 juta spesies hewan dan 300 ribu tanaman yang sudah diberi nama oleh para ilmuwan. Menurut mereka, jumlah tersebut kurang dari seperempat dari total spesies yang ada di planet ini.

Laporan PBB pada 2019 mengenai krisis keanekaragaman hayati memperkirakan bahwa kepunahan mengancam lebih dari satu juta spesies hewan dan tumbuhan—baik yang sudah diidentifikasi maupun belum.

“Buktinya sangat jelas: alam sedang memiliki masalah. Kita ada di dalamnya,” kata Sandra Diaz, salah satu peneliti yang terlibat dalam Global Assesment Report tersebut.

Di manapun para peneliti melakukan studi, hasilnya menunjukkan bahwa spesies di Bumi mengalami ancaman kepunahan. Dalam dekade terakhir saja, ada dua spesies mamalia yang punah: yakni kelelawar yang dikenal dengan nama pipistrelle Pulau Natal, dan tikus (melodi Bramble Cay).

Catatan IUCN menunjukkan ada lebih dari 200 spesies dan subspesies mamalia yang terancam punah. Pada beberapa kasus, seperti badak Sumatra atau vaquita (lumba-lumba asli di Teluk California) hanya tersisa beberapa individu. Di tempat lainnya, baiji yang juga dikenal sebagai lumba-lumba sungai Yangtze, walau belum secara resmi dinyatakan punah tapi kemunculannya sudah jarang terlihat.

Yang menyedihkan, apa yang terjadi pada mamalia, berlaku juga pada hampir semua kelompok hewan lainnya seperti reptil, amfibi, ikan, bahkan serangga.

Kehilangan habitat—yang didorong oleh eskpansi manusia untuk pengembangan lahan perumahan, pertanian, atau peternakan—menjadi ancaman terbesar bagi spesies, disusul oleh perburuan dan penangkapan ilegal.

Meski habitat belum rusak sepenuhnya, tapi itu berubah sangat banyak sehingga hewan sulit beradaptasi. Alat-alat berat yang menebang pohon, memecah koridor migrasi; polusi menjadikan sungai beracun; pestisida membunuh tanpa pandang bulu.

Apa yang disebutkan di atas, baru ancaman lokal. Ada lagi ancaman global seperti perdagangan liar yang akhirnya menyebarkan penyakit serta spesies invasif dari satu tempat ke tempat lain. Perubahan iklim pun memengaruhi setiap spesies di Bumi—dimulai dari hewan-hewan yang hidup di wilayah dingin atau Kutub.

Sir Robert Watson, pemimpin Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES), menyatakan bahwa kesehatan ekosistem tempat kita dan semua spesies lain bergantung, memburuk lebih cepat daripada sebelumnya,

“Kita sedang mengikis fondasi ekonomi, mata pencaharian, keamanan pangan, kesehatan, dan kualitas hidup di seluruh dunia,” ungkap Watson dalam sebuah pernyataan.

Semua ancaman tersebut, langsung atau tidak langsung, membuat spesies hewan dan tanaman sulit bertahan. Sebagian besar dapat beradaptasi; sisanya lenyap.

Tingkat kepunahan yang ratusan—bahkan mungkin ribuan kali lebih tinggi—membuat peneliti mengatakan bahwa kita berada di ambang kepunahan massal keenam.

Studi terbaru yang dipublikasikan pada Proceedings of the National Academy of Sciences mengungkapkan bahwa Bumi saat ini memang sedang mengalami kepunahan massal keenam dengan tingkat kehilangan satwa liar dalam jumlah banyak yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak musnahnya dinosaurus 66 juta tahun lalu. Dan menurut mereka, proses kepunahan ini berlangsung semakin cepat.

Diketahui bahwa jumlah hilangnya verterbrata yang hidup di daratan meroket dengan kecepatan tinggi. Begitu pula ratusan spesies lain yang berada di jurang kepunahan.

Mereka menemukan bahwa setidaknya 515 spesies vertebrata darat memiliki jumlah populasi di bawah 1.000 dan bisa saja benar-benar hilang dalam dua dekade mendatang—mayoritas hidup di wilayah tropis dan subtropis di Amerika, Afrika, dan Asia.

Salah satu temuan studi tersebut adalah efek domino kepunahan yang terjadi pada spesies lainnya. Para peneliti menyebutnya “kepunahan menghasilkan kepunahan”.

Studi tahun 2015 melaporkan bahwa kepunahan massal keenam yang telah lama diprediksi sudah mulai terlihat.

Penyebabnya—sama seperti hasil penelitian-penelitian sebelumnya—adalah karena tekanan manusia. Termasuk pertumbuhan populasi, kerusakan habitat, perdagangan liar, polusi, dan perubahan iklim akibat aktivitas manusia.

Lima peristiwa kepunahan massal di Bumi sebelumnya disebabkan oleh kekuatan astronomis atau geologis, seperti perubahan iklim akibat erupsi gunung berapi atau tabrakan meteor. Namun, kepunahan massal yang terjadi saat ini hampir semuanya disebabkan oleh aktivitas manusia.

Dalam studi tersebut, para ilmuwan mengungkapkan bahwa kepunahan massal keenam yang sedang berlangsung harus dianggap sebagai “ancaman lingkungan paling serius terhadap keberlangsungan peradaban”.

“Ketika manusia memusnahkan populasi dan spesies makhluk lain, mereka menggerogoti dan menghancurkan ekosistem yang mendukung kehidupannya sendiri,” kata Paul Ehrlich, Bing Professor of Population Studies, Stanford School of Humanities and Studies.


Sumber: nationalgeographic.grid.id/Gita Laras Widyaningrum

Tags: #kerusakanlingkungan#manusia#punah
Share40SendShare

Related Posts

Menelusuri Asal Usul Makna Warna Hijau & Gerakan Lingkungan

05/03/2023

PIRAMIDA.ID- Pada Februari 1970, sekelompok hippie dan aktivis berkumpul di Vancouver, Kanada untuk membahas rencana uji coba nuklir di Pulau...

Perspektif Sosiologi terhadap Permasalahan Eksistensi Nelayan Skala Kecil

27/10/2022

Oleh: Adhitya Qurdiansyah (2205030012) PIRAMIDA.ID- Nelayan merupakan sebuah istilah bagi setiap individu atau kelompok yang mana kesehariannya bekerja menangkap ikan...

Di Jambi Penyelesaian Konflik Agraria Dinilai Setengah Hati, WALHI Ungkap Sejumlah Persoalan

26/07/2022

PIRAMIDA.ID- Proses penyelesaian konflik agraria di wilayah Provinsi Jambi, diakui masih menapaki jakan terjal oleh Manager Advokasi Wahana Lingkungan Hidup...

Apa yang Terjadi jika Kita Berhenti Menggunakan Plastik?

06/07/2022

PIRAMIDA.ID- Dari 8.300 juta ton plastik murni yang diproduksi hingga akhir tahun 2015, terdapat 6.300 juta tonnya telah dibuang. Sebagian...

Dampak Plastik terhadap Lingkungan

07/06/2022

Oleh: Lidya Putri* PIRAMIDA.ID- Kantung plastik kresek dan kemasan dari plastik lainnya merupakan alat pengemas yang paling banyak dipergunakan karena...

Apakah Efektif Pola Baru Pengawasan dan Penegakan Hukum di Laut Indonesia?

09/04/2022

PIRAMIDA.ID- Pengamanan wilayah laut menjadi kegiatan sangat penting untuk bisa terus berlangsung sepanjang tahun. Kegiatan tersebut tak hanya untuk mengamankan...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Refleksi Hari Lahir Pancasila, Fawer Sihite: Kita Harus Dengarkan Hati Nurani Rakyat

01/06/2025
Berita

Kalah Sebagai Calon Ketua Umum, Fawer Sihite Pastikan Dukung Kepemimpinan Prima Surbakti dan Jessica Worouw di GMKI

28/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

GMKI Cabang Bandar Lampung Ungkap Krisis Kepolisian di Daerah Lampung: “Kekuasaan Tanpa Kendali, Rakyat Tanpa Perlindungan”

01/05/2025

Populer

Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Pojokan

Pesan Tersembunyi Ki Narto Sabdo Dalam Lagu Kelinci Ucul

23/09/2020
ilustrasi/Cleopatra dalam budaya pop.
Pojokan

Cleopatra: Simbol Kecantikan yang Tidak Cantik-Cantik Amat

24/09/2020
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba