Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Jumat, Juli 4, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dialektika

Mengapa Sentimen Negatif terhadap Etnis Cina Mengakar Kuat di Indonesia?

by Redaksi
22/08/2020
in Dialektika
98
SHARES
703
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Irawan Santoso Suryo Basuki*

PIRAMIDA.ID- Diskriminasi dan kebencian terhadap etnis Cina di Indonesia masih ada hingga sekarang.

Pandemi COVID-19, yang berawal dari Cina, menjadi pemantik baru untuk menyerang etnis Cina di Indonesia.

Yang terbaru, sentimen negatif muncul di media sosial saat orang-orang ramai memperdebatkan apakah gambar pakaian adat pada uang pecahan baru Rp75.000 adalah pakaian adat Cina.

Penelitian Eunike Mutiara Himawan dari The University of Queensland, Australia, mengenai persepsi warga negara Indonesia terhadap peristiwa kerusuhan Mei 1998 mengindikasikan bahwa prasangka negatif terhadap etnis Cina masih ada hingga sekarang. Prasangka ini yang menyebabkan konflik dengan etnis Cina sangat rentan terjadi pada masa depan.

Artikel ini akan mengelaborasi kenapa prasangka itu begitu kuat mengakar di sebagian pikiran masyarakat Indonesia.

Stereotip “orang luar”

Etnis Cina kerap dianggap sebagai orang asing di Indonesia. Konsep “orang luar” ini disebabkan karena pemahaman sebagian masyarakat terhadap nasionalisme.

Dalam tulisannya, Daniel Chirot, profesor sosiologi asal Amerika Serikat, menelisik lebih jauh jenis nasionalisme Indonesia ini. Chirot menggunakan kategorisasi sosiolog Amerika Serikat Liah Greenfeld yang membagi nasionalisme menjadi dua jenis, yakni nasionalisme etnis dan nasionalisme sipil.

Yang pertama, identitas nasional dibentuk berdasarkan satu etnis tertentu atau ikatan darah satu kelompok. Yang kedua, identitas nasional dihasilkan dari nilai-nilai yang dibagi bersama lintas etnis dan kelompok masyarakat.

Identitas nasional ini turut mengidentifikasi siapa saja yang dapat disebut sebagai warga negara.

Menurut Chirot, Indonesia masuk ke dalam kategori yang kedua. Identifikasi warga negara dilakukan dengan menentukan apakah orang tersebut merupakan etnis asli atau bukan. Sayangnya, orang-orang Cina tidak termasuk di dalamnya.

Padahal, orang-orang Cina ini telah masuk ke Indonesia sejak zaman kerajaan di Nusantara . Mereka kemudian berasimilasi dengan penduduk asli dan membentuk komunitas yang sudah ada di sepanjang pantai utara Jawa.

Konstruksi “orang luar” ini menempel pada masyarakat Cina karena golongan ini tidak mempunyai keterikatan wilayah yang melekat pada diri mereka. Seperti etnis Sunda, misalnya, yang identik dengan Jawa Barat.

Selain itu, Chirot menekankan pula bahwa Indonesia merupakan negara yang mengedepankan pandangan komunal dibanding individu. Sikap kebersamaan ini mendorong persaingan kelompok menjadi tajam. Seringkali, keberhasilan ekonomi orang-orang Cina memicu kecemburuan dan kebencian masyarakat lain.

Seorang antropolog dan sejarawan Belanda, Freek Colombijn,mengatakan bahwa kekerasan yang lazim terjadi di Indonesia antara masyarakat asli dengan masyarakat pendatang yang minoritas terjadi akibat adanya konstruksi identitas masyarakat pendatang itu sebagai “orang luar”.

Awal munculnya permusuhan

Jika ditelisik jauh ke belakang, sentimen negatif masyarakat Indonesia kepada orang-orang keturunan Cina telah muncul sejak klasifikasi rasial diberlakukan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1854 yang mengategorikan orang-orang Cina sebagai Timur Asing.

Namun, boleh dikatakan sentimen ini mulai menjadi ajek sejak awal abad ke-20 bersamaan dengan mulai berkembangnya nasionalisme.

Khusus bagi orang-orang Cina ketika itu, persoalan nasionalisme ini menjadi pelik karena mereka dihadapkan pada tiga pilihan, memilih Cina, Belanda, atau cikal bakal negara baru di Hindia Belanda sebagai tanah airnya kelak.

Pada Juli 1900, elit peranakan Cina Batavia mendirikan Tiong Hoa Hwee Koan (THKK), organisasi nasionalis dengan perhatian serius pada pendidikan dan kebudayaan Cina. Organisasi ini menjadi model pendirian organisasi sejenis di masyarakat kolonial termasuk pendirian Boedi Oetomo, organisasi modern pertama di Hindia Belanda.

Konflik komunal antara warga non-Cina dan Cina terjadi terutama karena kepentingan ekonomi. Ada perlawanan organisasi dagang penduduk lokal yang berusaha memproteksi dirinya dari kegiatan ekonomi Cina yang mulai dominan.

Atas dasar inilah, Rekso Roemekso didirikan oleh H. Samanhudi di Solo. Organisasi ini merupakan tandingan dari Kong Sing, perkumpulan jasa pengamanan orang-orang Cina. Samanhudi pernah menjadi anggota organisasi ini.

Sejak itu, kompetisi keduanya sering mengakibatkan perkelahian jalanan. Keributan ini membuat pihak polisi mempertanyakan status hukum Rekso Roemekso.

Ini yang menjadi alasan organisasi ini berubah dari sekadar organisasi yang sifatnya membantu anggotanya menjadi organisasi yang berbadan hukum bernama Sarekat Islam (SI) pada awal 1912.

Pembentukan SI sangat dipengaruhi oleh situasi ekonomi, terutama di bidang perdagangan batik. Samanhudi dan teman-temannya harus menghadapi dominasi Cina dalam distribusi kapas, lilin, pewarna, dan bahan impor lainnya. Persaingan ini memicu kebencian di antara para pengusaha batik Jawa dan Cina.

Boikot dan serangkaian bentuk protes lainnya menandai tahun awal pembentukan SI. Insiden-insiden kecil terjadi di antara pengusaha Cina dan anggota SI yang bukan berasal dari etnis Cina, khususnya di daerah sekitar Batavia, Cirebon, Lasem, Surabaya ke Pasuruan, dan juga Solo.

Peranakan Cina mengingat masa ini sebagai perubahan signifikan hubungan Cina-orang lokal yang semula baik-baik saja menjadi bermusuhan.

Sentimen anti-Cina ini kemudian diendapkan kuat di dalam pikiran masyarakat oleh pemerintahan Orde Baru dengan kebijakan-kebijakan yang mendikriminasi etnis Cina.

Membentuk ulang memori kolektif

Setelah kerusuhan skala nasional pada akhir era Orde Baru pada 1998, tidak ada lagi kerusuhan anti-Cina yang boleh dikatakan besar. Akan tetapi, itu bukan jaminan pasti bahwa kekerasan rasial terhadap etnis Cina tidak akan terulang. Di dalam memori kolektif kita, masih melekat kuat konstruksi “orang luar” itu.

Filsuf dan sosiolog Perancis Maurice Halbwach, mengungkapkan bahwa ingatan kolektif masyarakat dibentuk berdasar kesepakatan sosial. Konstruksi orang Cina sebagai “orang luar” ini melalui proses panjang sejarah telah melekat di dalam memori kolektif masyarakat.

Untuk mengubah stereotip tersebut, memori kolektif berupa konstruksi orang luar itu perlu ditata ulang guna menghindari konflik yang berulang antarorang Cina dan warga asli.

Persepsi kita terhadap golongan Cina dapat diubah melalui penulisan kembali sejarah mereka secara proposional dan sesuai konteks. Kontribusi mereka di dalam perjuangan kemerdekaan harus disampaikan secara lugas kepada siswa melalui buku-buku pelajaran sejarah resmi.

Salah satu upayanya adalah kita bisa menuliskan bagaimana peran Laksamana John Lie yang membantu menyelundupkhttps://www.piramida.id/wp-admin/post-new.phpan senjata pada masa revolusi melawan Belanda, empat orang keturunan Cina yang menjadi anggota Badan Persiapan Untuk Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), atau bantuan kecil dari Djiaw Kie Siong yang mengizinkan rumahnya dipakai sebagai tempat Soekarno dan Hatta singgah ketika dibawa para pemuda ke Rengasdengklok, Jawa Barat.


Penulis merupakan Junior researcher, Research and Development Agency of Indonesian Education and Culture Ministry 

Sumber: The Conversation

Tags: #cina#etnis#ras#sentimen
Share39SendShare

Related Posts

Pidato Lengkap Jefri Gultom di Dies Natalis GMKI ke-74: Bangkit Ditengah Pergumulan

26/02/2024

Bangkit Ditengah Pergumulan Pidato 74 tahun GMKI Jefri Edi Irawan Gultom Para peletak sejarah selalu berpegang pada prinsip ini, ‘’perjalanan...

Pewaris Opera Batak

11/07/2023

Oleh: Thompson Hs* PIRAMIDA.ID- Tahun 2016 saya menerima Anugerah Kebudayaan dari Kemdikbud (sekarang Kemendikbudristek) Republik Indonesia di kategori Pelestari. Sederhananya,...

Mengapa Membahas Masa Depan Guru “Dianggap” Tidak Menarik?

01/05/2023

Oleh: Agi Julianto Martuah Purba PIRAMIDA.ID- “Mengapa sejauh ini kampus kita tidak mengadakan seminar tentang tantangan dan strategi profesi guru di...

Membangun Demokrasi: Merawat Partisipasi Perempuan di Bidang Politik

14/04/2023

Oleh: Anggith Sabarofek* PIRAMIDA.ID- Demokrasi, perempuan dan politik merupakan tiga unsur yang saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Berbicara mengenai...

Dari Peristiwa Kanjuruhan Hingga Batalnya Indonesia Tuan Rumah Piala Dunia U-20

03/04/2023

Oleh: Edis Galingging* PIRAMIDA.ID- Dunia sepak bola tanah air sedang merasakan duka yang dalam. Kali ini, duka itu hadir bukan...

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023

Oleh: Muhammad Muharram Azhari* PIRAMIDA.ID- Pengertian disiplin menurut Elizabeth Hurtock mengemukakan bahwa; Disiplin itu berasal dari kata "discipline", yaitu seseorang...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Robot Polri Tuai Kritik Netizen, Fawer Sihite: Inovasi Harus Disambut Baik, Tapi Polri Perlu Bangun Instrumen Komunikasi yang Efektif

30/06/2025
Berita

Tokoh Cipayung Plus Gabung Golkar Lewat AMPI, Jefri Gultom: Politik Adalah Etika untuk Melayani

28/06/2025
Berita

Tokoh Cipayung Plus Login Golkar Pada HUT AMPI, Bahlil Lahadalia : Adik-Adik Saya Sudah di Jalan Yang Benar

28/06/2025
Berita

IRKI Nilai Tafsir UU Tipikor atas Pedagang Pecel Lele Menyesatkan

22/06/2025
Dunia

Perang Israel-Iran Menunjukkan Pentingnya STEM, Fawer Sihite: Dukung Sikap Presiden Prabowo

22/06/2025
Berita

Buntut Viralnya Dugaan Kekerasan Terhadap Tunanetra di Siantar, ILAJ Minta KND Periksa Wali Kota dan Jajaran Terkait

19/06/2025

Populer

Berita

Tokoh Cipayung Plus Login Golkar Pada HUT AMPI, Bahlil Lahadalia : Adik-Adik Saya Sudah di Jalan Yang Benar

28/06/2025
Berita

Robot Polri Tuai Kritik Netizen, Fawer Sihite: Inovasi Harus Disambut Baik, Tapi Polri Perlu Bangun Instrumen Komunikasi yang Efektif

30/06/2025
Edukasi

Keterbatasan Jumlah Guru Terampil

09/12/2021
Berita

Tokoh Cipayung Plus Gabung Golkar Lewat AMPI, Jefri Gultom: Politik Adalah Etika untuk Melayani

28/06/2025
Pojokan

Aku dan Sejuta Masalah Hidupku

17/06/2021
Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba