Oleh: Michael Marthin Lumbantobing*
PIRAMIDA.ID- Menulis adalah salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki setiap orang berpendidikan. Upaya untuk mewujudkannya pun harus dimulai dari pendidikan dasar atau semenjak dini.
Perlu digarisbawahi, definisi menulis dalam catatan ini adalah menuangkan ide, opini, cerita, serta gagasan, dalam untaian-untaian kalimat dan paragraf. Bukan sekadar membuat simbol-simbol abjad dan huruf tak bermakna.
Menurut Henry Guntur Tarigan (2008), menulis ialah salah satu keterampilan berbahasa yang produktif dan ekspresif untuk berkomunikasi, baik secara langsung maupun tak langsung. Sedangkan menurut Don Byrne dalam Teaching Writing Skills (1979), menjelaskan keterampilan menulis karangan atau mengarang ialah keterampilan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat yang dirangkai secara utuh dan jelas, sehingga dapat dikomunikasikan dengan baik kepada pembaca.
Sejauh ini memang belum banyak riset yang secara spesifik mengukur kemampuan menulis anak-anak Indonesia. PISA memang pernah melakukan pengukuran terhadap kemampuan literasi di berabgai negara, termasuk Indonesia, namun tidak secara spesifik mengukur kemampuan menulis. Yang diukur PISA adalah kemampuan membaca, kemampuan matematika, dan sains.
Meski belum banyak penelitian yang mengukur kemampuan menulis anak Indonesia, namun masih rendahnya keterampilan menulis anak Indonesia dapat terlihat dari minimnya jumlah penulis-penulis cilik di Indonesia. Sebagian besar buku-buku yang terbit di Indonesia, ditulis oleh orang-orang dewasa.
Rendahnya kemampuan menulis pada para siswa tak hanya dialami oleh Indonesia. Bahkan di sejumlah negara maju, hal serupa pun terjadi.
Di Australia misalnya, berdasarkan laporan dari NAPLAN review yang ditugasi oleh Kementerian Pendidikan New South Wales, Queensland, Victoria, dan Australia, masih banyak anak muda yang duduk di tahun 9 (setara kelas 3 SMP di Indonesia), belum mampu menulis secara baik dan benar.
Dikutip dari The Conversation, jumlahnya yang belum mampu menulis di atas standar minimum semakin besar di daerah-daerah remote alias daerah terpencil. Hasil studi NAPLAN itu juga menunjukkan bahwa kemampuan menulis tidak dikembangkan sejak 2011. Bayangkan, ini di Australia, bukan Indonesia.
Sejatinya, kemampuan menulis adalah kemampuan yang sangat penting untuk meraih keberhasilan di masa depan. Pada 2019, UNESCO mengidentifikasikan kemampuan menulis sebagai keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk komunikasi, pembelajaran masa depan, partisipasi penuh dalam ekonomi, serta kehidupan politik dan sosial dan berbagai aspek lainnya dalam keseharian.
Fakta lain yang juga muncul berdasarkan studi tersebut, sistem pendidikan lebih banyak memprioritaskan aktivitas membaca dalam kegiatan belajar serta memberi sedikit perhatian pada pembelajaran menulis.
Suyono dalam artikelnya berjudul Belajar Menulis dan Menulis Untuk Belajar (2014), belajar menulis dan menulis untuk belajar adalah konsep penting dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.
Menurutnya, belajar menulis merujuk pada proses bagaimana seseorang memunculkan ide, menjabarkan, lalu menuangkan ide yang telah dijabarkan itu menjadi paparan teks hasil menulis. Sedangkan menulis untuk belajar, merujuk pada kegiatan menulis yang dimanfaatkan untuk mendalami sesuatu hal yang sedang dipelajari.
Menurut Suyono, menulis untuk belajar ialah kegiatan menulis yang dilakukan untuk lebih memahami, menguasai, memikirkan atau memecahkan suatu masalah. Tulisan yang dihasilkan, merupakan produk pemahaman penulis mengenai hal atau masalah yang sedang dipelajari.
Artinya, mereka yang menulis, pasti melalui tahapan berpikir sebelum menuangkannya ke dalam tulisan.
Nah, proses berpikir inilah yang penting, sampai-sampai, disebutkan bahwa menulis adalah proses berpikir yang paling sempurna. Dengan menulis, maka siswa akan tertantang untuk berpikir dan mengaitkan pengetahuan lama mereka dengan pengetahuan baru. Karena itu, ada baiknya di momen pandemi Covid-19 ini, ketika anak lebih banyak waktunya di rumah, guru memberi kesempatan seluas-luasnya pada para siswa untuk menulis apa saja yang sedang dipelajari, dirasakan, dan dipikirkan.
Kalau kebiasaan ini berlanjut, bolehlah kita berharap bahwa kegiatan menulis akan dianggap oleh para siswa sebagai kegiatan rekreatif. Sehingga, tanpa perlu didorong-dorong pun, siswa akan berinisiatif menulis. Siapa tahu, di masa depan, tulisan-tulisan mereka akan memberi pengaruh yang besar bagi kita semua.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar.(*)