Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Selasa, Juli 1, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dialektika

Pengadilan Fiksi (Pledoi Fiksiwan)

by Redaksi
05/11/2020
in Dialektika
99
SHARES
706
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Reiner Emyot Ointoe*

PIRAMIDA.ID- “Saudara Jaksa tidak membuktikan bahwa dunia imajinasi identik dengan dunia kenyataan, bayangan mempunyai dimensi yang sama dengan benda, namun demikian dia memakai ukuran-ukuran yang berlaku dalam dunia kenyataan pada dunia mimpi dan khayal.”
(Duplik Paus Sastra Indonesia H.B. Jassin dalam Perkara Cerpen “Langit Makin Mendung”, 1970).

Bisakah fiksi diadili? Betapapun itu sudah dipertontonkan sebagai reka imajinasi dengan campuran tokoh rekaan vs tokoh faktual (historis).

Pada akhir tahun 60-an setelah rezim Orde Baru runtuh, H.B. Jassin (1917-2000), redaktur majalah Sastra (edisi, No.8 Tahun VI Agustus 1968), memuat cerita pendek “Langit Makin Mendung” karangan Kipandjikusmin yang menokohkan Nabi Muhammad dalam turba ke Pasar Senen Jakarta. Dalam rekaan Kipandjikusmin, Nabi Muhammad sedang gusar oleh ulah umatnya yang sudah kembali ke era jahiliyah.

Kontan, pemuatan cerpen ini mendorong suatu ormas agama mendatangi Kejaksaan dan menuntut H.B. Jassin sebagai redaktur majalah Sastra agar diseret ke pengadilan atas tuduhan menghina Nabi Muhammad karena memuat cerpen dengan tokoh Muhammad secara vulgar dan verbal.

Atas dasar gugatan dengan delik cerita rekaan, Jassin pun terseret ke pengadilan untuk diadili dalam kasus cerita rekaan alias imajinatif. Kasus yang kelak dikenal sebagai pengadilan imajinatif/sastra pertama di dunia atau “heboh sastra”, setelah beberapa persidangan dengan saksi-saksi ahli seperti Ketua Umum MUI Prof. Dr. Hamka (ulama dan sastrawan yang mengarang fiksi terkenal: Tenggelamnya Kapal Van der Weijk dan Di Bawah Lindungan Ka’abah) serta Ali Audah.

Walhasil, hingga pleidoi Jassin yang ketiga, Pengadilan Negeri Jakarta tak pernah memutuskan perkara itu dan Jassin pun dibebaskan.

Sekiranya, salah satu adegan rekaan pemenggalan kepala Raja Loloda Datu Binangkang oleh prajuritnya atas suruhan siasat Pingkan Mogogunoiy, baik dalam rekaan sutradara Achi dan novelis Taulu, dijadikan delik perkara penghinaan (blashphemy) pada ketokohan Loloda maka bagaimana mungkin menyeret perekanya H.M. Taulu yang sudah berkalang tanah?

Alasannya, dengan segala keterbatasan metafora estetika adegan yang secara verbal dikutip sutradara Achi dari rekaan novel “Bintang Minahasa” H.M. Taulu, delik pada cerita rekaan (fiksi) yang dianggap rasis dan menghina atas sosok faktual
(Loloda) itu sama sekali tidak benar, palsu bahkan hoaks beraroma horor dan sadisme.

Sekali lagi, itu bukan fakta dan tidak benar. Jadi, bagaimana mungkin rekaan, imajinasi bahkan fiksi akan dijadikan alat bukti perkara?

Dengan lain kata, pengadilan fiksi ini akan menjadi rekonstruksi rekaan baru dengan tergugat lain yang menjadi sumber utama “reka perkara” H.M. Taulu sebagai subyek pencerita.

Andai pengadilan fiksi ini berlangsung, hakim pun harus menyeret Taulu sebagai tergugat satu. Mirip tuntunan Jaksa pada pengarang Kipandjikusmin yang ditolak H.B. Jassin untuk menunjukkan atau menghadirkan sang pengarang ke pengadilan.

Hingga Jassin wafat pada 2000, sosok Kipandjikusmin tak diberitahu olehnya pada siapapun.

Gugatan pada karya fiksi yang menampilkan kisah rekaan antara tokoh faktual (historis) dan tokoh khayalan pengarang sudah banyak terjadi meski tak ada yang berakhir di pengadilan kecuali untuk kasus bajakan dan plagiarisme.

Salah satunya, novel “Satanic Verses” (Ayat-Ayat Setan) karangan sastrawan asal Pakistan yang bermukim di London, Salman Rusdhie. Novel ini menyulut protes dan kemarahan umat Islam sedunia karna menokohkan Ayesha (Aisha), istri Nabi Muhammad sebagai pelacur dan Mahound (Muhammad) sebagai germo.

Akhirnya, pada 1989, Rusdhie yang difatwa mati oleh mendiang Ayatolah Khomeini tanpa bisa diseret ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan karya fiksinya. Kecuali novelnya dibakar di mana-mana dan di Indonesia ketika itu dilarang beredar.

Ars longa vita brevis.
(Seni itu kekal manusianya fana).
Licensi poetica.
(Kekebalan kreativitas).(*)


Penulis merupakan pegiat media sosial.

Tags: #fiksi#kontroversi#narasi
Share40SendShare

Related Posts

Pidato Lengkap Jefri Gultom di Dies Natalis GMKI ke-74: Bangkit Ditengah Pergumulan

26/02/2024

Bangkit Ditengah Pergumulan Pidato 74 tahun GMKI Jefri Edi Irawan Gultom Para peletak sejarah selalu berpegang pada prinsip ini, ‘’perjalanan...

Pewaris Opera Batak

11/07/2023

Oleh: Thompson Hs* PIRAMIDA.ID- Tahun 2016 saya menerima Anugerah Kebudayaan dari Kemdikbud (sekarang Kemendikbudristek) Republik Indonesia di kategori Pelestari. Sederhananya,...

Mengapa Membahas Masa Depan Guru “Dianggap” Tidak Menarik?

01/05/2023

Oleh: Agi Julianto Martuah Purba PIRAMIDA.ID- “Mengapa sejauh ini kampus kita tidak mengadakan seminar tentang tantangan dan strategi profesi guru di...

Membangun Demokrasi: Merawat Partisipasi Perempuan di Bidang Politik

14/04/2023

Oleh: Anggith Sabarofek* PIRAMIDA.ID- Demokrasi, perempuan dan politik merupakan tiga unsur yang saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Berbicara mengenai...

Dari Peristiwa Kanjuruhan Hingga Batalnya Indonesia Tuan Rumah Piala Dunia U-20

03/04/2023

Oleh: Edis Galingging* PIRAMIDA.ID- Dunia sepak bola tanah air sedang merasakan duka yang dalam. Kali ini, duka itu hadir bukan...

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023

Oleh: Muhammad Muharram Azhari* PIRAMIDA.ID- Pengertian disiplin menurut Elizabeth Hurtock mengemukakan bahwa; Disiplin itu berasal dari kata "discipline", yaitu seseorang...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Robot Polri Tuai Kritik Netizen, Fawer Sihite: Inovasi Harus Disambut Baik, Tapi Polri Perlu Bangun Instrumen Komunikasi yang Efektif

30/06/2025
Berita

Tokoh Cipayung Plus Gabung Golkar Lewat AMPI, Jefri Gultom: Politik Adalah Etika untuk Melayani

28/06/2025
Berita

Tokoh Cipayung Plus Login Golkar Pada HUT AMPI, Bahlil Lahadalia : Adik-Adik Saya Sudah di Jalan Yang Benar

28/06/2025
Berita

IRKI Nilai Tafsir UU Tipikor atas Pedagang Pecel Lele Menyesatkan

22/06/2025
Dunia

Perang Israel-Iran Menunjukkan Pentingnya STEM, Fawer Sihite: Dukung Sikap Presiden Prabowo

22/06/2025
Berita

Buntut Viralnya Dugaan Kekerasan Terhadap Tunanetra di Siantar, ILAJ Minta KND Periksa Wali Kota dan Jajaran Terkait

19/06/2025

Populer

Berita

Tokoh Cipayung Plus Login Golkar Pada HUT AMPI, Bahlil Lahadalia : Adik-Adik Saya Sudah di Jalan Yang Benar

28/06/2025
Edukasi

Keterbatasan Jumlah Guru Terampil

09/12/2021
Berita

Robot Polri Tuai Kritik Netizen, Fawer Sihite: Inovasi Harus Disambut Baik, Tapi Polri Perlu Bangun Instrumen Komunikasi yang Efektif

30/06/2025
Berita

Tokoh Cipayung Plus Gabung Golkar Lewat AMPI, Jefri Gultom: Politik Adalah Etika untuk Melayani

28/06/2025
domain publik
Dialektika

Daoed Joesoef, Hakikat Pendidikan, dan Nilai Keindonesiaan

17/09/2021
Berita

IRKI Nilai Tafsir UU Tipikor atas Pedagang Pecel Lele Menyesatkan

22/06/2025
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba