Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Selasa, September 16, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Ekologi

Saat Menanam Pohon Lebih Bawa Mudarat Dibanding Manfaat

by Redaksi
01/04/2021
in Ekologi
103
SHARES
737
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Saat tanaman jenis Prosopis juliflora baru saja diperkenalkan ke Kabupaten Baringo di Kenya pada 1980-an, tanaman itu digembar-gemborkan karena manfaatnya bagi komunitas pastoral setempat.

Berasal dari dataran kering di Amerika Tengah dan Selatan, semak kayu yang oleh penduduk setempat dikenal dengan nama mathenge, dipromosikan oleh pemerintah Kenya dan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB untuk membantu memulihkan lahan kering yang terdegradasi.

Pada awalnya, mathenge membantu mencegah terjadinya badai debu, menyediakan kayu yang cukup untuk memasak dan konstruksi, serta menyediakan makanan bagi hewan, kata Simon Choge, seorang peneliti di Institut Penelitian Kehutanan Kenya di Baringo County. Tapi setelah hujan El Nino tahun 1997, banyak hal yang berubah.

Benih mathenge tersebar luas dan agresif, tanpa ada fauna lokal yang beradaptasi untuk memakan pohon asing itu. Belukar mathenge yang tidak bisa ditembus telah menutupi padang rumput, menggusur keanekaragaman hayati asli dan menipiskan sumber air.

“Kini orang tidak punya mata pencaharian,” kata Choge.

Program penanaman pohon skala besar telah digembar-gemborkan sebagai cara yang efektif untuk menarik CO2 dari atmosfer. Namun dalam kasus Baringo terdapat peringatan yang jelas: Terkadang, menanam pohon lebih membawa kerusakan daripada kebaikan.

Sejak zaman kolonial, kesalahpahaman tentang lahan kering dan pengabaian pengetahuan masyarakat lokal telah menyebabkan berbagai spesies pepohonan ditanam di tempat baru, menghancurkan ekosistem endemik dan mata pencaharian penduduk.

Area yang kaya akan keanekaragaman hayati

Lahan kering menutupi permukaan tanah bumi hingga sekitar 40%, sebagian besar terdapat di Afrika dan Asia dan mencakup bioma sabana, padang rumput, semak belukar, dan gurun.

Daerah ini ditandai dengan kelangkaan air, iklim musiman yang ekstrem, dan curah hujan yang tidak bisa diprediksi. Tetapi daerah ini juga kaya akan tumbuhan dan hewan yang secara unik beradaptasi dengan kondisi ekstrem setempat.

Saat ini, daerah kering menjadi tempat tinggal bagi 2,3 miliar orang dan setengah dari hewan ternak di dunia. Hampir separuh dari semua lahan budidaya berada di lahan kering, dan 30% spesies tanaman budidaya berasal dari lahan tersebut. Selama ribuan tahun manusia juga telah beradaptasi dengan lahan kering yang ekstrem.

Mereka dapat bertahan hidup dengan belajar mengelola risiko, memanfaatkan variabilitas dan ketidakpastian demi keuntungan mereka, kata Ced Hesse, seorang ahli mata pencaharian daerah lahan kering di Institut Internasional untuk Lingkungan dan Pembangunan yang berada di London.

Antara pengetahuan lokal dan era kolonialisme

Dalam buku berjudul The Arid Lands: History, Power and Knowledge, Diana K. Davis, profesor sejarah di University of California, berpendapat bahwa pengetahuan masyarakat asli secara historis telah diremehkan dan diabaikan karena asumsi era kolonial bahwa lahan kering adalah tanah terlantar dan sebagian besar tidak memiliki pohon akibat aktivitas gembala berlebihan dan penggundulan hutan oleh penduduk setempat.

Davis mengatakan asumsi ini umum di seluruh koloni Prancis dan Inggris – dari Maghreb hingga Afrika Selatan, dari Timur Tengah hingga India – dan digunakan untuk membenarkan program dan kebijakan yang memarjinalkan sejumlah besar masyarakat pribumi.

Di saat bersamaan, asumsi ini membuka jalan bagi penggunaan lahan kering untuk kebutuhan lain seperti untuk pertanian dan konservasi, kata Susanne Vetter, seorang profesor ekologi tumbuhan di Universitas Rhodes di Afrika Selatan. Dari sinilah penanaman pohon, yang seringnya ditaman dengan spesies asing yang invasif, muncul sebagai solusi untuk masalah di lahan kering.

Biaya lingkungan dari konversi lahan akibat pemikiran ini pun tinggi: degradasi, salinisasi, hilangnya produktivitas dan keanekaragaman hayati, penyebaran spesies invasif dan menipisnya sumber air.

Terlepas dari kemajuan yang dicapai selama puluhan tahun dalam ekologi lahan gersang, kesalahpahaman tentang lahan kering telah sulit untuk diubah dan terus diperkuat oleh pembuat kebijakan, media dan kurikulum pendidikan, kata Ced Hesse di London.

“Banyak masalah di lahan kering berasal dari upaya untuk mengubahnya lewat investasi modal dan teknologi intensif tinggi, menjadi sesuatu yang berbeda dengan sifat asli lahan itu, jadi seperti taman Eden,” kata Hesse.

Melakukan reboisasi dengan benar

Vetter khawatir inilah risiko yang terjadi dengan beberapa inisiatif penanaman massal yang diluncurkan dalam dekade belakangan ini. Di antaranya, yakni lewat program Bonn Challenge dan the African Forest Landscape Restoration Initiative (AFR100) yang menargetkan negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan yang sebagian besar tertutup sabana dan padang rumput.

“Ada kebutuhan untuk memulihkan hutan di Afrika,” kata Urs Schaffner, kepala pengelolaan ekosistem di CABI Eropa-Swiss, yang bekerja dengan Choge untuk mengelola invasi mathenge di Baringo lewat proyek Woody Weeds. Namun Schaffner menegaskan bahwa yang terpenting adalah menanam di “tempat yang tepat dan dengan spesies yang tepat.”

Selain itu, yang juga menjadi masalah adalah diremehkannya peran lahan kering dalam mitigasi perubahan iklim. “Padang rumput yang sehat dapat menyimpan karbon dalam jumlah yang sama dengan hutan,” kata Schaffner.

Perhatian khusus bagi Vetter dan Schaffner adalah aforestasi, yakni menanam pohon di tempat yang sebelumnya pohon itu tidak pernah tumbuh. Langkah ini dapat merusak tanah seperti yang dilakukan tanaman mathenge di Baringo.

Choge mengatakan mereka berharap dapat membasmi sebagian besar tanaman mathenge dalam waktu 20 tahun, tetapi mengakui tantangannya sangat besar. “Tidak mudah untuk menghilangkannya, tapi kami akan mengupayakannya sebaik mungkin.”(*)


DW Indonesia

Tags: #afrika#pohon#tandus
Share41SendShare

Related Posts

Suara dari Bonapasogit: Gereja dan Masyarakat Sipil Serukan Penutupan PT TPL

15/07/2025

PIRAMIDA.ID - Suasana haru dan semangat memenuhi ruang pertemuan Hotel Serenauli, Laguboti, ketika lebih dari 150-an orang dari berbagai latar...

Menelusuri Asal Usul Makna Warna Hijau & Gerakan Lingkungan

05/03/2023

PIRAMIDA.ID- Pada Februari 1970, sekelompok hippie dan aktivis berkumpul di Vancouver, Kanada untuk membahas rencana uji coba nuklir di Pulau...

Perspektif Sosiologi terhadap Permasalahan Eksistensi Nelayan Skala Kecil

27/10/2022

Oleh: Adhitya Qurdiansyah (2205030012) PIRAMIDA.ID- Nelayan merupakan sebuah istilah bagi setiap individu atau kelompok yang mana kesehariannya bekerja menangkap ikan...

Di Jambi Penyelesaian Konflik Agraria Dinilai Setengah Hati, WALHI Ungkap Sejumlah Persoalan

26/07/2022

PIRAMIDA.ID- Proses penyelesaian konflik agraria di wilayah Provinsi Jambi, diakui masih menapaki jakan terjal oleh Manager Advokasi Wahana Lingkungan Hidup...

Apa yang Terjadi jika Kita Berhenti Menggunakan Plastik?

06/07/2022

PIRAMIDA.ID- Dari 8.300 juta ton plastik murni yang diproduksi hingga akhir tahun 2015, terdapat 6.300 juta tonnya telah dibuang. Sebagian...

Dampak Plastik terhadap Lingkungan

07/06/2022

Oleh: Lidya Putri* PIRAMIDA.ID- Kantung plastik kresek dan kemasan dari plastik lainnya merupakan alat pengemas yang paling banyak dipergunakan karena...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Ungkap Kasus Peredaran dan TPPU Narkoba, BNN Amankan Aset Puluhan M dan Musnahkan Barang Bukti Narkotika

15/09/2025
Berita

Mahasiswa STGH Tegas: Dukung Ephorus HKBP Tutup TPL

14/09/2025
Berita

BNN RI Bergerak Cepat: 18 Hari, 11 Jaringan Narkotika Dilumpuhkan

13/09/2025
Sorot Publik

Dakwah Habib Rizieq Hak Konstitusional, ILAJ Minta Polres Tangkap Yang Menghalangi Kebebasan Beragama di Siantar

12/09/2025
Berita

Gagal Ungkap Kasus Dugaan Pungli : Anak Muda Simalungun Desak Kejati Sumut Copot Kajari dan Kasi Pidsus Kab. Simalungun

12/09/2025
Berita

17 Oktober Kasus Selesai, Kajari diminta mundur Jika tak tepati janji

12/09/2025

Populer

No Content Available
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau tobasumber

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau tobasumber

xnxx
xnxx
xnxx
xnxx