Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Senin, Juni 16, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Ekologi

Sampah dan Refleksi Peradaban Kita

by Redaksi
23/02/2021
in Ekologi
100
SHARES
716
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Sampah tidak hanya identik dengan bau busuk. Mungkin lebih pas kalau sampah diartikan cermin kehidupan. Dengan hanya melihat sampah yang dihasilkan, dapat diketahui sifat asli manusia dan wajah dari peradaban.

Agaknya karena itu, tragedi pada 21 Februari 2005 silam, ketika dua kampung tergulung longsoran sampah dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Kota Cimahi, Jawa Barat, yang merenggut 157 orang meninggal dijadikan refleksi nasional tentang sengkarut persampahan.

Karena itu, pengelolaan sampah yang tepat mendesak untuk dilakukan. Tanpa langkah yang tepat, segudang masalah terkait pengelolaan sampah berpotensi terus membebani. Apalagi, sampah dari daratan sudah menciptakan bencananya sendiri di lautan.

Demikian salah satu benang merah dalam diskusi bertema “Pengelolaan Sampah Berbasis Pemberdayaan Masyarakat di Aliran Sungai” yang digelar Mongabay Indonesia bersama Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati) Indonesia secara daring, Jumat (19/2/2021). Hadir sebagai pembicara adalah Manajer Program Kehutanan Yayasan Kehati Imanuddin Utoro, Satgas Naturalisasi Ciliwung Een Irawan Putra, serta Kepala Layanan Strategis Waste4Change Ridho Malik.

“Selama masih banyak sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir, selama itu pula pengelolaan sampah akan selamanya monoton dan jauh dari perubahan,” kata Imanuddin. Apalagi, produksi sampah bertambah banyak seiring peningkatan jumlah penduduk.

Sebagai gambaran, sebanyak 2,5 juta warga Kota Bandung, menghasilkan 1.500-1.600 ton sampah per hari. Namun, hanya 1.100-1.200 ton yang terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat. Sebanyak 150-250 ton sampah memang sudah diolah oleh warga. Tetapi sekitar 250 ton sampah diduga menumpuk di tempat pembuangan sampah liar atau di bantaran sungai.

Itu hanya skala kota. Jika dalam skala provinsi, jumlah sampah bisa membikin kita mengangkat bahu. Laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat sebesar 1,48%. Saat ini, jumlah penduduk Jawa barat 18,37% dari total penduduk Indonesia. Dengan populasi sebanyak itu, Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat mencatat, timbulan sampah mencapai 21.000 ton per hari pada tahun 2017. Lalu, tahun 2018 terjadi kenaikan menjadi 22.000 ton per hari, dan di tahun 2019 naik menjadi 22.400 ton per hari.

Kata Imanuddin, Yayasan Kehati pernah melakukan survei selama tiga tahun di bantaran Sungai Citarum yang melintasi 12 kabupaten/kota. Hasilnya, pengetahuan masyarakat dengan cara memilah dan memilih sampah cukup hafal. “Namun, ketiadaaan infrakstruktur membuat mereka bingung yang ujungnya perilaku buang sembarangan tetap dilakukan,” ujarnya

Padahal upaya pengelolaan sampah berbasis pemberdayaan masyarakat turut terkait dengan menjaga ekosistem. Karena berdasarkan kajian Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), sampah berkontribusi sebanyak 6 persen dari gas rumah kaca. Ini menjadi biang perubahan iklim. Ini juga akan menyebabkan pemutihan karang serta hilangnya habitat di baik pesisir maupun pegunungan, kata Imanudin, “Bukan tidak mungkin sampah dapat mempercepat kepunahan keanekaragaman hayati.”

Suasana di di tempat pembuangan akhir (TPA) Sarimukti, Cipatat, Kabupaten Bandung, kamis (16/17/2017). Menurut BPLHD Jabar, kontrak TPA tersebut berakhir akhir tahun ini, namun diperpanjang selama 3 tahun dan diperluas 20 hektare untuk menampung sampah dari Bandung raya, Jawa Barat. Foto : Donny Iqbal

Berawal dari perilaku membuang sampah sembarangan, kemudian sampah masuk ke badan sungai menuju pesisir yang akhirnya mencemari lautan. Sampah plastik di lautan ini kemudian terurai menjadi plastik mikro dan nano yang masuk ke rantai makanan dengan dimakan oleh biota laut, kemudian dimakan ikan dan akhirnya dimakan oleh manusia.

Agaknya, karena itu, Kementerian Koordinator Kemaritiman sejak 2016 menyusun Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Plastik di Lautan. Penanganan sampah di laut harus dimulai di darat dan melibatkan semua pihak. Selain diet plastik salah satunya, perlu juga pengelolaan sampah dan perubahan perilaku agar tak buang sampah ke sungai yang akhirnya menuju laut. Agar plastik di lautan tak menjadi bencana global terbesar setelah perubahan iklim.

Setelah hampir sebelas tahun bergelut dengan sampah di Sungai Ciliwung, Satgas Naturalisasi Ciliwung Een Irawan Putra menyimpulkan, “Kita akan kehabisan waktu terus-terusan memungut sampah yang tidak akan ada habisnya. Kita sudah harus memberikan perhatian lebih pada perilaku masyarakat.”

Een mungkin saja greget. Pasalnya, Undang-Undang No.18/2008 tentang Sampah hampir berusia sepuluh tahun, tetapi beberapa amanat di dalamnya belum bisa dikerjakan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Salah satunya adalah penerapan tanggung jawab produsen atas sampah kemasan yang dihasilkannya atau extended producer responsibility (EPR). Yang entah kapan bisa diterapkan.

Meski sejauh ini, UU No 18/2008 sudah dipertajam di Peraturan Pemerintah No 81/2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Namun, penerapannya dinilai masih sukarela sehingga kurang efektif. Masalah menjadi pelik, ketika sampah kemasan makanan atau minuman, kosmetik, dan produk lain menjejali tempat penampungan akhir, sungai, dan laut.

Een bingung, ketika sederet aturan telah tersedia. Fasilitas pembuangan dan pengolahan sampah ada meski belum sempurna. Kini, tinggal menagih komitmen setiap individu, pejabat, ataupun warga untuk bertanggung jawab atas sampahnya sendiri.

“Satgas Ciliwung telah menyusun rencana aksi, dokumen taat administrasi, pemberian insentif bagi puluhan petugas hingga membikin payung hukum yang menjadi pedoman untuk tertib tetapi itu ternyata tak cukup efektif membentuk perilaku yang taat,” imbuhnya. Maka dari itu, kata Een, “Salah satu penting satgas terus menyadarkan masyarakat sampai warga bosan diingatkan, justru itu mungkin lebih baik begitu.”

Untuk membersihkan Ciliwung sepanjang 15 kilometer, memang bukan perkara gampang. Kota Bogor membebaskan Ciliwung di wilayahnya dari sampah jelas tidak mudah, tetapi bukan hal tidak mungkin, “Asalkan ada kesadaran meski itu lama sekali,” kata Een. Tantangan selanjutnya adalah kebijakan yang parsial, “Itu juga susah.”

Begitu juga dengan pemerintah yang setengah repot mengotak-ngatik sejumlah kebijakan dan anggaran agar sampah ini tertangani. Bahkan, pemerintah pusat tahun 2019, sudah mulai mengalokasikan secara khusus dana bagi pemerintah daerah untuk pengelolaan sampah. Dana insentif daerah sekitar Rp10 triliun dialokasikan untuk pemda dengan menggunakan parameter peran pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah.

Walaupun, tolok ukur pemerintah masih blur dan minim informasi, semisal peta jalan. Yang nampak seperti mercusuar yakni, target pengurangan volume sampah di Tanah Air sebanyak 30 persen pada 2025. Tentu saja, perlu komitmen kuat pemerintah dan keterlibatan masyarakat.

Kepala Layanan Strategis Waste4Change Ridho Malik mengatakan, dari data manajemen pengelolaan sampah, hanya 7,5 persen sampah di Indonesia yang didaur ulang. Sebagian besar masuk ke TPA dan tercecer ke sungai.

Guna mendorong ekosistem daur ulang sampah meningkat, katanya, cara pandang pengelolaan sampah oleh pemerintah dan masyarakat harus diubah. Pengolahan sampah yang benar bisa efektif mengendalikan dampak pencemaran, mitigasi bencana, hingga meningkatkan sektor ekonomi masyarakat.

Peran pemerintah bisa merangkul industri daur ulang yang masih berjalan sendiri dan belum mendapatkan keberpihakan nyata. Padahal, industri ini memiliki kontribusi dan potensi untuk menyerap sampah-sampah non organik.

Di sisi lain demi menekan sampah organik, pengelolaan sampah mandiri warga berpotensi meningkatkan daya dukung lingkungan di tengah peningkatan jumlah penduduk. Ketika dikelola dengan benar, pengelolaan sampah efektif menghasilkan pendapatan tambahan dan kemudahan hidup bagi para pelakunya, semisal pengkomposan. Jika itu masih sulit dan serius dirintis, barangkali tepat kalau menyatakan sampah memang cerminan kehidupan dan wajah peradaban. Dan itu kita.(*)


Mongabay Indonesia

Tags: #lingkungan#peradaban#sampah
Share40SendShare

Related Posts

Menelusuri Asal Usul Makna Warna Hijau & Gerakan Lingkungan

05/03/2023

PIRAMIDA.ID- Pada Februari 1970, sekelompok hippie dan aktivis berkumpul di Vancouver, Kanada untuk membahas rencana uji coba nuklir di Pulau...

Perspektif Sosiologi terhadap Permasalahan Eksistensi Nelayan Skala Kecil

27/10/2022

Oleh: Adhitya Qurdiansyah (2205030012) PIRAMIDA.ID- Nelayan merupakan sebuah istilah bagi setiap individu atau kelompok yang mana kesehariannya bekerja menangkap ikan...

Di Jambi Penyelesaian Konflik Agraria Dinilai Setengah Hati, WALHI Ungkap Sejumlah Persoalan

26/07/2022

PIRAMIDA.ID- Proses penyelesaian konflik agraria di wilayah Provinsi Jambi, diakui masih menapaki jakan terjal oleh Manager Advokasi Wahana Lingkungan Hidup...

Apa yang Terjadi jika Kita Berhenti Menggunakan Plastik?

06/07/2022

PIRAMIDA.ID- Dari 8.300 juta ton plastik murni yang diproduksi hingga akhir tahun 2015, terdapat 6.300 juta tonnya telah dibuang. Sebagian...

Dampak Plastik terhadap Lingkungan

07/06/2022

Oleh: Lidya Putri* PIRAMIDA.ID- Kantung plastik kresek dan kemasan dari plastik lainnya merupakan alat pengemas yang paling banyak dipergunakan karena...

Apakah Efektif Pola Baru Pengawasan dan Penegakan Hukum di Laut Indonesia?

09/04/2022

PIRAMIDA.ID- Pengamanan wilayah laut menjadi kegiatan sangat penting untuk bisa terus berlangsung sepanjang tahun. Kegiatan tersebut tak hanya untuk mengamankan...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Refleksi Hari Lahir Pancasila, Fawer Sihite: Kita Harus Dengarkan Hati Nurani Rakyat

01/06/2025
Berita

Kalah Sebagai Calon Ketua Umum, Fawer Sihite Pastikan Dukung Kepemimpinan Prima Surbakti dan Jessica Worouw di GMKI

28/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

GMKI Cabang Bandar Lampung Ungkap Krisis Kepolisian di Daerah Lampung: “Kekuasaan Tanpa Kendali, Rakyat Tanpa Perlindungan”

01/05/2025

Populer

Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Ekologi

Mengenal Prof. Mr. St. Munadjat Danusaputro, Guru Besar Hukum Lingkungan Hidup

22/06/2020
ilustrasi/getty images
Pojokan

Sejarah Tai

03/08/2020
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba