Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Kamis, Februari 9, 2023
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Sains

Takut Mati Dalam Perspektif Kosmologi

by Redaksi
01/07/2020
in Sains
99
SHARES
704
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Arya Widihatmaka*

PIRAMIDA.ID- Dulu sekitar tahun 1994 saya penah mengalami gejala psikologi takut mati. Kalau saya ingat saat ini penyebabnya adalah literatur keagamaan, seperti (narasi) azab neraka, siksa kubur, pengadilan akhirat yang sulit, dsb.

Setelah beberapa tahun kondisi mencekam itu saya lalui, nuansa batin menjadi berubah, saya biasa berpikir tentang kematian, atau sekedar membicarakannya dengan orang-orang dekat.

Dengan begitu saya malah bisa menjalani hidup dengan tenang, tidak arogan atau ambisius, memandang kehidupan ini secara kosmologis, berusaha selalu memperbaiki diri, berupaya untuk dermawan, suka bila bisa membantu sesama, dan lebih menghargai kehidupan secara umum termasuk binatang dan tumbuhan.

Takut mati mungkin juga hormonal, sedangkan wacana adalah pemicunya, karena inilah ada obat-obatan yang bisa mengendalikan rasa takut sehingga dia menjadi tidak takut mati walau tidak secara alami.

Mati adalah kepastian, baik orang shaleh maupun bangsat semua akan mati. Mati bukan teori, namun ada beberapa teori dalam mempersiapkan kematian menurut kepercayaan yang dianut seseorang. Kematian memang dekat dengan persoalan kosmologi, baik kosmologi budaya, kosmologi agama, atau bahkan bisa juga kosmologi sains.

Dalam kosmologi budaya, kematian punya pernik yang banyak. Pada dasarnya jiwa seseorang dipercayai tetap eksis dan orang yang masih hidup bisa melakukan kontak seperti dengan pembakaran dupa, doa, mengunjungi makamnya, sedekah atas nama “si mati”, dsb.

Tak jarang dikatakan “si mati” memberi arahan tertentu bagi kehidupan keluarga dan sahabat karibnya. Ada juga kematian yang membawa sial bagi keluarganya, yaitu biasa disebut mati penasaran, sehingga rohnya bergentayangan menghantui yang masih hidup.

Bahkan ada cerita-cerita masyarakat mengatakan melihat orang yang sudah mati, dan di antara mereka berbuat aneh sehingga keluarganya kebingungan.

Yang seperti itu biasanya “si mati” (diyakini) orang yang penuh muatan jahat, punya ilmu yang salah, atau masih punya tanggungan tertentu. Ada juga kematian yang dijual, yaitu “si mati” dijual demi kepentingan tertentu seperti untuk kekayaan (pesugihan) dsb. Membicarakan kematian dalam kosmologi budaya akan sangat panjang dan banyak pernak perniknya.

Dalam kosmologi agama, tentu saja bahasan pasca dunia. Apa saja yang dialami seseorang dalam kehidupan akhirat yang diawali dengan kematian. Itu akan beragam menurut versi agama masing-masing.

Terkadang kosmologi agama seperti itu bisa mengguncang kejiwaan seseorang bahkan bisa menyebabkan gila karena ketakutan yang amat sangat hingga akal seseorang rusak. Namun bagian lain bisa menumbuhkan optimisme seseorang karena dia memiliki ruang psikologi dan keyakinan yang luas sehingga kemauan menjalani hidup tetap ada ketika tekanan kehidupan begitu berat.

Dalam kosmologi sains, sebenarnya ini hal baru. Memang, jiwa diyakini tidak eksis, sehingga setelah mati seseorang urusannya selesai. Benarkah demikian? Bagaimana bisa dibuat kesimpulan seperti itu? Terlepas dari perdebatan, “si mati” tetap mati, dia tidak bisa dihidupkan lagi kemudian ditanyai bagaimana sensasi transisi kehidupan yang barusan dia alami.

“Mati yang tidak bisa dihidupkan lagi” ini menjadi hukum dalam sains, bukan sekedar teori lagi. Namun mulai ada gagasan bahwa kesadaran dan memori seseorang diabadikan dalam perangkat teknologi modern sehingga harapannya suatu identitas tadi masih hidup meski tubuh fisiknya sudah dikubur atau dikremasi

Demikianlah seputar kematian dalam dunia manusia

Lalu bagaimana dalam dunia binatang? Kalau kita perhatikan beberapa binatang tidak takut mati, itu terlihat bahwa mereka tidak takut ancaman atau bahaya. Biasanya adalah serangga. Semisal laron. Laron mendekati api dan terbakarlah tubuhnya, mestinya dia sebelum terbakar sudah merasakan panas luar biasa. Tetapi kenapa malah terjun dalam api.

Demikian juga dengan semut, kalau kita perhatikan mereka tidak punya persepsi tentang hal yang menakutkan sehingga suka merayap di areal yang bisa membuat dia mati. Mungkin semakin kompleks suatu kesadaran ketakutan akan mati semakin besar. Karena ituah binatang-binatang seperti mamalia memiliki persepsi rasa takut sebagaimana kita manusia.

Mungkin saat ini ada di antara Anda yang masih takut mati. Anda harus melewati hal itu. Dan memang, ketika Anda melewatinya mungkin dibutuhkan rekonstruksi pikiran. Mungkin bagi Anda yang atheis akan tidak sudi melakukan rekonstruksi pikiran menjawab tantangan soal kematian karena Anda anggap berhubungan dengan agama sedangkan Anda telah abai dan menajiskankan agama.

Padahal tidak demikian. Anda tetap bisa dengan atheisme Anda meski mungkin pribadi Anda berubah.

Bagi yang religius soal kematian sudah menjadi bahasan umum meski kadang mengingatnya saja menjadi takut karena ancaman yang diberikan oleh dogma. Mengatasi hal ini Anda butuh mempelajari kosmologi sains agar bisa melihat realitas semesta nampak yang luar biasa dan tak mampu diukur lagi, sedangkan Tuhan tentu saja lebih agung dari semua itu.

Lalu untuk apa egoisme-Nya menghukum Anda dengan sewenang-wenang hanya untuk kepuasan diri-Nya. Namun begitu, Anda harus beramal shalih agar Anda merasa lebih siap bila suatu saat Anda mati. Karena waktunya tidak ada suatu jiwa pun yang mengetahui kapan dia mati.

Untuk latihan menerima kematian maka baik bagi seseorang untuk belajar kehilangan, melepaskan apa yang diklaim sebagai hak milik hidup. Bila Anda sudah terbiasa itu akan membantu memudahkan Anda kehilangan diri sendiri atau bertransisi sehingga rasa sakitnya akan berkurang. Sebagian orang terlihat bahagia ketika dia menjelang mati.

Mari kita lebih menyadari realita hidup di bumi ini.


Penulis merupakan seorang science enthusiast & trekker. Ulasan tulisannya dapat dibaca di suarasains.wixsite.com

Editor: Red/Hen

Tags: #agama#Budaya#kematian#Sains
Share40SendShare

Related Posts

Cerita tentang Bedes Bijak (Homosapiens)

27/01/2023

Oleh: Agung Baster* PIRAMIDA.ID- Sejarah manusia yang kita ketahui hari ini sebenarnya tidak lebih dari 1% dari sejarah spesies bedes...

Benarkah Mimpi Merupakan Kelanjutan dari Kehidupan Dunia Nyata?

27/01/2023

PIRAMIDA.ID- Dari mana mimpi berasal? Itu merupakan pertanyaan yang banyak diajukan orang. Peradaban kuno menginpretasikan mimpi sebagai kekuatan supernatural atau...

ilustrasi: tirto.id/Gery

Apa itu Teori Evolusi Darwin?

27/01/2023

PIRAMIDA.ID- Teori evolusi dengan seleksi alam, yang pertama kali dirumuskan dalam buku Darwin “On the Origin of Species” pada tahun...

Mengapa Bulu Mata Atas lebih Panjang daripada yang Bawah?

29/06/2022

PIRAMIDA.ID- Kelopak mata atas lebih besar, lebih panjang, dan memiliki akar yang lebih dalam sehingga bisa memiliki bulu mata indah...

Bagaimana Angin Tercipta dan dapat Berbahaya?

21/06/2022

PIRAMIDA.ID- Angin telah berputar-putar di seluruh dunia sejak lama sebelum kita berada di sini untuk menyadarinya. Ia mendesir di luar...

ilustrasi/shutterstock

Bagaimana Ombak Terbentuk dan Sampai ke Pantai?

10/06/2022

PIRAMIDA.ID- Liburan ke pantai, memang paling asyik main-main dengan ombak yang bergulung-gulung menuju pantai. Meski sudah rindu liburan ke pantai,...

Load More

Tinggalkan Komentar Batalkan balasan

Terkini

Berita

Timsel KPU Kepri Terbentuk, GMKI & GAMKI Tanjungpinang: Junjung Integritas dan Profesional

08/02/2023
Berita

Lantik dan Bimtek PKD, Panwascam Purbatua Ingatkan Perlunya Kemampuan Pengawasan dan Integritas

07/02/2023
Berita

Lantik PKD, Ketua Panwaslu Dolok Panribuan Ingatkan Jajaran Jaga Integritas

07/02/2023
Edukasi

Membangun Kesadaran Bela Negara Masyarakat Indonesia

06/02/2023
Berita

Kelompok Senior Peduli GMKI Serahkan Bantuan Inventaris kepada PP GMKI

04/02/2023
Berita

Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas: DPP PARKINDO Berkolaborasi dengan KND dalam menghilangkan Stigma terhadap Disabilitas di Gereja

03/02/2023

Populer

Edukasi

Peran Pemuda dan Mahasiswa untuk Pengembangan SDM

03/02/2023
Berita

Peringati 9 tahun Gugurnya 7 Relawan Kemanusiaan GMKI, GMKI Kutacane Gelar Ibadah Peringatan Hari Relawan

03/02/2023
Berita

Lantik dan Bimtek PKD, Panwascam Purbatua Ingatkan Perlunya Kemampuan Pengawasan dan Integritas

07/02/2023
Berita

Kelompok Senior Peduli GMKI Serahkan Bantuan Inventaris kepada PP GMKI

04/02/2023
ilustrasi: tirto.id/Gery
Sains

Apa itu Teori Evolusi Darwin?

27/01/2023
Berita

Resmi Sertijab, Ini Struktur PP GMKI 2022-2024

01/02/2023

FULL CAFE SIANTAR DI JALAN NARUMONDA ATAS NO 30

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2021 Piramida ID

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba Terbaik destinasi wisata dunia

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2021 Piramida ID

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba Terbaik destinasi wisata dunia