Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Selasa, Juni 17, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dialektika

6 Dekade UU Pokok Agraria: Reformasi Pertanahan Masih Jalan di Tempat

by Redaksi
25/09/2020
in Dialektika
98
SHARES
700
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Benni Kurnia Illahi*

PIRAMIDA.ID- Pada 24 September 2020, Undang-Undang (UU) No. 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) genap berusia 60 tahun.

Produk hukum yang dikeluarkan presiden Sukarno ini telah melalui perjalanan amat panjang di jagat hukum pertanahan Indonesia.

Saat UU itu dikeluarkan, semua kalangan seperti masyarakat adat, para petani, termasuk para pengusaha, menyatakan bawah bahwa UUPA merupakan jawaban dari perlawanan terhadap kolonialisme atas penguasaan dan kepemilikan tanah di Indonesia.

Di samping sebagai pijakan dasar pertanahan nasional, saat itu pemerintah melalui UUPA ingin meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Semangat UUPA adalah membangun peradaban dan kedaulatan negara terhadap hak atas tanah.

UUPA bersandar pada Undang Undang Dasar (UUD) 1945 yang mengamanatkan penguasaan negara terhadap bumi, air, dan kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat.

Enam dekade UUPA adalah momen refleksi.

Setelah puluhan tahun berjalan, reforma agraria yang diniatkan lewat UUPA masih belum mencapai tujuan akhirnya. Ke depan, masih ada ancaman-ancaman yang menghambat reforma agraria.

Belum mencapai hasil

Dalam setiap rezim pemerintahan yang berkuasa, frasa “kebijakan reforma agraria” selalu ada dalam pernyataan visi, misi maupun program kerja.

Faktanya, kebijakan-kebijakan dan politik hukum yang dikeluarkan tidak senafas dengan reforma agraria.

Maria S.W. Sumardjono, begawan hukum agraria dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pernah menyebutkan bahwa UUPA memiliki kekurangan-kekurangan secara isi dan belum mampu mengatasi pelbagai persoalan yang menyangkut konflik pertanahan di Indonesia.

Ia mengatakan bahwa kekurangan itu seharusnya dilengkapi di tahun-tahun berikutnya.

Namun pada masa Orde Baru di 1970-an, muncul pelbagai UU sektoral seperti UU kehutanan, pertambangan, minyak dan gas bumi, dan pengairan yang berorientasi pada pembangunan ekonomi.

Berbagai UU itu mereduksi UUPA sebagai UU yang mengatur pertanahan semata, dan mengesampingkan prinsip-prinsip keadilan dan kepastian hukum reforma agraria.

Ketentuan-ketentuan dalam UU sektoral tersebut tidak disandarkan pada aturan UUPA dan konsitusi bahkan melenceng dari prinsip-prinsip keadilan agraria.

Setelah Orde Baru jatuh pada 1998, era Reformasi ternyata juga tidak membawa perubahan berarti dalam reforma agraria.

Produk-produk hukum yang ditetapkan dan direncanakan dalam bidang agraria dan sumber daya alam masih mengabaikan keberpihakan terhadap masyarakat dan pengelolaan sumber daya alam, perlindungan hak asasi manusia (HAM), dan penerapan tata kelola pemerintahan yang baik sebagaimana amanat UUPA.

Hal tersebut dapat dilihat dari kebijakan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir.

Misalnya, awal tahun ini DPR mengesahkan perubahan UU Mineral dan Batubara (Minerba), menghidupkan kembali UU Sumber Daya Air yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2015 silam, hingga merencanakan mengatur soal agraria dalam pembentukan rancangan omnibus law Cipta Kerja.

Itu semua merupakan upaya yang semata-mata mementingkan kepentingan ekonomi dan investasi namun mengabaikan prinsip-prinsip utama keadilan reforma agraria seperti tanah sebagai alat sosial, tanah bukan sebagai komoditas komersial, dan tanah untuk mereka yang benar-benar bekerja di atasnya.

Ancaman di depan

Kini setidaknya terdapat tiga titik api paling berbahaya yang mengancam masa depan UUPA dan reforma agraria.

Pertama, wacana untuk mengundangkan berbagai pengaturan pertanahan dalam rancangan UU (RUU) Cipta Kerja.

Banyak sekali ketentuan dalam RUU tersebut yang berseberangan dengan prinsip-prinsip keadilan agraria.

Selama ini investor dan sebagian birokrat menganggap bahwa kesulitan memperoleh tanah merupakan salah satu hambatan untuk berinvestasi.

Lewat UU sapu jagat itu, ketentuan yang menyangkut pertanahan dan sumber daya alam diutak-atik dan diterobos tanpa mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, politik, budaya, dan lingkungan.

Misalnya, ada ketentuan tentang penghapusan kewajiban perkebunan mengusahakan lahan perkebunan dan sanksi bagi perusahaan yang tak menjalankan kewajiban.

Begitu juga ada ketentuan tentang pembentukan bank tanah sebagai upaya akselerasi proses pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur yang berdalih untuk kepentingan reforma agraria.

Kemudahan-kemudahan perizinan pertanahan atas nama pengadaan tanah untuk proyek infrastruktur akan menyuburkan praktik-praktik makelar dan spekulan tanah.

Kedua, semakin menjamurnya aturan sektoral atau peraturan perundang-undangan di bidang agraria pasca UUPA, yang berseberangan dengan nilai-nilai konstitusional dan HAM.

Akhir-akhir ini rakyat terus dihadapkan dengan kejutan-kejutan produk hukum serba instan yang tidak memihak pada kepentingan publik, tak terkecuali produk hukum di bidang agraria dan SDA.

Misalnya, UU Minerba yang baru memberikan kemudahan-kemudahan perizinan yang diberikan kepada taipan tambang sehingga memudarkan prinsip-prinsip kepastian hukum dan keadilan agraria.

Ketiga, belum ada upaya serius dari pemerintah untuk mengatasi letusan konflik agraria yang semakin meningkat tiap tahunnya.

Konsorsium Pembaruan Agraria, sebuah organisasi yang menyoroti kasus-kasus konflik lahan, mencatat pada 2019 terdapat 279 letusan konflik agraria dengan melibatkan 420 desa di berbagai provinsi.

Konflik agraria adalah penyebab terjadinya kerusakan lingkungan yang berujung pada terpinggirkannya hak-hak konstitusional masyarakat, terutama masyarakat adat.

Berdasarkan ketiga ancaman di atas, maka pilihan hukum paling ideal adalah pemerintah dan DPR menyusun kembali secara hati-hati cetak biru kebijakan pertanahan atau agraria berdasarkan perkembangan hukum dan masyarakat.

Cetak biru tersebut dapat berupa pembaruan-pembaruan kebijakan agraria dan sumber daya alam berdasarkan perkembangan yang menerjemahkan cita-cita keadilan agraria.

Cita-cita keadilan agraria tentu saja berkaitan dengan kepastian hukum kepemilikan tanah, pencegahan krisis ekologi, penyelesaian konflik, pengurangan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.

Kebijakan tersebut harus menggambarkan apa yang menjadi visi, misi, tujuan, program, dan skala prioritas dalam reformasi pengaturan agraria.

Jika pemerintah dan DPR tidak melangkah ke arah itu, spirit UUPA untuk menyerasikan antara tujuan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan melalui reforma agraria akan semakin sulit terwujud; momen 60 tahun UUPA tidak akan berarti apa-apa.


Penulis merupakan Dosen Hukum Administrasi dan Keuangan Negara Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Universitas Bengkulu. Dipublikasi untuk pertama kali pada The Conversation.

Tags: #agraria#pertanahan#reformasi#uupa
Share39SendShare

Related Posts

Pidato Lengkap Jefri Gultom di Dies Natalis GMKI ke-74: Bangkit Ditengah Pergumulan

26/02/2024

Bangkit Ditengah Pergumulan Pidato 74 tahun GMKI Jefri Edi Irawan Gultom Para peletak sejarah selalu berpegang pada prinsip ini, ‘’perjalanan...

Pewaris Opera Batak

11/07/2023

Oleh: Thompson Hs* PIRAMIDA.ID- Tahun 2016 saya menerima Anugerah Kebudayaan dari Kemdikbud (sekarang Kemendikbudristek) Republik Indonesia di kategori Pelestari. Sederhananya,...

Mengapa Membahas Masa Depan Guru “Dianggap” Tidak Menarik?

01/05/2023

Oleh: Agi Julianto Martuah Purba PIRAMIDA.ID- “Mengapa sejauh ini kampus kita tidak mengadakan seminar tentang tantangan dan strategi profesi guru di...

Membangun Demokrasi: Merawat Partisipasi Perempuan di Bidang Politik

14/04/2023

Oleh: Anggith Sabarofek* PIRAMIDA.ID- Demokrasi, perempuan dan politik merupakan tiga unsur yang saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Berbicara mengenai...

Dari Peristiwa Kanjuruhan Hingga Batalnya Indonesia Tuan Rumah Piala Dunia U-20

03/04/2023

Oleh: Edis Galingging* PIRAMIDA.ID- Dunia sepak bola tanah air sedang merasakan duka yang dalam. Kali ini, duka itu hadir bukan...

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023

Oleh: Muhammad Muharram Azhari* PIRAMIDA.ID- Pengertian disiplin menurut Elizabeth Hurtock mengemukakan bahwa; Disiplin itu berasal dari kata "discipline", yaitu seseorang...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Kader IPK Taput Diduga di Aniaya Akibat Keributan di Purbatua

17/06/2025
Berita

Refleksi Hari Lahir Pancasila, Fawer Sihite: Kita Harus Dengarkan Hati Nurani Rakyat

01/06/2025
Berita

Kalah Sebagai Calon Ketua Umum, Fawer Sihite Pastikan Dukung Kepemimpinan Prima Surbakti dan Jessica Worouw di GMKI

28/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025

Populer

Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Ekologi

Mengenal Prof. Mr. St. Munadjat Danusaputro, Guru Besar Hukum Lingkungan Hidup

22/06/2020
Pojokan

Pesan Tersembunyi Ki Narto Sabdo Dalam Lagu Kelinci Ucul

23/09/2020
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba