PIRAMIDA.ID- Thseen Nazir tidak sejenak pun melihat smartphone-nya ketika memberikan kuliah di Ibn Haldun University di Istanbul, Turki. Asisten guru besar di departemen psikologi itu banyak meriset dampak teknologi komunikasi terhadap interaksi sosial, terutama menyangkut perilaku mengabaikan teman untuk membuka ponsel alias “phubbing.”
“Perilaku ini mengganggu waktu berkualitas,” katanya, dan “kita pun tidak menyadarinya.”
“Smartphone memungkinkan kita berhubungan dengan orang terdekat dengan mudah, tapi terkadang piranti ini menghalangi kita bertatap muka dan ini bisa menjadi masalah,” tambah Genavee Brown, Guru Besar Psikologi di Universitas Northumbria, Inggris.
Uniknya, faktor usia turut berperan dalam perilaku asosial seputar smartphone. Pada survey yang dibuat Nazir pada 2020, persepsi kaum muda dan tua “dalam menghadapi perilaku ini sama sekali berbeda.”
Tapi kerugian tidak hanya ditanggung oleh mereka yang dacuhkan oleh lawan bicara, melainkan pelaku juga.
Sebuah riset oleh Universitas Northumbria di AS pada 2016 silam menunjukkan semakin lama sebuah pasangan menggunakan ponsel, semakin berkurang pula kualitas interaksinya. Studi itu menyimpulkan kebiasaan menggunakan smartphone memperburuk interaksi, terlepas dari kedekatan subyek dengan lawan bicara.
Studi lain yang melibatkan 300 responden di Jurnal Psikologi Eksperimental pada 2017 menemukan bahwa mereka yang meletakkan smartphone di atas meja ketika sedang makan bersama, merasa konsentrasinya terganggu, dan sebabnya kurang menikmati waktu bersama teman.
Tapi buat banyak orang, terutama generasi muda, menggunakan smartphone setiap waktu sudah menjadi norma umum.
Bergantung pada alasan
“Dalam perbincangan ringan, sudah menjadi kelaziman bahwa semua orang memegang smartphone di tangan,” kata Milena, 17, asal Jerman. “Karena kaum muda sudah terbiasa, saya tidak melihatnya sebagai tindakan tidak sopan, hanya memang kurang menyenangkan. Saya pribadi tidak suka jika teman saya berbicara sembari sesekali memeriksa smartphonenya.”
Temannya, Pauline, yang juga berusia 17 tahun, mengatakan pengecualian diberikan bergantung pada alasan menggunakan smartphone. “Rasanya tidak menyenangkan, tapi saya tidak melihatnya sebagai sesuatu yang buruk.”
Reaksi serupa dicatat responden sebuah studi yang dirilis di jurnal ilmiah Human Behaviour and Emerging Technologies. Penelitian tersebut menyimpulkan orang akan merasa dijauhkan ketika lawan bicaranya menggunakan smartphone untuk alasan banal seperti berselancar online, atau menjawab pesan yang tidak penting.
Sebaliknya, para responden sepakat, hal serupa tidak terjadi jika lawan bicara punya alasan penting untuk menggunakan smartphone.
Mengakhiri kebiasaan
Bagi orang yang ingin mengurangi konsumsi smartphone saat berinteraksi sosial, ada sejumlah solusi kreatif yang bisa diuji coba.
Beberapa orang menggunakan aplikasi untuk memblokir internet, sementara yang lain menyimpan smartphonenya di dalam kotak khusus yang baru terbuka setelah sejumlah waktu.
Sebuah perusahaan bahkan mendesain gelang yang dipasang pada ponsel dan bertuliskan “lihat ke depan.”
Genavee Brown merekomendasikan untuk memperkuat komunikasi. Menurutnya jika mendapat perilaku “phubbing” dari teman atau keluarga, tanyakan kenapa mereka melakukannya, kata Brown.
“Anda bisa menjelaskan bagaimana perasaan Anda ketika diabaikan dan ajak untuk mencari solusi bersama-sama.”(*)
DW Indonesia