Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Minggu, Juli 6, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dialektika

Bahasa dan Agama: Milik Siapa?

by Redaksi
07/06/2020
in Dialektika
98
SHARES
700
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Fernando Sihotang*

PIRAMIDA.ID- Pertengkaran-pertengkaran seputar identitas kepelbagaian masyarakat Indonesia masih menjadi konsen sekaligus skeptical bagi terwujudnya cita-cita persatuan, perdamaian dan keadilan yang dibayangkan para pelopor bangsa “modern” ini.

Peristiwa-peristiwa intoleransi masih mengisi ruang-ruang perjumpaan yang seharusnya diorganisir untuk mengakomodasi perbedaan, bukan dalam agenda menyamakan.

Ruang kebebasan di Indonesia pasca Reformasi disajikan di atas wadah yang paradoks. Di satu sisi, kebebasan sipil dan politik, yang selama 32 tahun dikebiri, dijamin di dalam dokumen-dokumen hukum positif, walaupun filosofis hukumnya masih sangat terbuka untuk dipertentangkan.

Seperti halnya pembatasan-pembatasan kebebasan yang tidak perlu (unnecessary) dan tidak proportionate sehingga membiarkan sekat-sekat bagi aktor-aktor – baik negara maupun sipil – menganga untuk mendiskriminasi yang lain demi mengeruk kepentingan ideologi maupun politik. Di sisi lain, kebebasan itu dijadikan sebagai momentum kebangkitan sentiment atas nama agama.

Tuntutan pemblokiran aplikasi Alkitab berbahasa Minang beberapa hari yang lalu merupakan bukti bahwa urusan-urusan penghargaan kebebasan sipil dan politik masih meninggalkan tanda tanya besar. 72 tahun sudah hak asasi manusia diadopsi menjadi dokumen universal kemanusiaan yang bertujuan melindungi hak setiap individu untuk bebas berpikir, berkeyakinan (hati nurani) dan beragama, serta memanifestasikan pilihannya itu baik secara individu maupun “bersama-sama dengan komunitasnya”.

Satu hal penting yang perlu dicatat, penyebutan “bersama-sama dengan komunitasnya” tidak dimaksudkan melindungi identitas kelompok, tetapi semata-mata melindungi individu ketika ia memilih untuk menjalankan keyakinannya secara kolektif.

Seorang Kantian Nadia Sawicki (2012), dalam artikelnya The Hollow Peace of Conscience, mengingatkan bahwa pilihan atas keyakinan dianalogikan layaknya “peradilan internal”, yang mana pemeran hakim dan terdakwa adalah satu dan orang yang sama. Dengan demikian manusia dibayangkan sebagai makhluk yang rational dan autonomous.

HAM yang universal itu juga menafsirkan rasionalitas dan keotonomian setiap individu sehingga ia menjadi menjadi seperti apa yang diinginkannya, sepanjang ia tidak turut mengalienasikan (menghilangkan) hak orang lain untuk bebas berpikir dan memanifestasikan keyakinannya.

Tapi pembahasan yang terakhir ini rentan untuk disalahtafsirkan sebagai pembatasan hak yang legitimet atas nama perasaan (feeling), hak mayoritas yang terluka dan demi terciptanya ketertiban umum/kerukunan.

HAM tidak pernah menjanjikan perlindungan atas dasar perasaan dan hak atas nama mayoritas karena perbedaan pilihan seseorang yang dianggap bias dari standar moral masyarakat kebanyakan. Pembatasan hak dan kebebasan atas dasar ketertiban umum memang legitimet sesuai hukum HAM internasional, namun bukan berarti kemarahan yang diakibatkan “hati yang terluka” tersebut dibenarkan untuk menghalangi kebebasan orang lain untuk berpikir, berkeyakinan dan beragama serta memanifestasikannya menjadi berkurang.

Sebagai tambahan, HAM konsisten melindungi manusia sebagai individual agents dan tidak pernah menjadikan “identitas” sebagai objek dari HAM yang harus dilindungi. Perlindungan kelompok minoritas atas dasar bahasa, keyakinan, dan suku bangsa – dituangkan dalam dokumen PBB di Declaration on the Rights of persons belonging to national or ethnic, religious and linguistic minorities – bukan pula berarti bahwa HAM menjadikan mereka (kelompok) sebagai obyek yang dilindungi.

Agama, bahasa dan suku bangsa disebutkan hanyalah karena ada individu yang konsen dengan mereka, baik itu karena pilihan maupun identitas yang sudah melekat dengan individu tersebut.

Seiring dengan pemahaman kita bahwa manusia adalah makhluk yang rational dan autonomous, penghakiman atas pilihan berkeyakinan seseorang, termasuk memanifestasikannya lewat bahasanya, merupakan sebuah bentuk pengebirian tanggungjawab moral seseorang (moral responsibility).

Ia yang berada dalam posisi moral ini tentu akan mempertanggungjawabkan pilihan spiritualitasnya dengan cara yang paling mungkin ia lakukan, termasuk melalui bahasa.

Posisi moral inilah yang diperjuangkan oleh Martin Luther ketika ia menghantarkan gereja menuju reformasi gereja (1517). Ia menerjemahkan Alkitab dari bahasa asli  Aram di Perjanjian Lama dan bahasa Yunani di Perjanjian Baru ke dalam bahasa lokal (Jerman) agar bisa dimengerti oleh semua kalangan. Alkitab yang digunakan sebelum diterjemahkan oleh Luther tersedia dalam bahasa Latin.

Kesempatan memahami isi Alkitab hanya terbuka kepada pemuka-pemuka gereja, bangsawan dan orang-orang terpelajar. Karena bahasa Latin hanya diajarkan di sekolah-sekolah, dan tidak semua orang memiliki kemampuan mengakses dan menjangkau bangku pendidikan pada masa itu.

Akhirnya, negaralah yang seharusnya mengambil peran sebagai pihak yang mendistribusikan hak dan kebebasan secara adil serta tanpa diskriminasi kepada setiap orang sesuai dengan konsensus universal. Apalagi Indonesia merupakan negara pihak di bawah hukum HAM internasional yang dituntut patuh.

Gambaran ideal inilah yang dibayangkan oleh John Rawls sebagai doctrine of public reason, dalam bukunya Justice as Fairness, bahwa segala upaya memaksakan kebenaran kepada orang lain adalah tindakan yang unreasonable, karena tidak seirama dengan nilai-nilai publik (public values) dan nilai-nilai standar (standard values).

Moralitas (norma kesukuan, doktrin agama dan ideologi) tidak bisa dijadikan sebagai nilai publik dan nilai standar, karena setiap orang memiliki kebenaran menurut nilai moralnya masing-masing. Berpindah keyakinan tidak bisa dilarang meskipun bertentangan dengan moral agama lahir seseorang, karena tidak semua orang mau menerima standar moral tersebut.

Tindakan intoleransi merupakan sebuah act yang unreasonable, yaitu menolak perbedaan sambil menggiatkan proyek penyamaan. Penyamaan disucikan sebagai upaya mencari kedamaian. Jikalau tidak, kekerasan dan ketidakrukunan akan muncul sebagai konsekuensi. Gray Cox (1986) dalam The Ways of Peace: A Philosophy of Peace as Actions, menyebutnya sebagai the hollow peace (kedamaian hampa), dimana kedamaian itu hanya ditemukan di kuburan tempat tubuh-tubuh mati bersemayam.

Sebagai penutup, intoleransi yang terus dibiarkan tidak hanya akan menghancurkan kebebasan dan kesetaraan setiap orang dalam martabat dan haknya, tetapi juga ia akan menjadi jalan mulus bagi kekerasan sektarian di masyarakat. Belum lagi kalau kita harus menguraikan kaitan pentingnya toleransi sebagai modal pembangunan. Kebanyakan, intoleransi dan politik homogenisasi bergaris lurus dengan kemiskinan.


Penulis adalah Dosen di Universitas Sumatera Utara, Alumni Pascasarjana salah satu kampus di Jerman.

Tags: headline
Share39SendShare

Related Posts

Pidato Lengkap Jefri Gultom di Dies Natalis GMKI ke-74: Bangkit Ditengah Pergumulan

26/02/2024

Bangkit Ditengah Pergumulan Pidato 74 tahun GMKI Jefri Edi Irawan Gultom Para peletak sejarah selalu berpegang pada prinsip ini, ‘’perjalanan...

Pewaris Opera Batak

11/07/2023

Oleh: Thompson Hs* PIRAMIDA.ID- Tahun 2016 saya menerima Anugerah Kebudayaan dari Kemdikbud (sekarang Kemendikbudristek) Republik Indonesia di kategori Pelestari. Sederhananya,...

Mengapa Membahas Masa Depan Guru “Dianggap” Tidak Menarik?

01/05/2023

Oleh: Agi Julianto Martuah Purba PIRAMIDA.ID- “Mengapa sejauh ini kampus kita tidak mengadakan seminar tentang tantangan dan strategi profesi guru di...

Membangun Demokrasi: Merawat Partisipasi Perempuan di Bidang Politik

14/04/2023

Oleh: Anggith Sabarofek* PIRAMIDA.ID- Demokrasi, perempuan dan politik merupakan tiga unsur yang saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Berbicara mengenai...

Dari Peristiwa Kanjuruhan Hingga Batalnya Indonesia Tuan Rumah Piala Dunia U-20

03/04/2023

Oleh: Edis Galingging* PIRAMIDA.ID- Dunia sepak bola tanah air sedang merasakan duka yang dalam. Kali ini, duka itu hadir bukan...

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023

Oleh: Muhammad Muharram Azhari* PIRAMIDA.ID- Pengertian disiplin menurut Elizabeth Hurtock mengemukakan bahwa; Disiplin itu berasal dari kata "discipline", yaitu seseorang...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Dugaan Fee Proyek, Ketua ILAJ Minta KPK Pantau Bagi-Bagi Proyek di Kota Siantar

04/07/2025
Berita

Robot Polri Tuai Kritik Netizen, Fawer Sihite: Inovasi Harus Disambut Baik, Tapi Polri Perlu Bangun Instrumen Komunikasi yang Efektif

30/06/2025
Berita

Tokoh Cipayung Plus Gabung Golkar Lewat AMPI, Jefri Gultom: Politik Adalah Etika untuk Melayani

28/06/2025
Berita

Tokoh Cipayung Plus Login Golkar Pada HUT AMPI, Bahlil Lahadalia : Adik-Adik Saya Sudah di Jalan Yang Benar

28/06/2025
Berita

IRKI Nilai Tafsir UU Tipikor atas Pedagang Pecel Lele Menyesatkan

22/06/2025
Dunia

Perang Israel-Iran Menunjukkan Pentingnya STEM, Fawer Sihite: Dukung Sikap Presiden Prabowo

22/06/2025

Populer

Berita

Dugaan Fee Proyek, Ketua ILAJ Minta KPK Pantau Bagi-Bagi Proyek di Kota Siantar

04/07/2025
Berita

Robot Polri Tuai Kritik Netizen, Fawer Sihite: Inovasi Harus Disambut Baik, Tapi Polri Perlu Bangun Instrumen Komunikasi yang Efektif

30/06/2025
Berita

Resmi Sertijab, Ini Struktur PP GMKI 2022-2024

01/02/2023
Berita

Tokoh Cipayung Plus Login Golkar Pada HUT AMPI, Bahlil Lahadalia : Adik-Adik Saya Sudah di Jalan Yang Benar

28/06/2025
Edukasi

Keterbatasan Jumlah Guru Terampil

09/12/2021
Pojokan

Aku dan Sejuta Masalah Hidupku

17/06/2021
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba