Fikri Muhammad*
PIRAMIDA.ID- Industri film Korea Selatan bangkit bukan tanpa alasan. Itu didukung dengan beberapa pemantik, mulai dari krisis finansial Korea Selatan pada 1997 serta penataan ulang industrialisasi film.
Adapun Sung Kyung Kim yang menyebutkan hal itu dalam penelitiannya yang berjudul Renaissance of Korean National Cinema as a Terrain of Negotiation and Contention between Global and the Local:Analysing two Korean Blockbusters, Shiri (1999) and JSA (2000)
Menurutnya, terjadi perubahan pada kehidupan warga Korea Selatan setelah krisis finansial pada 1977 yang menyebabkan bangkrutnya beberapa konglomerat. Bermunculan berbagai gerakan-gerakan pemersatu Korea Selatan, salah satunya adalah pemboikotan film Hollywood dan kampanye menonton film korea oleh para sineas.
Lalu, industrialisasi dan penataan ulang terhadap industri film juga dilakukan. Setelah sebelumnya film-film mereka dibatasi oleh beberapa sensor yang ditetapkan oleh kebijakan rezim otoriter yakni rezim Park Jung-Hee (1963-1979) dan rezim Chun Do-Hwan (1980-1988).
Pada kedua rezim tersebut, film bertema politik, terutama yang menunjukan situasi politik Korea Selatan dilarang diproduksi dan diputar.
Barulah pada era Presiden Kim Young-Sam (1993-1997), sensor yang ketat tadi mulai dilepas sehingga para sineas lebih leluasa dalam menyuarakan isu-isu tertentu.
Namun, ini tak lepas dari anekdot bahwa Presiden Kim Young-Sam menyuarakan dukunganya pada industri media dan budaya karena terinspirasi dari keuntungan film Jurassic Park yang menyamai ekspor 1,5 juta mobil Hyundai menurut Tom Vick, pada jurnal Cinema as a Window on Contemporary Korea.
Atas dukungan rezim, persepsi film Korea Selatan pun berubah. Semula, sinema dianggap sebagai kesenian marjinal berubah menjadi industri yang menguntungkan. Para konglomerat pun memberikan penanaman modal untuk produksi film domestik pada pertengahan 1990-an.
Presiden Kim Dae-Jung (1998-2002) juga giat menghidupkan perfilman Korea Selatan dengan kebijakan dana promosi film, dana promosi kebudayaan, dan mempromosikan investasi pribadi industri perfilman melalui pajak insentif.
Tema-tema politik yang sebelumnya tabu, sudah diangkat pada era kontemporer seperti film Secretly Greatly (2013) karya sutradara Jang Cheol-soo, yang berlatar ketegangan politik Korea Selatan dan Korea Utara.
Karakter utamanya Won Ryoo-Han yang diperankan oleh Kim Soo-Hyun merupakan mata-mata Korea Utara yang menetap di Korea Selatan untuk misi reunifikasi negara. Ia menyamar sebagai pemuda dengan keterbelakangan mental, namanya berubah menjadi Bang Dong-Gu.
Lama kelamaan, ia diterima oleh masyarakat karena kebaikanya. Namun, jauh dari itu, Bang Dong-Gu sebagai agen elit Korea Utara juga memiliki kesamaan ras dan etnis. Homogenitas etnis menjadi dasar masyarakat Korea Selatan memandang sesama manusia menurut penelitian Amirah Anis Thalib dalam jurnal Film dan Identitas Nasional Korea Selatan: Studi Komparasi pada Film My Little Hero dan Secretly Greatly.
Lanjutnya, identitas nasional pada film Secretly Greatly menurut Amirah juga ada pada nilai-nilai konfusianisme peninggalan dinasti Choson. Sehingga, Bang Dong-Gu yang menjadi mata mata Korea Utara dapat diakui dengan mudah tanpa curiga.
Sumber: Republish untuk tujuan informatif dari National Geographic Indonesia