Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Selasa, Juli 15, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dunia

Kala Perang Dingin Masih ‘Hidup’ di Asia

by Redaksi
05/09/2020
in Dunia
98
SHARES
701
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Seremoni kecil di geladak kapal perang AS, USS Missouri, di mana Jepang menandatangani dokumen kapitulasi di awal bulan September 1945, mengakhiri Perang Dunia II. Tapi selama 75 tahun kemudian, tatanan politik pasca perang masih mendominasi kawasan Asia Timur.

Di Eropa situasinya berbeda. Jerman dan Perancis menjalin rekonsiliasi dan membuka jalan bagi pembentukan Uni Eropa, Uni Sovyet ambruk dan negara-negara timur Eropa menerapkan demokrasi.

Namun di Asia Timur, Perang Dingin belum mereda. “Perseteruan ideologi dan teritorial di kawasan ini masih menjadi warisan Perang Dunia yang belum tuntas,” kata Sejarahwan Jerman, Tortsen Weber.

Sejak Jepang menyerah, Asia Timur dilanda gejolak yang mencuatkan Partai Komunis sebagai kekuatan tunggal di Cina, 1949, atau berakhirnya pendudukan Jepang oleh AS secara resmi pada 1952, menyusul perjanjian damai di San Fransisco.

Kedua negara yang mewakili blok barat dan timur hingga kini masih giat mempersenjatai diri dan merawat konfrontasi. “Di Cina dan Korea Utara ada dinasti keluarga dan kepartaian. Sementara di negara lain menganut demokrasi,” imbuh Weber.

Dua negara adidaya yang saling bersaing di Asia Timur, Amerika Serikat dan Cina, bangsa yang terbelah di Semenanjung Korea dan kekuasaan rejim Kim di Pyongyang juga menyerupai situasi Perang Dingin.

Seandainya Cina mengikuti jejak Eropa menyambut demokrasi pasca perang, tentu kedua negara Korea dan Jepang akan bereaksi terhadap perkembangan itu. “Tapi peluang bersejarah itu dilewatkan melalui Pembantaian Tiananmen,” tutur Weber yang sedang meneliti di Institut Studi Jepang di Tokyo.

Sejarah sebagai instrumen politik 

Berbeda dengan Eropa, Asia Timur hingga kini belum siap untuk sebuah rekonsiliasi, yang tercermin pada perseteruan teritorial di kawasan. Perebutan pulau tak berpenghuni di lepas pantai Korea Selatan dan di Laut Cina Timur demi sumber daya alam dan keunggulan militer merupakan contoh teranyar.

Buat negara-negara bekas jajahannya, keengganan Jepang membayar ongkos teritorial usai Perang Dunia II masih menjadi duri di dalam daging, “Dari sudut pandang Beijing, Seoul dan Pyongyang, pemisahan Korea dan keberadaan Taiwan adalah warisan imperialisme Jepang,” kata pengamat politik Kanada, Stephan Nagy, di Universitas Kristen Internasional di Tokyo.

Buntutnya sentimen nasionalisme menguat. Korsel mencoba mengusir hantu penjajahan, 1910-1945, dengan mengalakkan “dekolonialisasi anti Jepang.” Hubungan Cina dengan Jepang juga didominasi rasa nasionalistik.

Ketika kedua negara kembali menjalin hubungan diplomatik pada 1972, Mao Zedong mengatakan, tanpa invasi Jepang, kaum komunis tidak akan mungkin merebut kekuasaan. Permusuhan kedua negara sempat mereda, namun kembali menguat di era Jiang Zemin.

“Narasi tentang penindasan dan pengorbanan sangat penting bagi pembentukan identitas, dan ini semakin dibetoni lewat pendidikan dan budaya pop,” ujar Daniel Sneider, pakar Asia Timur di Stranford University, AS.

Artinya, Cina, Korea Selatan dan Korea Utara menyudutkan Jepang sebagai instrumen politik untuk merebut hati rakyat. “Para pemimpin di Beijing dan Seoul tidak cuma merawat ingatan sejarah untuk mengenang para korban, tetapi juga buat memetik keuntungan politik,” imbuh Ralph Cossa, bekas direktur lembaga pemikir AS, Pacific Forum, di Hawaii.

“Permohonan maaf kosong” 

Pada saat yang sama Jepang iuga ikut merawat antipati di negeri jiran lewat kebijakannya sendiri. Hingga kini pemerintahan di Tokyo tidak banyak menunjukkan penyesalan atas invasi ke Cina, atau Pembantaian Nanjing 1937, dan menyepelekan beban sejarah perekrutan paksa perempuan sebagai budak seks.

Baru pada 2001, PM Junichiro Koizumi mengunjungi Cina dan secara verbal mengungkapkan penyesalan atas kekejaman Jepang di negeri bekas jajahannya itu.

Meski demikian, pemerintah saban tahun masih mengunjungi Kuil Yasukuni di Tokyo, yang mengagungkan penjahat perang Jepang. Biasanya setiap perdana menteri ikut mengingatkan tentang kekejaman imperalisme Jepang ketika berkunjung ke kuil tersebut, agar tidak memprovokasi jiran di barat.

Namun kebiasaan itu dihentikan oleh Perdana Menteri Shinzo Abe. “Di dalam ilmu pengetahuan, perilaku itu disebut sebagai upaya mengosongkan,” sejarah, kata sejarahwan Jerman, Weber. Dengan cara itu pemerintahan konservatif Jepang dinilai ingin memperlemah prinsip antiagresi yang dianut militer Jepang.

Kesamaan yang dilupakan 

Penekanan pada rasa nasionalistik dan perbedaan ikut menghalangi negara-negara Asia Timur untuk menyelami kesamaan kultural dan menjadikannya batu loncatan menuju pendekatan dan rekonsiliasi.

Ketiga bangsa di Asia Timur saling berbagi akar kebudayaan dari Cina, antara lain Konfusianisme atau Buddhisme, dan juga aksara. Tapi mereka lebih suka bersaing tentang siapa yang paling baik merawat warisan tersebut.

Dari sudut pandang Cina, Jepang telah mengkhianati nilai-nilai ke-Asia-annya lewat deklarasi perang. Sebaliknya Cina juga dianggap telah berpisah dari Asia ketika menerapkan Maoisme. Sementara Korea bahkan tidak mampu membangun satu negara bersama.

Pemimpin di Asia biasanya membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bertemu di satu meja dan kembali membangun rasa saling percaya. Sebab itu pula hubungan antara negara di Asia Timur tetap membeku hingga kini.


Sumber: DW Indonesia

Tags: #asia#india#Indonesia#jepangChina
Share39SendShare

Related Posts

Perang Israel-Iran Menunjukkan Pentingnya STEM, Fawer Sihite: Dukung Sikap Presiden Prabowo

22/06/2025

PIRAMIDA.ID - Dalam sebuah wawancara eksklusif yang berlangsung di Mall Atrium Senen, Jakarta Pusat, Fawer Sihite menegaskan bahwa perang antara...

Kebahagiaan Berasal dari Keyakinan dalam Diri

10/07/2023

PIRAMIDA.ID- Pernahkah Anda berkata pada diri sendiri saat marah, ‘Saya tidak boleh marah?' Atau mungkin ketika Anda merasa sedikit sedih,...

Mengapa Orang Terlihat Serius dan Tidak Tersenyum di Foto-foto Kuno?

30/04/2023

PIRAMIDA.ID- Foto-foto pertama diambil pada akhir tahun 1820-an. Tetapi sampai tahun 1920-an, tampaknya orang-orang mulai “belajar” tersenyum saat di foto....

Bagaimana Asal Usul Jabat Tangan?

02/04/2023

PIRAMIDA.ID- Kita sudah begitu terbiasa berjabat tangan dengan orang lain, kita hampir tidak memikirkan bagaimana, di mana, dan mengapa kebiasaan...

Marcus Aurelius: Kaisar Romawi Baik Hati yang Juga Seorang Filsuf

05/03/2023

PIRAMIDA.ID- Marcus Aurelius lahir pada 26 April 121 Masehi di Roma dengan nama lahir Marcus Annius Verus. Perjalanan hidupnya membuat...

Melihat Penghasilan Lenin dan Stalin

22/08/2022

PIRAMIDA.ID- Ketika para pemimpin Soviet pertama berkuasa, mereka menyiarkan slogan-slogan seperti “Tanah untuk Petani! Pabrik untuk Para Pekerja!” dan berjanji bahwa...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Anies Baswedan Hadir Pada RAPIMNAS I Gerakan Rakyat, Ketua DPP Gerakan Rakyat Sebut Nama Tom Lembong

13/07/2025
Berita

Penyelidikan Dihentikan, Kuasa Hukum Korban Penipuan Segera Laporkan Penyidik Polda Sumut ke Propam

10/07/2025
Berita

150 Hari Kerja Bupati Simalungun, GMKI : Simalungun mau dibawa kemana?

09/07/2025
Berita

Ketua ILAJ Minta Hakim Berhikmat: Kasus Hasto & Tom Lembong Jangan Dikendalikan Politik, Vonis Bebas Adalah Pilihan Konstitusional

07/07/2025
Berita

Dugaan Fee Proyek, Ketua ILAJ Minta KPK Pantau Bagi-Bagi Proyek di Kota Siantar

04/07/2025
Berita

Robot Polri Tuai Kritik Netizen, Fawer Sihite: Inovasi Harus Disambut Baik, Tapi Polri Perlu Bangun Instrumen Komunikasi yang Efektif

30/06/2025

Populer

No Content Available
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba