PIRAMIDA.ID- Memasuki bulan kedua laporan Satuan Pelajar dan Mahasiswa (Sapma) Pemuda Pancasila (PP) kabupaten Simalungun kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) atas dugaan penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) 49 sekolah dasar (SD) dan dugaan monopoli buku yang dilakukan oleh Zocson Silalahi, Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) beserta kroninya Dasa Sinaga juga dugaan adanya fee proyek di dinas pendidikan, Sapma PP Simalungun menganggap bahwa pihak Kejari ‘belum’ melakukan apapun atas laporannya.
Dianggap belum membuahkan hasil maka Sapma PP yang dimotori oleh Parlindungan Sirait kembali menggelar aksi unjuk rasa untuk ketiga kalinya di depan gedung Kejari Simalungun, pada Kamis (9/6) sekira pukul 11.00 WIB.
Berbeda dengan sebelumnya, aksi yang dipimpin oleh Cavin Tampubolon tersebut menurunkan massa sekisar 400 orang, dengan dukungan seniornya kader PP se Simalungun.
Dalam orasinya Cavin mempertanyakan perihal laporan yang hingga saat ini belum memiliki perkembangan yang nyata.
“Kami mempertanyakan, kenapa laporan kami belum mendapat perkembangan hingga saat ini, kami menuntut janji yang sudah diberikan oleh Kejari kepada kami saat aksi unjuk rasa sebelumnya,” ucap Cavin.
Sabaruddin Sirait Sekretaris Cabang Majelis Pimpinan Cabang (MPC) PP Simalungun juga turut hadir sebagai orator dan memberikan motivasi kepada massa Sapma.
“Kami berdiri di sini bersama Sapma PP Simalungun dan perwakilan warga dari 32 kecamatan, memperjuangkan nasib pendidikan di kabupaten ini yang sedang dalam kondisi memprihatinkan,” tegas Sabar.
“Beberapa persoalan yang ‘memporak-porandakan’ pendidikan Simalungun, mulai dari dugaan penyalahgunaan dana BOS, monopoli buku hingga dugaan adanya fee proyek, hingga kini belum mampu diselesaikan oleh Kejari Simalungun,” bilang Sabar.
Terkait kinerja Kejari Simalungun yang dinilai ‘lamban’, Sekretaris PP ini pun menduga bahwa Kajari beserta kroninya sengaja tidak ingin memproses laporan dugaan korupsi.
“Kami mau bertanya, berapa laporan kasus dugaan korupsi di Simalungun ini yang sudah diselesaikan oleh Kejari, kami juga menduga bahwa keindependenan Kejari telah hilang karena turut serta ‘mencicipi’ APBD Simalungun,” pungkasnya.
Aksi unjuk rasa sempat ricuh, manakala Bobby Sandri selaku Kepala Kejaksaan Negeri Simalungun tidak berkenan hadir menemui peserta aksi unjuk rasa. Mendengar ancaman massa yang tidak akan meninggalkan lokasi gedung Kejari jika Kajari tidak berkenan hadir, maka Bobby Sandri pun menyetujui untuk bertemu dengan 10 orang utusan massa di ruang pertemuan Kejari.
Pada saat berdialog dengan Bobby Sandri, Sabar kembali mempertanyakan perkembangan proses hukum atas beberapa laporan Sapma yang telah dilayangkan. Selain itu, Sabar mengklaim bahwa dirinya memiliki bukti video saat Disdik menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Simalungun.
“Saya memiliki bukti video di mana ada seorang anggota DPRD Simalungun yang mengatakan bahwa kepala sekolah di Simalungun berada di bawah tekanan dan paksaan sehingga dengan terpaksa menerima semua buku dari pihak rekanan, harusnya pihak Seksi Intel lebih mendalami hal hal seperti itu,” tantang Sabar.
Bobby Sandri Kajari Simalungun dalam menanggapi pertanyaan utusan massa aksi unjuk rasa, seakan belum menguasai permasalahan yang sedang dipersoalkan oleh Sapma PP.
Selain itu, seakan ‘melemahkan’ Kasi Intel dan jajarannya yang diduga ‘kurang mampu’ melakukan pengembangan saat melakukan penyidikan, Bobby meminta kepada Sapma PP agar bekerja sama dengannya dan langsung mengirimkan bukti yang ada serta video terkait laporan tersebut.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada Sapma PP dan saya berharap agar kita bekerjasama, saya berharap juga agar semua bukti yang lebih spesifik serta videonya dikirimkan kepada saya,” bilang Bobby menanggapi.(*)