Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Selasa, Mei 20, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dunia

Mengapa Negara Uni Soviet Bisa Runtuh?

by Redaksi
01/08/2020
in Dunia
ilustrasi/Tirto.id-deadnauval

ilustrasi/Tirto.id-deadnauval

103
SHARES
734
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Kita tahu, Uni Soviet tampak perkasa pada pertengahan ’80-an. Lantas, mengapa negara itu runtuh hanya dalam beberapa tahun? Karena ekonomi yang melemah dan konflik etnis di dalam negeri? Jawabannya iya dan tidak. Para ahli meyakini, ada 3 penyebab utama runtuhnya Uni Soviet.

Harga minyak dan inefisiensi ekonomi

“Tanggal keruntuhan Uni Soviet sebetulnya sudah diketahui. Itu bukan pada hari ditandatanganinya Piagam Belovezha atau pada kudeta Agustus (1991), melainkan pada 13 September 1985 ketika Menteri Perminyakan Arab Saudi, (Ahmed) Yamani, menyatakan bahwa negaranya keluar dari perjanjian pembatasan produksi minyak dan mulai meningkatkan produksinya di pasar minyak.

Setelah itu, Arab Saudi meningkatkan produksi minyak sebesar 5,5 kali lipat dan harga minyak turun 6,1 kali lipat,” tulis Egor Gaidar, pakar reformasi ekonomi di Rusia pasca-Soviet pada 1990-an dan sekaligus pelaksana tugas perdana menteri Rusia pada 1992.

“Ketika harga minyak jatuh, seluruh kemungkinan untuk menghasilkan pendapatan (untuk Uni Soviet) pun runtuh,” kata Pyotr Aven.

Pyotr Aven, yang kala itu menjabat sebagai menteri hubungan ekonomi luar negeri dalam kabinet Gaidar, dan kini merupakan seorang pengusaha berpengaruh, mendukung interpretasi tersebut. “Itu adalah titik balik utama pada 1986. Ketika harga minyak jatuh, seluruh kemungkinan untuk menghasilkan pendapatan (untuk Uni Soviet) pun runtuh.

Aven menyebutkan, pendapatan minyak mendanai kebutuhan biji-bijian (17 persen biji-bijian Soviet diimpor). Uang itu juga digunakan untuk “menyuap para elite” dalam bentuk barang jadi yang dibeli pemerintah dari Barat (Uni Soviet tak mampu menghasilkan barang-barang dengan kualitas sebaik buatan Barat) supaya barang-barang itu tersedia hingga ke lapisan atas.

Di sisi lain, turunnya harga minyak ternyata bertepatan dengan perlambatan ekonomi yang, menurut Aven, dimulai pada 1960-an. Tren jangka panjang ini, yang diperparah dengan penurunan pendapatan minyak, menyebabkan runtuhnya model ekonomi Soviet.

Pada saat yang sama, beberapa ahli percaya bahwa, terlepas dari inefisiensi ekonomi Soviet dan kelangkaan barang-barang pokok, situasi kala itu tidak terlalu buruk. Vladimir Shlapentokh, sosiolog terkenal Soviet yang kemudian menjadi warga negara Amerika, mengatakan, “Dalam dekade terakhir (keberadaan Uni Soviet), tingkat pertumbuhan ekonomi terus menurun, kualitas barang memburuk, dan kemajuan teknologi melambat …. Meski demikian, kondisi kala itu sebetulnya lebih bersifat kronis daripada fatal/mematikan. Layaknya orang yang sakit, masyarakat yang sakit pun bisa berumur panjang ….” Memang, berdasarkan statistik resmi Soviet, PDB negara baru mengalami penurunan untuk pertama kalinya pada 1990 (setahun sebelum keruntuhan).

Konflik etnis

Di akhir ’80-an, pada masa Perestroika, terjadi peningkatan kekerasan yang disebabkan persaingan nasionalisme etnis di republik-republik Soviet. Contoh pertama kekerasan etnis terjadi pada akhir 1986 di ibu kota Kazakhstan, Almaty. Saat itu, anak-anak muda Kazakh yang tak puas dengan pengangkatan kepala republik mereka, yang merupakan seorang beretnis Rusia, berdemonstasi hingga menyebabkan kerusuhan.

Akhirnya, pemerintah mengirim pasukan untuk meredakan kerusuhan. Kemudian, ada pogrom (pembunuhan besar-besaran) di kota Sumgait, Azerbaijan, dan aksi kekerasan di Tbilisi, Baku, dan tempat-tempat lain di seluruh negeri. Konflik paling berdarah terjadi di Karabakh antara Azerbaijan dan Armenia, yang kadang-kadang disebut sebagai “salah satu pemicu politis utama yang mengawali disintegrasi Uni Soviet”. Pada akhir 1980-an, konflik etnis berubah menjadi mematikan, menewaskan ratusan orang dalam pertempuran.

Konflik di Karabakh antara Azerbaijan dan Armenia kadang-kadang disebut sebagai salah satu pemicu politis utama yang mengawali disintegrasi Uni Soviet.

Namun, bahkan pada 1990, mayoritas republik Soviet tak ingin meninggalkan Uni Soviet. Menurut sejarawan Rusia Aleksandr Shubin, situasi kala itu terbilang relatif tenang. Dari 15 republik Soviet, hanya negara-negara Baltik (Latvia, Lituania, dan Estonia) dan Georgia yang dengan tegas ingin melepaskan diri.

“Terlepas dari semua bahaya yang ditimbulkan gerakan separatis nasionalis terhadap keutuhan Uni Soviet, mereka tak memiliki cukup kekuatan untuk menghancurkan negara,” ujar sang sejarawan.

Reformasi Gorbachev

Kinerja ekonomi yang buruk dan berkembangnya gerakan nasionalis tentu berpengaruh pada kejatuhan Soviet, tetapi faktor yang benar-benar dianggap memicu keruntuhan Negeri Tirai Besi adalah tindakan pemimpin negara itu sendiri, yang dimulai pada pertengahan 1980-an dengan kebijakan Perestroika Gorbachev.

Ada teori konspirasi yang populer di Rusia bahwa Gorbachev sengaja berusaha menghancurkan sosialisme dan Uni Soviet. Namun, itu tak ditanggapi secara serius karena tidak ada indikasi apa pun yang menunjukkan bahwa ia benar-benar ingin melemahkan kepemimpinannya sendiri.

Sebaliknya, Perestroika mencoba mereformasi sistem Soviet, yang pada saat itu menunjukkan tanda-tanda penurunan. Reformasi pertamanya, yang disebut “percepatan” ekonomi, seharusnya

melepaskan potensi “sosialisme modern”.

Shlapentokh menyebut reformasi ini “neo-Stalinis” karena dilakukan dalam paradigma yang sama dengan kebijakan pendahulu Gorbachev yang kejam.

Meskipun Gorbachev berniat baik, ekonomi gagal untuk “mempercepat” dan, sebaliknya, kebijakannya yang tidak efektif malah melemahkan negara. Sistem Soviet sebelum Gorbachev

memang buruk, tetapi karena reformasinya itu semua langsung berhenti berfungsi.

Shlapentokh mengatakan, “Demi memodernisasi ekonomi, Gorbachev memulai proses demokratisasi radikal yang membuat kematian sistem Soviet dan negara menjadi tak terelakkan.”

Sementara itu, muncul aktor-aktor baru, di antaranya Boris Yeltsin, yang ingin menciptakan Rusia yang merdeka. Ini berarti “kematian Uni Soviet yang tak terhindarkan”.


Sumber: Russia Beyond/Alexéi Timoféichev

Tags: #komunis#runtuh#sosialisme#soviet
Share41SendShare

Related Posts

Kebahagiaan Berasal dari Keyakinan dalam Diri

10/07/2023

PIRAMIDA.ID- Pernahkah Anda berkata pada diri sendiri saat marah, ‘Saya tidak boleh marah?' Atau mungkin ketika Anda merasa sedikit sedih,...

Mengapa Orang Terlihat Serius dan Tidak Tersenyum di Foto-foto Kuno?

30/04/2023

PIRAMIDA.ID- Foto-foto pertama diambil pada akhir tahun 1820-an. Tetapi sampai tahun 1920-an, tampaknya orang-orang mulai “belajar” tersenyum saat di foto....

Bagaimana Asal Usul Jabat Tangan?

02/04/2023

PIRAMIDA.ID- Kita sudah begitu terbiasa berjabat tangan dengan orang lain, kita hampir tidak memikirkan bagaimana, di mana, dan mengapa kebiasaan...

Marcus Aurelius: Kaisar Romawi Baik Hati yang Juga Seorang Filsuf

05/03/2023

PIRAMIDA.ID- Marcus Aurelius lahir pada 26 April 121 Masehi di Roma dengan nama lahir Marcus Annius Verus. Perjalanan hidupnya membuat...

Melihat Penghasilan Lenin dan Stalin

22/08/2022

PIRAMIDA.ID- Ketika para pemimpin Soviet pertama berkuasa, mereka menyiarkan slogan-slogan seperti “Tanah untuk Petani! Pabrik untuk Para Pekerja!” dan berjanji bahwa...

Sekilas tentang Abad Kegelapan: Apakah Kesenian juga Menjadi “Gelap”?

04/07/2022

PIRAMIDA.ID- Setelah kekaisaran raksasa Romawi Kuno perlahan menyusut hingga akhirnya tumbang dan hilang di tahun 476 M, maka hingga bertahun-tahun...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

GMKI Cabang Bandar Lampung Ungkap Krisis Kepolisian di Daerah Lampung: “Kekuasaan Tanpa Kendali, Rakyat Tanpa Perlindungan”

01/05/2025
Berita

Fawer Sihite Luncurkan Buku “Menghidupi Kembali Ut Omnes Unum Sint”: Refleksi dan Kebangkitan GMKI

22/04/2025
Edukasi

Refleksi Paskah dan Titik Balik Kebangkitan Ekonomi Indonesia

20/04/2025

Populer

Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Spiritualitas

Kasih Sebagai Perintah Baru

26/07/2020
Edukasi

Peran Media Massa sebagai Watchdog Politik di Indonesia

17/11/2022
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Dialektika

Immanuel Kant, Filsuf Yang Lebih Tepat Waktu Dari Jam

24/05/2020
Dialektika

Menilik Fenomena Hukum Tajam ke Bawah Tumpul ke Atas

28/04/2022
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba