Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Jumat, Juli 4, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dialektika

Pemeringkatan Kampus: Menjebak Perguruan Tinggi dalam Perlombaan Kosong

by Redaksi
28/03/2022
in Dialektika
100
SHARES
714
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Oleh: Hangga Fathana & Ayu Anastasya Rachman*

PIRAMIDA.ID- Sejak satu dekade lalu, pemerintah selalu memacu agar pendidikan tinggi di Indonesia berdaya saing global. Salah satu instrumen yang kerap digunakan untuk mendorong ini adalah sistem pemeringkatan kampus ala dunia Barat.

Pemeringkatan memang bisa berdampak positif berupa lecutan untuk meningkatkan mutu tiap kampus. Namun, di sisi lain, kerangka ini menimbulkan dampak dilematis di Indonesia.

Dengan lebih dari 4.600 perguruan tinggi yang punya nilai, filosofi, dan tujuan yang beragam, pemeringkatan justru dapat menyempitkan dan membuat blur makna kualitas dari suatu kampus.

Kita sering mendengar dan membaca, misalnya, bagaimana kampus saling perang klaim tentang capaian pemeringkatan mereka.

Para institusi lebih fokus mencapai standar world class university (kampus kelas dunia) – yang mayoritas kampus rujukannya terpusat di negara Barat – ketimbang berkontribusi pada sains dan melayani masyarakat lokal dengan cara yang beragam.

Melalui tulisan ini, kami ingin menjelaskan mengapa mentalitas ini memiliki banyak masalah. Kami juga menawarkan lensa yang lebih bijak dalam memandang kualitas pendidikan tinggi.

Jeratan imperialisme budaya

Banyak negara menjalankan sistem pemeringkatan universitas menggunakan kriteria maupun bobot yang berbeda-beda, tergantung penyelenggara setiap sistem.

Definisi mengenai apa itu world class university, misalnya, hingga kini belum begitu jelas.

Ada yang mengartikannya sebagai kampus terkemuka di bidang pengajaran dan riset. Ada pula yang memaknainya sebagai kampus penghasil keilmuan yang paling menggenjot ekonomi.

Terlepas dari bervariasinya metodologi dan kriteria, berbagai pemeringkatan tersebut dalam praktiknya justru kerap berujung seperti “Harvardometers”. Di sini, parameter yang diukur adalah seberapa besar institusi mematuhi model perguruan tinggi riset kelas elit gaya Anglo-Saxon, di mana Harvard University di AS hadir sebagai model utama.

Sejumlah riset pun mengemukakan bagaimana metodologi pemeringkatan perguruan tinggi memiliki masalah bias.

Misalnya, banyak sistem pemeringkatan mengunggulkan kampus yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai pengantar karena dianggap sebagai “bahasa sains dunia”.

Metodologi ini juga secara umum dinilai abai terhadap unsur keberagaman perguruan tinggi. Pengabaian itu justru mengarah kepada pendekatan one-size-fits-all – upaya memotret heterogenitas karakter perguruan tinggi dengan kacamata yang homogen.

Sayangnya, tidak banyak perguruan tinggi mau menilik ulang praktik pemeringkatan kampus. Atas nama mutu, ranking tetap diburu, tak peduli seperti apa metodologi dan filosofi yang menjadi fondasinya.

Fenomena ini disebut oleh peneliti sosial Marion Lloyd dan Imanol Ordorika dengan imperialisme budaya, di mana standar yang sebenarnya dikembangkan dari konteks budaya tertentu (Barat) justru disajikan, dianggap, dan diterapkan sebagai standar universal.

Selain itu, proses kuantifikasi melalui pemeringkatan juga menyebabkan terjadinya pergeseran nilai yang dihadapi oleh perguruan tinggi.

Semangat kuantifikasi ini memaksa perguruan tinggi untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan pasar dan industri. Tren ini bergeser dari ruh awal perguruan tinggi yang sejatinya adalah aktor penggerak dalam kepentingan publik.

Mendorong praktik ilmiah yang tidak etis

Aspirasi menjadi universitas berkelas dunia juga mendorong munculnya masalah etis di tingkat perguruan tinggi.

Alih-alih mendorong peningkatan kualitas, kampus yang gagal menyikapi hasil pemeringkatan justru melakukan manipulasi data untuk sekadar mencapai peringkat yang lebih tinggi. Salah satu modusnya adalah pemalsuan data untuk akreditasi.

Selain itu, masalah etis lain yang timbul juga termasuk penyajian hasil pemeringkatan yang kerap dimanfaatkan sebagai materi promosi perguruan tinggi.

Klaim promosi yang ditampilkan perguruan tinggi dapat menimbulkan persepsi yang bias tentang kampus tersebut, jauh dari kondisi yang sebenarnya. Padahal, sejumlah studi menunjukkan bahwa capaian peringkat perguruan tinggi sebenarnya tidak signifikan memengaruhi animo calon mahasiswa.

Dalam menunaikan ambisi world class university, dosen bertugas melakukan riset, publikasi terindeks, dan capaian paten di tengah beban mengajar mereka yang terlalu berat. Untuk memenuhi Indikator Kinerja Utama (IKU) Kampus Merdeka, dosen juga dituntut agar berkegiatan di luar kampus, dengan hasil kerja yang bisa digunakan masyarakat dan mendapat rekognisi internasional.

Beban ganda yang demikian membuat sebagian dosen memilih jalan yang instan, seperti menumpang nama dalam artikel riset mahasiswa atau bahkan terjebak jurnal predator (jurnal abal-abal) yang dirancang untuk mengelabui akademisi dan menimbulkan kerugian yang fantastis.

Bagaimana seharusnya menyikapi pemeringkatan?

Perlu langkah kolektif agar perguruan tinggi di Indonesia dapat terhindar dari praktik imperialisme budaya yang menjebak mereka dalam perlombaan kosong.

Pemeringkatan perlu disikapi dengan kesadaran.

Perguruan tinggi perlu menempatkan capaian dan pemeringkatan sebagai dampak atas kinerja institusi yang baik, bukan sebagai tujuan.

Misalnya, ada tiga perguruan tinggi di Indonesia yang dijunjung tinggi karena masuk 300 besar dunia dalam QS World University Ranking 2022. Masalahnya, ketiganya pun mengalami stagnasi peringkat yang tidak jauh berbeda dalam beberapa tahun terakhir.

Mandeknya peringkat itu bisa saja terjadi karena perguruan tinggi melihat pemeringkatan hanya sebagai tujuan akhir, ketimbang sebuah proses kontinu dari peningkatan mutu.

Selain itu, perlu tanggung jawab bersama untuk mengedukasi publik mengenai pemeringkatan. Harapannya, masyarakat tidak sekadar disuguhi jargon “perguruan tinggi terbaik” yang tidak jarang bermakna bias dan membingungkan.

Para kampus di Indonesia juga harus memperkuat kepakaran akademisi yang lahir dari pengetahuan lokal, supaya kita tidak hanya jadi pelanggan sistem pemeringkatan ala Barat tapi juga pemimpin dalam arah sains dunia.

Secara nyata, perguruan tinggi perlu menegaskan kembali peran dan posisi masing-masing terhadap masyarakat. Ini penting supaya para institusi tidak hanyut pada obsesi gelar world class university dan indeks publikasi.(*)


Tulisan pertama kali terbit untuk The Conversation

Tags: #imperialismebudaya#Indonesia#kampusterbaik#kriteria
Share40SendShare

Related Posts

Pidato Lengkap Jefri Gultom di Dies Natalis GMKI ke-74: Bangkit Ditengah Pergumulan

26/02/2024

Bangkit Ditengah Pergumulan Pidato 74 tahun GMKI Jefri Edi Irawan Gultom Para peletak sejarah selalu berpegang pada prinsip ini, ‘’perjalanan...

Pewaris Opera Batak

11/07/2023

Oleh: Thompson Hs* PIRAMIDA.ID- Tahun 2016 saya menerima Anugerah Kebudayaan dari Kemdikbud (sekarang Kemendikbudristek) Republik Indonesia di kategori Pelestari. Sederhananya,...

Mengapa Membahas Masa Depan Guru “Dianggap” Tidak Menarik?

01/05/2023

Oleh: Agi Julianto Martuah Purba PIRAMIDA.ID- “Mengapa sejauh ini kampus kita tidak mengadakan seminar tentang tantangan dan strategi profesi guru di...

Membangun Demokrasi: Merawat Partisipasi Perempuan di Bidang Politik

14/04/2023

Oleh: Anggith Sabarofek* PIRAMIDA.ID- Demokrasi, perempuan dan politik merupakan tiga unsur yang saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Berbicara mengenai...

Dari Peristiwa Kanjuruhan Hingga Batalnya Indonesia Tuan Rumah Piala Dunia U-20

03/04/2023

Oleh: Edis Galingging* PIRAMIDA.ID- Dunia sepak bola tanah air sedang merasakan duka yang dalam. Kali ini, duka itu hadir bukan...

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023

Oleh: Muhammad Muharram Azhari* PIRAMIDA.ID- Pengertian disiplin menurut Elizabeth Hurtock mengemukakan bahwa; Disiplin itu berasal dari kata "discipline", yaitu seseorang...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Robot Polri Tuai Kritik Netizen, Fawer Sihite: Inovasi Harus Disambut Baik, Tapi Polri Perlu Bangun Instrumen Komunikasi yang Efektif

30/06/2025
Berita

Tokoh Cipayung Plus Gabung Golkar Lewat AMPI, Jefri Gultom: Politik Adalah Etika untuk Melayani

28/06/2025
Berita

Tokoh Cipayung Plus Login Golkar Pada HUT AMPI, Bahlil Lahadalia : Adik-Adik Saya Sudah di Jalan Yang Benar

28/06/2025
Berita

IRKI Nilai Tafsir UU Tipikor atas Pedagang Pecel Lele Menyesatkan

22/06/2025
Dunia

Perang Israel-Iran Menunjukkan Pentingnya STEM, Fawer Sihite: Dukung Sikap Presiden Prabowo

22/06/2025
Berita

Buntut Viralnya Dugaan Kekerasan Terhadap Tunanetra di Siantar, ILAJ Minta KND Periksa Wali Kota dan Jajaran Terkait

19/06/2025

Populer

Berita

Tokoh Cipayung Plus Login Golkar Pada HUT AMPI, Bahlil Lahadalia : Adik-Adik Saya Sudah di Jalan Yang Benar

28/06/2025
Berita

Robot Polri Tuai Kritik Netizen, Fawer Sihite: Inovasi Harus Disambut Baik, Tapi Polri Perlu Bangun Instrumen Komunikasi yang Efektif

30/06/2025
Edukasi

Keterbatasan Jumlah Guru Terampil

09/12/2021
Berita

Tokoh Cipayung Plus Gabung Golkar Lewat AMPI, Jefri Gultom: Politik Adalah Etika untuk Melayani

28/06/2025
Pojokan

Aku dan Sejuta Masalah Hidupku

17/06/2021
Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba