Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Rabu, Juli 2, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dialektika

Persoalan Besar Bangsa Indonesia di Bidang Pendidikan

by Redaksi
10/04/2021
in Dialektika
98
SHARES
703
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Juan Ambarita*

PIRAMIDA.ID- Berkaca pada sejarah bangsa dahulu, pendidikan digunakan sebagai alat perjuangan para pahlawan bangsa, seperti Ki Hadjar Dewantara, Tan Malaka, Dr.Soetomo, Sutan Syahrir dan masih banyak lainnya, untuk mengusir para penjajah Belanda dan Jepang. Pendidikan merupakan tolok ukur kemajuan suatu bangsa, pendidikan pula formula paling ampuh untuk menumbuhkan rasa kemanusiaan atau biasa disebut humanisme.

Maka dari itu, jika ingin melihat majunya suatu bangsa lihatlah pendidikannya. Dan jika ingin melihat bangsa yang mengimplementasikan hasil dari pendidikan, lihatlah rakyatnya yang memiliki kesadaran sosial.

Syarat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah dengan biaya pendidikan yang terjangkau bagi seluruh golongan ekonomi masyarakat. Bahkan jika perlu, biaya pendidikan gratis. Hal ini tertera di Undang Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 ayat 1-2 Amandemen yang mengatakan:

1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan

2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai.

Artinya, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, baik itu dari pendidikan dasar ataupun sampai pada perguruan tinggi. Pada ayat 1 sudah sangat jelas bahwa warga negara ‘berhak’ mendapatkan pendidikan. Entah itu dari golongan ekonomi bawah ataupun menengah ke atas. Pada ayat 2 pula sudah sangat jelas bahwa pemerintah lah yang membiayai pendidikan warga negara.

Melihat kondisi pendidikan di Indonesia dewasa ini sangatlah ambyar rasanya bagi penulis, karena jika ada yang mengatakan bahwa hak warga negara mendapat pendidikan sudah sepenuhnya dipenuhi oleh negara.

Fenomena Partisipasi Pendidikan Naik Tapi Jutaan Anak Indonesia Masih Putus Sekolah

Angka partisipasi pendidikan oleh anak usia sekolah di Indonesia disebut meningkat tiap tahunnya. Di sisi lain, total jumlah anak putus sekolah di 34 provinsi negara ini masih berada di kisaran 4,5 juta anak. Dari data yang dimiliki Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), jumlah anak usia 7-12 tahun di Indonesia yang tidak bersekolah berada di angka 1.228.792 anak.

Untuk kategori usia 13-15 tahun di 34 provinsi, jumlahnya 936.674 anak. Sementara usia 16-18 tahun, ada 2,420,866 anak yang tidak bersekolah, sehingga secara keseluruhan, jumlah anak Indonesia yang tidak bersekolah mencapai 4.586.332.

Namun walau demikian, pendidikan pun menghasilkan sifat dualisme, yaitu kebaikan dan keburukan.

Kini penulis beranggapan bahwa pendidikan telah dialihfungsikan menjadi wadah oleh sebagian orang yang berkuasa untuk menipu dan melanggengkan penjajahan gaya baru dengan dalih industrialisasi atau perkembangan zaman.

Pertanyaan fundamentalnya: apakah pendidikan dewasa ini menghantarkan sebuah konsep kemanusiaan atau memanusiakan manusia dan alam?

Semestinya, kurikulum pendidikan berisi tentang ekologi atau lingkungan, kepedulian antar sesama manusia, dan ujungnya menghantarkan peserta didik untuk mengenal hakikat sebuah kehidupan. Dengan demikian, lahirlah sebuah konsep kehidupan yang mencintai antar makhluk hidup.

Pendidikan dewasa ini hadir dan dipertontonkan hanya untuk melanggengkan status quo para pemegang kekuasaan dan praktek-praktek kapitalis. Bahkan, para mahasiswa jauh-jauh hari pola pikirnya sudah didoktrin untuk menjadi pekerja industri dari sebuah sistem kapitalisme. Efek dari doktrin itu, pola pikir mahasiswa tidak lagi berdaulat atas pikirannya sendiri.

Dan bukan hanya itu, pendidikan dewasa ini sangat sedikit memberikan ruang-ruang untuk berpikir kritis tentang jalannya sebuah realitas kehidupan. Penulis beranggapan bahwa hal ini disebabkan adanya suatu pola terselubung yang dibangun oleh pihak institusi pendidikan bahwa sekolah itu yah, hanya menyangkut persoalan uang, kemudian mendapatkan izasahsebagai tanda bukti kelulusan, kemudian mencari pekerjaan.

Lebih lanjut, matinya pendidikan yang tidak memanusiakan manusia itu karena adanya ketidakberanian dari pemerintah Indonesia untuk menjadi bangsa mandiri dan berdaulat. Koherensi dari pernyataan ini disebabkan pemerintah terlalu bergantung dengan negara adidaya. Mau tidak mau, dari segi politik, sosial, ekonomi, dan pendidikan pemerintah mengikuti kehendak dari negara adidaya.

Alih-alih sekadar berani menjadi negara mandiri dan berdaulat, pemerintah malah diam-diam bersekongkol dengan oligarki untuk mempertahankan status quo. Dengan melihat persoalan ini, sudah seharusnya kita paham dan mengerti, bahwa tugas pemerintah bukan lagi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, melainkan menciderai akal sehat anak bangsa demi memperlancar kapitalisme.

Nur Sayid Santoso Kristeva dalam bukunya Sejarah Ideologi Dunia menjelaskan, bila semakin penting suatu modal, peranan negara menjadi tereduksi, bahkan berpotensi hilang sama sekali. Negara hanya sekadar menjadi aktor pelengkap saja dalam drama ekonomi dunia, meski dalam beberapa kasus peran negara tetap dibutuhkan sebagai fasilitator untuk mendukung roda ekonomi yang sedang dijalankan oleh para kapitalis.

Sesuai dengan pernyataan John Kenneth Galbraith di dalam bukunya yang berjudul Kapitalisme Amerika. Dengan mengatakan bahwa korporasi modern menerapkan kekuasaan melalui pemerintahan. Adapun hubungan korporasi modern dan negara inilah yang didasarkan pada distribusi kekuasaan dan keuntungan. Sebagaimana hubungan itu berkembang antara korporasi modern dan birokrasi publik kapitalis yang membangun institusi swasta dan lapangan pekerjaan, negara yang membuat regulasi.

Dengan begitu, negara di sini melepas tanggung jawabnya atau bisa disebut sebagai budak dari para kapitalisme. Sebab, negara bekerja atas perintah kapitalis, bukan atas perintah diri sendiri atau bahkan rakyat.

Melihat persoalan semacam ini, saya ingin memperjelas lagi serta menutup tulisan ini, bahwa pendidikan yang seharusnya menghantarkan pada proses humanisme, malah diputarbalikkan menjadi dehumanisasi.(*)


Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi.

Tags: #dehumanisasi#humanisasi#pendidikan
Share39SendShare

Related Posts

Pidato Lengkap Jefri Gultom di Dies Natalis GMKI ke-74: Bangkit Ditengah Pergumulan

26/02/2024

Bangkit Ditengah Pergumulan Pidato 74 tahun GMKI Jefri Edi Irawan Gultom Para peletak sejarah selalu berpegang pada prinsip ini, ‘’perjalanan...

Pewaris Opera Batak

11/07/2023

Oleh: Thompson Hs* PIRAMIDA.ID- Tahun 2016 saya menerima Anugerah Kebudayaan dari Kemdikbud (sekarang Kemendikbudristek) Republik Indonesia di kategori Pelestari. Sederhananya,...

Mengapa Membahas Masa Depan Guru “Dianggap” Tidak Menarik?

01/05/2023

Oleh: Agi Julianto Martuah Purba PIRAMIDA.ID- “Mengapa sejauh ini kampus kita tidak mengadakan seminar tentang tantangan dan strategi profesi guru di...

Membangun Demokrasi: Merawat Partisipasi Perempuan di Bidang Politik

14/04/2023

Oleh: Anggith Sabarofek* PIRAMIDA.ID- Demokrasi, perempuan dan politik merupakan tiga unsur yang saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Berbicara mengenai...

Dari Peristiwa Kanjuruhan Hingga Batalnya Indonesia Tuan Rumah Piala Dunia U-20

03/04/2023

Oleh: Edis Galingging* PIRAMIDA.ID- Dunia sepak bola tanah air sedang merasakan duka yang dalam. Kali ini, duka itu hadir bukan...

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023

Oleh: Muhammad Muharram Azhari* PIRAMIDA.ID- Pengertian disiplin menurut Elizabeth Hurtock mengemukakan bahwa; Disiplin itu berasal dari kata "discipline", yaitu seseorang...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Robot Polri Tuai Kritik Netizen, Fawer Sihite: Inovasi Harus Disambut Baik, Tapi Polri Perlu Bangun Instrumen Komunikasi yang Efektif

30/06/2025
Berita

Tokoh Cipayung Plus Gabung Golkar Lewat AMPI, Jefri Gultom: Politik Adalah Etika untuk Melayani

28/06/2025
Berita

Tokoh Cipayung Plus Login Golkar Pada HUT AMPI, Bahlil Lahadalia : Adik-Adik Saya Sudah di Jalan Yang Benar

28/06/2025
Berita

IRKI Nilai Tafsir UU Tipikor atas Pedagang Pecel Lele Menyesatkan

22/06/2025
Dunia

Perang Israel-Iran Menunjukkan Pentingnya STEM, Fawer Sihite: Dukung Sikap Presiden Prabowo

22/06/2025
Berita

Buntut Viralnya Dugaan Kekerasan Terhadap Tunanetra di Siantar, ILAJ Minta KND Periksa Wali Kota dan Jajaran Terkait

19/06/2025

Populer

Berita

Tokoh Cipayung Plus Login Golkar Pada HUT AMPI, Bahlil Lahadalia : Adik-Adik Saya Sudah di Jalan Yang Benar

28/06/2025
Berita

Robot Polri Tuai Kritik Netizen, Fawer Sihite: Inovasi Harus Disambut Baik, Tapi Polri Perlu Bangun Instrumen Komunikasi yang Efektif

30/06/2025
Edukasi

Keterbatasan Jumlah Guru Terampil

09/12/2021
Berita

Tokoh Cipayung Plus Gabung Golkar Lewat AMPI, Jefri Gultom: Politik Adalah Etika untuk Melayani

28/06/2025
Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
Dunia

Perang Israel-Iran Menunjukkan Pentingnya STEM, Fawer Sihite: Dukung Sikap Presiden Prabowo

22/06/2025
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba