Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Rabu, Juni 18, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dialektika

Overconfidence Effect: Bentuk Masalah Eksistensialis Lainnya

by Redaksi
31/10/2020
in Dialektika
102
SHARES
729
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Kekurangan dan kelebihan punya masalah yang sama. Pada prinsip pasar misalnya, bila satu produk terlalu sedikit maka akan langka dan harganya menjadi terlalu mahal, bahkan mencekik leher. Tapi bila berlebihan, maka harganya akan terlalu rendah, sehingga menjadikan petani merugi.

Bicara masalah eksistensialis, maka krisis eksistensi kerap menjadi perbincangan utama. Sartre, Camus, Karl Jesper dan sejumlah filsuf ekstensialis lainnya kerap menyampaikan gagasan terkait “kekurangan” eksistensi. Bagaimana bila kelebihan?

Salah satunya adalah kelebihan percaya diri yang disebut oleh sejumlah pakar sebagai overconfidence effect alias efek terlalu percaya diri.

Anda mungkin hanya mengira bahwa hal ini berlaku untuk orang-orang yang lantang berbicara, terlalu percaya diri untuk maju ke depan menampilkan dirinya dan sebagainya. Ternyata, ada orang-orang yang justru terlalu pendiam juga mengidap “penyakit” ini.

Ciri khas pertama adalah orang-orang ini kerap memandang rendah orang lain, menganggap mudah suatu perkara terlalu gampang menilai sesuatu yang bahkan ia tidak mengerti sama sekali.

Seperti menilai suatu film terlalu jelek atau malah terlalu bagus, padahal ia tidak mengerti sedikitpun tentang keaktoran, sinematografi dan sebagainya.

Kondisi yang paling sering ditemukan adalah ketika seseorang hanya mengerti 10 – 20% dari suatu perkara, tetapi mengira dirinya telah mengerti 100%. Ini kondisi yang paling sering ditemukan di Indonesia.

Seperti penelitian yang dilakukan Svenson di tahun 1981 menghasilkan bahwa 93% dari semua pengendara yang ditelitinya mengaku telah mampu mengendara dengan baik, sebaik pengendara profesional.

Berarti, hanya 7% saja di antara pengendara yang menyadari bahwa dirinya belum bisa mengendarai kendaraan sebagai mana pengendara profesional. Namun, angka keyakinan para pengendara tersebut tidak sebanding dengan angka kecelakaan yang sering terjadi di Amerika. Hal itu pula yang disebut oleh para ahli psikologi sebagai efek overconfidence.

Ada banyak hal lain yang kemudian dikaitkan dengan efek overconfidence ini. Misalnya, ilusi terhadap kontrol (illusion of control) yang menjadikan seseorang mengira kontrolnya terhadap sesuatu itu sama dengan orang lain yang profesional.

Atau, seseorang yang mengira dirinya memiliki kontrol terhadap orang lain. Hal itu biasa terjadi pada seseorang yang mendapatkan jabatan.

Ada juga gagal perencanaan alias planning fallacy. Hal itu diartikan sebagai seseorang yang sejak tahap perencanaan sudah salah memberikan nilai terhadap hasil pekerjaannya nanti.

Atau, ia terlalu percaya diri bahwa hasil pekerjaannya akan menjadi sangat baik dan memukau. Padahal, prosesnya bahkan belum mulai.

Di Indonesia, banyak orang-orang yang mengira dirinya mengerti sastra, lalu bicara tentang sastra sebagaimana orang-orang yang ahli atau setidaknya menghabiskan waktu untuk mempelajari itu.

Begitu pula di seni lain, seperti teater. Ada banyak orang-orang yang mengira dirinya sudah sangat mengerti teater, padahal baru mempelajari teknik dasar keaktoran. Atau malah, belum mempelajari apapun.

Sama seperti kekurangan kepercayaan diri, kelebihan kepercayaan diri juga menghancurkan seseorang. Ia menjadi kehilangan identitasnya, kehilangan jati diri dan hanya hidup di dalam sebuah ilusi.

Sebagaimana ilusi tentang masuk surga yang dengan angkuh diakui hanya oleh satu agama. Ia sudah terlalu yakin bahwa dirinya akan mendapatkan hasil terbaik di akhir nanti, sedangkan orang lain yang berusaha mati-matian tetap dipandang sebelah mata.

Maka jadilah efek overconfidence ini sebagai bentuk krisis eksistensialis lainnya. Seseorang yang tidak tahu arah dirinya, nyatanya sama saja dengan seseorang yang “menyangka” dirinya tahu arah dirinya. Keduanya akan bermuara ke satu jenis manusia: manusia yang kehilangan eksistensinya.

Pada akhirnya, mungkinlah kita ini cerdas. Tapi, kita tak secerdas yang kita kira.


Source: Pojok Seni.

Tags: #eksitensial#jesper#Seni
Share41SendShare

Related Posts

Pidato Lengkap Jefri Gultom di Dies Natalis GMKI ke-74: Bangkit Ditengah Pergumulan

26/02/2024

Bangkit Ditengah Pergumulan Pidato 74 tahun GMKI Jefri Edi Irawan Gultom Para peletak sejarah selalu berpegang pada prinsip ini, ‘’perjalanan...

Pewaris Opera Batak

11/07/2023

Oleh: Thompson Hs* PIRAMIDA.ID- Tahun 2016 saya menerima Anugerah Kebudayaan dari Kemdikbud (sekarang Kemendikbudristek) Republik Indonesia di kategori Pelestari. Sederhananya,...

Mengapa Membahas Masa Depan Guru “Dianggap” Tidak Menarik?

01/05/2023

Oleh: Agi Julianto Martuah Purba PIRAMIDA.ID- “Mengapa sejauh ini kampus kita tidak mengadakan seminar tentang tantangan dan strategi profesi guru di...

Membangun Demokrasi: Merawat Partisipasi Perempuan di Bidang Politik

14/04/2023

Oleh: Anggith Sabarofek* PIRAMIDA.ID- Demokrasi, perempuan dan politik merupakan tiga unsur yang saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Berbicara mengenai...

Dari Peristiwa Kanjuruhan Hingga Batalnya Indonesia Tuan Rumah Piala Dunia U-20

03/04/2023

Oleh: Edis Galingging* PIRAMIDA.ID- Dunia sepak bola tanah air sedang merasakan duka yang dalam. Kali ini, duka itu hadir bukan...

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023

Oleh: Muhammad Muharram Azhari* PIRAMIDA.ID- Pengertian disiplin menurut Elizabeth Hurtock mengemukakan bahwa; Disiplin itu berasal dari kata "discipline", yaitu seseorang...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Fawer Sihite: Tiga Bulan Wesly Jabat Wali Kota Tidak Mencerminkan Visi Misi Saat Kampanye

18/06/2025
Berita

Kader IPK Taput Diduga di Aniaya Akibat Keributan di Purbatua

17/06/2025
Berita

Refleksi Hari Lahir Pancasila, Fawer Sihite: Kita Harus Dengarkan Hati Nurani Rakyat

01/06/2025
Berita

Kalah Sebagai Calon Ketua Umum, Fawer Sihite Pastikan Dukung Kepemimpinan Prima Surbakti dan Jessica Worouw di GMKI

28/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025

Populer

Berita

Kader IPK Taput Diduga di Aniaya Akibat Keributan di Purbatua

17/06/2025
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
Berita

Fawer Sihite: Tiga Bulan Wesly Jabat Wali Kota Tidak Mencerminkan Visi Misi Saat Kampanye

18/06/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba