Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Sabtu, Juni 21, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Ekosospolbud

Anakhonhi Do Hamoraon di Au, Lagu “Kebangsaan” Para Orangtua Batak

by Redaksi
30/05/2020
in Ekosospolbud
101
SHARES
720
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Suhunan Situmorang*

PIRAMIDA.ID- “Anakhonhi do hamoraoan di au,” itu pernyataan atau pengakuan yang kerap dikatakan orang Batak, terutama para orangtua. Harafiahnya: anakkulah kekayaanku.

Umumnya orangtua Batak bangga mengatakan, dianggap filosofi atau anutan hidup yang diturunkan sejak leluhur mereka. Mereka tak semua tahu bahwa pernyataan tersebut dilhami seniman musik dan lagu Batak paling menonjol hingga jadi legenda: Nahum Situmorang.

Melalui satu karyanya, Nahum menulis lirik sekaligus membuat nada dan melodi yang kemudian memberi semangat dan etos kerja demi anak (dan harapan masa depan yang lebih baik). Rela berlelah, tampil bersahaja, kerja keras siang malam, semua demi anak.

Nahum menulis lagu tersebut (diduga kuat) dalam dekade 60-an. Dipopulerkan melalui nyanyian di kedai-kedai tuak di kota Medan dan siaran langsung dari RRI stasiun Medan. (Nahum memiliki grup vokal bernama Solu Bolon). Kemudian direkam ke dalam piringan hitam dan pita (kaset), juga oleh kelompok penyanyi lagu Batak yang muncul kemudian.

Lagu itu seperti penyuntik semangat bagi orang Batak, khususnya para ibu. Mereka umumnya pedagang kecil (“parrenggerengge”) di pasar, petani, juga pelaku ekonomi sektor informal di kaki lima dan antarwilayah.

Lagu tersebut, perlahan, seperti mars yang memberi semangat, terutama bagi kaum perempuan berstatus istri dan ibu. Menjadi pelipur lara pula di tengah kelelahan bekerja atau mengupayakan sumber-sumber ekonomi bagi keluarga masing-masing akibat kemiskinan dan keterpurukan sosial ekonomi. Perempuan Batak dikenal pekerja keras, sedia mengambilalih peran suami sebagai penopang ekonomi keluarga–bila suami tak mampu atau pemalas.

Selain jadi petani, berdagang komoditas hasil pertanian, pakaian, bumbu dapur atau sembako, lintas wilayah pun jamak dilakukan. Ketangguhan perempuan Batak telah sering dijadikan objek studi akademisi ilmu-ilmu sosial dalam dekade 80-an. Itu kenyataan, etos perempuan Batak bekerja umumnya memang lebih tinggi dibanding pria.

Di tengah kelelahan dan juga boleh jadi pula protes atas ketimpangan dan ketidakadilan akibat sistem sosial dan adat budaya, lagu “Anakhonhi do hamoraon di au”, berperan sebagai penyemangat. Bahwa semua yang dilakukan tiada lain demi anak, dengan harapan kehidupan anak lebih baik secara sosial ekonomi. Better life…, kata orang sana.

Namun, nyanyian heroik nan menghibur gubahan komponis yang legendaris itu, perlahan mengalami pergeseran makna. Ada semacam penambahan arti, yakni, anak jadi seolah properti, aset, yang melekat unsur belonging. Rasa memiliki memberi ekspektasi atau harapan akan memberikan manfaat atau balasan bagi yang memiliki (anak yang telah dibesarkan dan disekolahkan setinggi mungkin dng susah payah).

Diakui atau tidak, anak jadi dianggap semacam aset dan investasi yang kemudian berharap dapat keuntungan, profit, yeld, balas jasa, dari si anak.

Dari pandangan atau ekspektasi itulah kemudian jadi kerap menimbulkan masalah, terutama ketika si anak (laki-laki) dianggap tetap milik dan “aset” si orangtua (ibu atau bapak). Kisruh semakin mengental ketika si anak menikah, memiliki unit keluarga sendiri, juga tanggung jawab tersendiri.

Intervensi orangtua, tuntutan balas jasa, menjadi beban bagi anak namun dianggap layak, wajar. Pandangan yang turun-temurun dianut, bahkan ketika zaman semakin maju dan pandangan-pandangan mengenai otonomi manusia serta freedom semakin menguat.

Saya tak perlu menyampaikan sikap atau pendirian mengenai hal ini. Yang saya (dan istri) coba tanamkan di benak masing-masing, cuma ini: semoga tak pernah dianggap ketiga anak jadi beban selama kami hidup dan semua yang kami lakukan bagi ketiga putra putri merupakan tanggung jawab dan wujud kasih sayang belaka. Tak menuntut imbalan. Pure and simple.

Hanya satu keinginan kami, tak ada di antara mereka yang membuat kami kecewa atau malu karena ulah mereka. *


Penulis merupakan praktisi hukum yang berkiprah di Jakarta. Penulis novel “Sordam”. Ulasan ini merupakan saduran dari laman Facebook pribadinya dan telah mendapat persetujuan untuk dimuat di Piramida.id.

Tags: headline
Share40SendShare

Related Posts

Petani Kopi: Penjaga Lingkungan dan Intelektualitas

29/04/2023

PIRAMIDA.ID- Tanaman kopi, mungkin satu-satunya tanaman yang dikembangkan Belanda yang memberikan pengaruh positif terhadap peradaban bangsa Indonesia....

Sanggar Seni Sebagai Organisasi Budaya

02/04/2023

Thompson Hs* PIRAMIDA.ID- Sanggar identik sebagai suatu tempat untuk berlatih dan berguru. Luas tempat untuk sebuah sanggar tidak harus luas,...

Tangkap Bos 303, Ketua ILAJ Sebut Integritas Kapolri dan Kapolda Sumut Tidak Perlu Diragukan

17/10/2022

PIRAMIDA.ID - Bos judi online asal Sumatera Utara Apin BK yang kabur ke Malaysia tiba di Bandara Soekarno-Hatta Jumat malam,...

Visi Presiden RI Jokowi dan Agenda Menparekraf Sandiaga Uno Hadiri Nias Pro & Maniamolo Fest

28/06/2022

Oleh: Firman Jaya Daeli (Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia) PIRAMIDA.ID- Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Menparekraf RI), Sandiaga...

Pengalaman Sebagai Ketua SPI

06/06/2022

Oleh: Manahati Zebua* PIRAMIDA.ID- Setiap perusahaan yang mau menginginkan organisasinya bekerja lebih baik kinerjanya dalam bidang keuangan, biasanya pemimpinnya menghadirkan...

Munculnya Generasi Tuna Budaya

24/01/2022

Oleh: Arianto Sitorus Pane* PIRAMIDA.ID- Salah satu yang paling menggelisahkan dari negeri ini adalah semakin jauhnya kebudayaan dari kehidupan generasi...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Buntut Viralnya Dugaan Kekerasan Terhadap Tunanetra di Siantar, ILAJ Minta KND Periksa Wali Kota dan Jajaran Terkait

19/06/2025
Berita

Fawer Sihite: Tiga Bulan Wesly Jabat Wali Kota Tidak Mencerminkan Visi Misi Saat Kampanye

18/06/2025
Berita

Kader IPK Taput Diduga di Aniaya Akibat Keributan di Purbatua

17/06/2025
Berita

Refleksi Hari Lahir Pancasila, Fawer Sihite: Kita Harus Dengarkan Hati Nurani Rakyat

01/06/2025
Berita

Kalah Sebagai Calon Ketua Umum, Fawer Sihite Pastikan Dukung Kepemimpinan Prima Surbakti dan Jessica Worouw di GMKI

28/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025

Populer

Berita

Buntut Viralnya Dugaan Kekerasan Terhadap Tunanetra di Siantar, ILAJ Minta KND Periksa Wali Kota dan Jajaran Terkait

19/06/2025
Berita

Kader IPK Taput Diduga di Aniaya Akibat Keributan di Purbatua

17/06/2025
Berita

Fawer Sihite: Tiga Bulan Wesly Jabat Wali Kota Tidak Mencerminkan Visi Misi Saat Kampanye

18/06/2025
Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
Pojokan

Pesan Tersembunyi Ki Narto Sabdo Dalam Lagu Kelinci Ucul

23/09/2020
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba