Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Selasa, Juli 15, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dialektika

Apakah Orang Religius lebih Bahagia ketimbang Orang Tidak Religius?

by Redaksi
15/04/2022
in Dialektika
105
SHARES
753
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Apa yang membuat orang bahagia? Pertanyaan ini mungkin sulit dijawab. Kebahagiaan telah dibicarakan sepanjang sejarah.

Para filsuf, pemikir, dan aktivis, seperti Aristippus, Aristoteles, Zhuangzi, Jean Jacques Rousseau, Jeremy Benthan, dan Bertrand Russel, telah menganggap bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup merupakan salah satu tujuan tertinggi dari motivasi manusia.

Namun kebahagiaan dan kepuasan hidup bisa sulit didefinisikan. Sementara keduanya merupakan bagian dari kesejahteraan seseorang, kebahagiaan merujuk pada emosi individu, perasaan, atau suasana hati. Sebaliknya, kepuasan hidup lebih berkaitan dengan cara orang memikirkan kehidupan mereka secara kesatuan utuh — termasuk hubungan mereka.

Riset sebelumnya menunjukkan bahwa “orang yang bahagia” itu yang muda, sehat, berpendidikan baik, bergaji bagus, optimistik, dan ekstrovert. Riset yang sama menemukan orang yang paling bahagia cenderung religius, menikah, dengan kepercayaan diri dan moral pekerjaan tinggi, serta aspirasi sederhana.

Tampaknya jenis kelamin dan tingkat kecerdasan Anda belum tentu termasuk variabel yang diperhitungkan.

Riset menunjukkan bahwa di seluruh dunia, lebih dari 84% orang tergabung dalam kelompok keagamaan atau terkoneksi dengannya. Dan riset kami baru-baru ini melihat apakah agama berbeda mengalami tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidup berbeda.

Temuannya menunjukkan bahwa religiositas individu dan tingkat perkembangan negara mereka mempengaruhi kebahagiaan dan kepuasan hidup orang.

Riset kebahagiaan

Studi kami meneliti sejumlah besar kelompok agama berbeda di 100 negara—dari 1981 hingga 2014 — menggunakan data dari World Value Survey.

Penemuan kami menunjukkan bahwa orang Protestan, Buddha, dan Katolik Roma lebih bahagia dan lebih puas dengan hidup mereka, dibandingkan dengan kelompok lain. Orang Yahudi, Hindu, Muslim, dan tidak religius berada di antaranya, sedangkan Kristen Ortodok ditemukan memiliki tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidup paling rendah.

Dalam riset kami, kami menemukan bahwa banyak faktor yang diasosiasikan secara positif dengan kebahagiaan dan kepuasan hidup. Ini antara lain mencakup Protestan, perempuan, menikah, dan usia lebih muda (16 sampai 24 tahun). Situasi finansial keluarga juga termasuk, seperti juga kondisi kesehatan seseorang dan kebebasan memilih.

Kami menemukan bahwa kebanggaan nasional dan kepercayaan itu penting dalam hal tingkat kebahagiaan, seperti halnya memiliki teman, keluarga, dan waktu luang. Menghadiri praktik keagamaan mingguan juga ditemukan sebagai faktor penting.

Di sisi lain, menganggur dan memiliki penghasilan rendah diasosiakan secara negatif dengan kebahagiaan dan kepuasan hidup.

Pengamatan yang lebih dekat pada besarnya hubungan antara faktor-faktor ini serta kebahagiaan dan kepuasan hidup mengungkapkan bahwa kesehatan, stabilitas finansial dan kebebasan memilih, atau kendali atas hidup seseorang merupakan faktor-faktor yang paling penting.

Namun perlu dilakukan riset untuk memahami mengapa beberapa kelompok religius lebih bahagia dan lebih puas ketimbang yang lain.

Tujuan global

Dalam beberapa tahun terakhir, minat pada riset kesejahteraan telah bergelora—dengan ahli ekonomi seperti penerima Nobel Joseph Stiglitz yang setuju inilah saatnya untuk menggeser perhatian dari mengukur produksi ekonomi, jadi mengukur kebahagiaan dan kepuasaan hidup orang.

Namun untuk menjadikan kebahagiaan manusia sebagai panduan menyeluruh terhadap kemajuan manusia membutuhkan data yang baik soal kualitas hidup manusia—dan ini sesuatu yang sayangnya masih tertinggal di sebagian besar negara.

Sementara ini, mungkin layak bagi individu maupun pemerintah untuk terlibat dalam psikologi positif. Riset baru menunjukkan bahwa sekolah yang mengajarkan psikologi positif benar-benar memperbaiki kebahagiaan anak-anak di negara berbeda: Peru, Cina, Bhutan, dan Australia.

Maka, jelas bahwa meski kebahagiaan bisa berarti hal berbeda bagi orang berbeda, ada beberapa prinsip penyatuan mendasar yang membuat kita lebih mungkin merasa bahagia atau tidak bahagia.

Dan seperti yang diperlihatkan penemuan kami, dengan memperbaiki akses pada perawatan kesehatan dan mendukung kebutuhan finansial mereka, pemerintah bisa berbuat banyak untuk meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan hidup orang-orang.


Artikel ini merupakan republikasi dari The Conversation. Ditulis oleh Kayonda Hubert Ngamaba.

Tags: #ateis#kebahagiaan#moral
Share42SendShare

Related Posts

Pidato Lengkap Jefri Gultom di Dies Natalis GMKI ke-74: Bangkit Ditengah Pergumulan

26/02/2024

Bangkit Ditengah Pergumulan Pidato 74 tahun GMKI Jefri Edi Irawan Gultom Para peletak sejarah selalu berpegang pada prinsip ini, ‘’perjalanan...

Pewaris Opera Batak

11/07/2023

Oleh: Thompson Hs* PIRAMIDA.ID- Tahun 2016 saya menerima Anugerah Kebudayaan dari Kemdikbud (sekarang Kemendikbudristek) Republik Indonesia di kategori Pelestari. Sederhananya,...

Mengapa Membahas Masa Depan Guru “Dianggap” Tidak Menarik?

01/05/2023

Oleh: Agi Julianto Martuah Purba PIRAMIDA.ID- “Mengapa sejauh ini kampus kita tidak mengadakan seminar tentang tantangan dan strategi profesi guru di...

Membangun Demokrasi: Merawat Partisipasi Perempuan di Bidang Politik

14/04/2023

Oleh: Anggith Sabarofek* PIRAMIDA.ID- Demokrasi, perempuan dan politik merupakan tiga unsur yang saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Berbicara mengenai...

Dari Peristiwa Kanjuruhan Hingga Batalnya Indonesia Tuan Rumah Piala Dunia U-20

03/04/2023

Oleh: Edis Galingging* PIRAMIDA.ID- Dunia sepak bola tanah air sedang merasakan duka yang dalam. Kali ini, duka itu hadir bukan...

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023

Oleh: Muhammad Muharram Azhari* PIRAMIDA.ID- Pengertian disiplin menurut Elizabeth Hurtock mengemukakan bahwa; Disiplin itu berasal dari kata "discipline", yaitu seseorang...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Anies Baswedan Hadir Pada RAPIMNAS I Gerakan Rakyat, Ketua DPP Gerakan Rakyat Sebut Nama Tom Lembong

13/07/2025
Berita

Penyelidikan Dihentikan, Kuasa Hukum Korban Penipuan Segera Laporkan Penyidik Polda Sumut ke Propam

10/07/2025
Berita

150 Hari Kerja Bupati Simalungun, GMKI : Simalungun mau dibawa kemana?

09/07/2025
Berita

Ketua ILAJ Minta Hakim Berhikmat: Kasus Hasto & Tom Lembong Jangan Dikendalikan Politik, Vonis Bebas Adalah Pilihan Konstitusional

07/07/2025
Berita

Dugaan Fee Proyek, Ketua ILAJ Minta KPK Pantau Bagi-Bagi Proyek di Kota Siantar

04/07/2025
Berita

Robot Polri Tuai Kritik Netizen, Fawer Sihite: Inovasi Harus Disambut Baik, Tapi Polri Perlu Bangun Instrumen Komunikasi yang Efektif

30/06/2025

Populer

No Content Available
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba