Oleh: Kasihta Saragih, Claudia Sianturi, Nuri Giovani, Oscar Simbolon*
PIRAMIDA.ID- Akhir-akhir ini situasi hukum yang ada di Indonesia mungkin sedang tidak baik-baik saja akibat beberapa kejadian yang membuat masyarakat bertanya-tanya tentang pelaksanaan hukum di Indonesia. Kadang ditemukan bahwa pihak yang berkuasa bisa mengatur hukum sesuai dengan kehendaknya.
Sehingga kata-kata yang sering kita dengar, “hukum tajam ke atas tumpul ke bawah” menjadi sebuah kalimat yang seolah benar jika dilihat dari kejadian-kejadian yang ada. Artinya, hukum yang ada sekarang tidak dapat memberikan kepastian yang sebenarnya berdasarkan fakta di persidangan.
Padahal hukum menjadi tumpuan dan dasar dalam kehidupan bersama di masyarakat serta menjadi sebuah batasan bagi setiap individu agar tidak bertindak sesuka hati dan melanggar hak-hak individu lainnya. Dengan adanya hukum diharapkan sebuah kehidupan di masyarakat dapat menjadi lebih baik dan aman dari tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan. Namun jika hukum tidak dijalankan dengan semestinya, pasti akan berakibat buruk bagi kehidupan bersama. Apalagi jika masyarakat sudah tidak percaya akan hukum yang berlaku.
Belakangan ini keraguan masyarakat tentang hukum di Indonesia mulai semakin jelas karena kasus pembunuhan terhadap Brigadir J. Yang lebih memprihatinkan pelakunya adalah oknum dari para penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh dalam pelaksanaan hukum.
Selain itu yang semakin membuat publik kecewa adalah karena tuntutan terhadap para tersangka dinilai kurang adil. Seperti halnya kasus dugaan pembunuhan berencana kepada Brigadir J, Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan menuntut terdakwa dihukum penjara seumur hidup.
Namun, beberapa warganet masih merasa kecewa dengan keputusan jaksa dan menginginkan Ferdy Sambo dituntut hukuman mati. Adapun keputusan jaksa ini yang diungkap dalam sidang kasus dugaan pembunuhan berencana kepada Brigadir J. Dalam sidang tersebut, Ferdy Sambo dianggap mencoreng institusi polri di mata masyarakat Indonesia dan internasional.
Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama, sehingga Ferdi Sambo dituntut untuk penjara seumur hidup karena telah melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu para pelaku lainya yang ikut terlibat di dalam pembunuhan tersebut hanya dituntut 8 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Inilah dinamika hukum yang ada di Indonesia saat ini diduga “tajam ke bawah dan tumpul ke atas”. Walaupun sudah terbukti bersalah dan harus mendapatkan hukuman berdasarkan perbuatannya, namun dalam hal ini berbanding terbalik karena menurut publik tuntutan seumur hidup kurang pantas bagi seorang yang secara sadar melakukan pembunuhan.
Sehingga muncul sebuah paradigma yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang, dan yang mempunyai kekuatan. Merekalah yang pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar, atau dalam istilah hukum timpang sebelah.
Melihat keputusan yang ditetapkan oleh Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membuat masayarakat tidak percaya dengan proses hukum yang ada di Indonesia. Adanya fenomena ketidakadilan hukum ini terus terjadi dalam praktik hukum di negeri ini dan tidak bisa dipungkiri.
Munculnya, berbagai aksi protes terhadap aparat penegak hukum, menunjukan sistem dan praktik hukum kita sedang bermasalah. Keterpurukan hukum di Indonesia malah semakin menjadi-jadi akibat para pelakunya justru oknum-oknum penegak hukum sehingga berakibat terhadap kepercayaan masyarakat akan hukum mulai berkurang.
Maka mari kita terus menjaga kepercayaan masyarakat dengan menegakkan keadilan seadil-adilnya serta terus mengawasi dalam setiap proses pelaksaan hukum. Jangan sampai kepercayaan itu terus berkurang karena ke depan percaya atau tidak akan ada kasus yang lebih besar lagi dari yang ada dari sekarang.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas HKBP Nommensen Pematang Siantar.