Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Sabtu, Februari 4, 2023
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Dialektika

Mengapa Rumah Minimalis menjadi Tren?

by Redaksi
03/02/2022
in Dialektika
102
SHARES
731
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

PIRAMIDA.ID- Dalam dunia desain rumah, sebuah revolusi sedang terjadi. Masa depan, adalah mungil.

Tren rumah mungil semakin meningkat, sebuah gerakan arsitektur dan sosial yang mendorong perampingan ruang hidup. Ada hampir 2,5 juta postingan Instagram dengan tagar “rumah kecil”; dan semakin populernya film dokumenter dan serial TV seperti acara Tiny House Nation di Netflix.

Salah satu tokoh paling terkenal yang menyuarakan gerakan ini pastilah Elon Musk, multimiliarder sekaligus bos Tesla. Musk menaikkan gengsi rumah mungil ketika dia menyewa rumah mungil di Boca Chica, Texas, saat mengerjakan SpaceX. “Rasanya lebih nyaman tinggal di rumah kecil,” katanya melalui Twitter.

Gaya hidup minimalis tanpa banyak barang menangkap semangat zaman yang mulai menjauhi konsumerisme berlebihan, dan demikian juga dengan tren rumah mungil.

Ide dasarnya sangat menarik: lebih sedikit ruang dan barang dalam hidup kita dapat memberi ruang untuk hal-hal yang lebih penting.

Akar gerakan rumah mungil dapat ditelusuri hingga naturalis dan penulis esai AS abad ke-19 Henry David Thoreau. Bukunya Walden (1854) adalah refleksi yang menginspirasi tentang hidup sederhana di lingkungan alami.

Jay Shafer, “bapak rumah mungil”, mempelopori gerakan modern ketika ia membangun rumah mungil di atas roda dan menulis The Small House Book pada 1999. Shafer mendirikan perusahaan Tumbleweed Tiny House, sebelum fokus pada keadilan sosial dan hak perumahan.

Penggemar rumah mungil memperjuangkan tempat tinggal hijau: butuh lebih sedikit bahan untuk membangun, dan hanya menggunakan sekitar 20 hingga 30% energi dibanding rata-rata rumah di Inggris, menurut Tiny Housing Co, sebuah perusahaan Inggris.

Rumah ini bisa dilengkapi dengan panel surya atau tenaga angin, sehingga pemiliknya dapat hidup di tempat terpencil. Didesain untuk mobilitas, rumah mungil dengan mudah bisa ditempatkan dekat dengan alam. Ekonomis, portabel, ramah lingkungan, berwawasan komunitas, bebas hipotek, kurang apa lagi?

Chris March adalah pendiri Tiny Eco Homes di Northumberland di Inggris. Dia tinggal selama tiga tahun di salah satu desainnya sendiri, rumah dengan kayu pinus di dalamnya dan teras kayu cedar. Ukurannya 7m x 2,5m, dua kamar tidur, dua lantai dan langit-langit yang cukup tinggi untuk berjalan-jalan di lantai atas.

Rumah ini sudah dilengkapi dengan “segala sesuatu yang saya dan anak saya butuhkan,” katanya.

Perusahaan March memproduksi sekitar 15 rumah mungil setahun. David dan Becky Westwood, dan putra mereka Joss, adalah salah satu klien yang membeli model standar seharga hampir Rp1 miliar (£50.000).

Meskipun video yang mereka buat menunjukkan kepala Joss menyentuh langit-langit kamarnya ketika dia berdiri, keluarga ini senang dengan rumah mungil mereka, menyatakan “persis seperti tinggal di rumah konvensional”.

Awalnya rumah ini ditempatkan di perkemahan, yang sewa bulanannya lebih dari Rp 10 juta (£500), namun sudah dipindahkan ke memindahkannya ke kebun orang tua mereka agar bisa bebas dari bayar sewa.

Biaya tanah bisa menjadi pertimbangan utama (atau hambatan) dalam memiliki rumah mungil. March memiliki tanah tempat rumah mungilnya; dia punya izin perencanaan untuk tempat tinggal permanen tetapi mengatakan:

“Saya tidak berniat membangun rumah ‘normal’. Biayanya bisa menghabiskan Rp3,8 miliar (£200.000) tapi hanya Rp1,1 miliar (£60,000) untuk rumah mungil. Punya rumah baru dengan biaya sepertiga lebih rendah, tentu saya tak berpikir panjang lagi.”

Biaya sebidang bangunan serta rumah mungil bisa membuatnya mahal. Beberapa menyiasatinya dengan menempatkan rumah mereka di atas tanah milik keluarga atau teman, ada juga yang menyewa tanah, dari seorang petani, misalnya. Semuanya tidak memerlukan izin perencanaan.

Cara lain adalah dengan membeli tanah dan mengubah penggunaannya menjadi glamping atau pertanian kecil. Namun, March mengatakan: “Hampir tidak mungkin [di Inggris] untuk mendapatkan izin perencanaan penuh untuk tinggal di [sebuah rumah mungil] penuh waktu dan menempatkannya secara permanen.”

Gaya hidup dan nilai-nilai adalah kekuatan pendorong utama: memikirkan kembali apa yang penting, seperti memperkuat komunitas lokal, atau melestarikan lingkungan; atau keinginan untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarga atau pada kegiatan yang memungkinkan perampingan.

Beberapa hanya karena suka desain mungil dan ramping dari rumah kecil mereka. Terlepas dari semua pembicaraan dan tren, penghuni rumah mungil adalah minoritas kecil di Inggris, diperkirakan hanya 200 orang. “Semua orang bicara tentang tinggal di rumah kecil,” March mengakui, “tetapi sangat sedikit yang melakukannya.”

Kecil tapi terbentuk sempurna

Di negara lain, tampaknya industri rumah kecil bergerak lebih cepat. Di AS, diperkirakan 10.000 orang tinggal di tempat tinggal kecil. “Gerakan rumah mungil berkembang,” kata Amy Turnbull, direktur American Tiny House, kepada The Spruce: “Semakin banyak orang mendorong izin rumah kecil, makin banyak area akan menerima”.

David Latimer adalah CEO dan pendiri New Frontier Design, yang terpilih sebagai pembangun rumah mungil mewah terbaik dalam penghargaan The Spruce 2020. David berbicara dengan BBC Culture dari studionya di Venice Beach, California, studi dengan desain yang sangat minimalis, dengan banyak kayu dan pemandangan tanaman hijau.

Latimer meluncurkan perusahaannya -yang mantranya adalah “hidup dengan niat”- pada tahun 2015, pada saat minat pada tempat tinggal kecil, katanya, “menjadi viral”.

Dia menjual sekitar 12 hingga 16 rumah mungil per tahun. Model rumahnya dimulai dengan Alpha, dengan pintu kaca besar untuk membiarkan cahaya alami masuk, dan wastafel ganda bagai “rumah pasangan yang ideal”.

Lalu ada Escher yang mewah, yang dapat menampung enam orang, dan memiliki meja makan untuk 10 orang dan jacuzzi ukuran penuh. Desainnya dibuat dengan arsitek, dan sebisa mungkin memasukkan peralatan berukuran penuh. Furnitur hemat-ruang, komponen vital di rumah mungil mana pun, adalah spesialisasinya.

Pada tahun 2017, Latimer terpilih untuk membangun rumah bagi para korban kebakaran hutan California, yang dipresentasikan kepada keluarga menyambut gembira di acara TV Good Morning America.

Liputan yang luar biasa untuk sebuah start-up, tetapi dia tetap menyadari rintangan yang terus dihadapi di pasar yang baru lahir ini.

“Salah satu kendalanya adalah fakta bahwa tidak ada badan resmi yang diatur oleh pemerintah… dan tidak ada fasilitas kredit untuk rumah mungil,” kata dia. “Dan seperti yang kita tahu, ada banyak batasan untuk menempatkannya secara legal.”

Klien Latimer adalah “semua usia, dan pasangan dengan anak yang sudah mentas, pensiunan atau mereka yang hidup minimalis. Tetapi mayoritas adalah profesional muda… mereka ingin keluar dari kota atau setidaknya memiliki tempat untuk tetirah”.

Sekitar setengahnya berencana untuk tinggal di rumah mungil mereka secara penuh waktu; yang lain menggunakannya sebagai rumah liburan. “Ini adalah pilihan gaya hidup. Momen rumah mungil adalah dunia yang didorong oleh nilai.” Keberlanjutan adalah nilai yang sangat tinggi dalam prioritas banyak orang. “Rumah kecil memiliki jejak karbon yang sangat kecil” – membanggakan penggunaan tenaga surya dan angin atau toilet kompos, misalnya.

Dan pandemi memiliki efek yang nyata pada pasar, katanya. “Kami melihat ledakan permintaan [untuk rumah mungil] dari orang-orang yang ingin terhubung kembali dengan alam setelah terjebak di kota.”

Mereka ingin pribadi dan fisik, katanya, terbebas setelah dikurung dalam keberadaan daring yang tidak personal. “Cara hidup ini bisa begitu intim dan nyaman, nyaman dan hangat.”

Namun, Latimer menambahkan: “Rumah mungil jelas bukan untuk semua orang. Rumah mungil menuntut pengorbanan dan perubahan gaya hidup. Tetapi sebagian besar klien saya telah melakukan banyak penelitian sebelum mereka berkomitmen.”

Terlepas dari potensi kekurangannya, gerakan ini bergerak dengan cepat ketika proyek-proyek lokal kecil dipublikasikan dan disebarluaskan secara global.

Seperti Alan Dall yang berselisih dengan dewannya di Canterbury, Selandia Baru, atas rumah mungilnya yang dia bangun sendiri. Dia mengatakan, ini satu-satunya rumah mampu ia miliki di usia akhir 50-an. Kasusnya terkenal, dan hakim memenangkannya, sehingga bisa menjadi preseden bagi pemilik lain di negara tersebut.

Di Inggris, inisiatif menarik juga sedang berlangsung. The Tiny House Community Bristol, sebuah proyek perumahan nonprofit komunitas di daerah Sea Mills, berhasil mendapatkan dukungan dari walikota. Dewan pun bekerja sama menulis aturan perencanaan untuk mewujudkannya.

Rachel Butler, pendiri dan direktur organisasi, mengatakan ada rencana membuat toko produk lokal tanpa limbah, binatu ramah lingkungan, ditambah ruang bengkel untuk memperbaiki dan membuat barang-barang dan ruang makan komunitas.

“Rencananya adalah membangun antara 12 dan 15 rumah, dengan ruang komunal yang signifikan untuk dapur, ruang makan, binatu ramah lingkungan, bengkel, dan lain-lain,” kata Butler. “Kami berkomitmen untuk mendapatkan sumber daya dan tenaga kerja dari daerah-bio kami sebanyak mungkin. Hanya pengusaha lokal yang akan dipekerjakan.”

Sementara itu, Tiny House Scotland adalah gagasan arsitek Jonathan Avery, yang mendesain dan membangun arsitektur mikro. Desain rumah mungil Avery merupakan pusat dari “desa” bagi para tunawisma di Skotlandia, Tiny House Village Edinburgh, yang diluncurkan di Granton, Edinburgh, pada Mei 2018. Desa Social Bite menyediakan lingkungan aman berbiaya rendah untuk hingga 20 orang selama sekitar 12-18 bulan, dengan dukungan untuk transisi ke perumahan permanen sesudahnya.

Inspirasi awal Avery datang dari arsitektur Jepang, “di mana apartemen kecil menunjukkan gaya dan kepraktisan dalam tapak kecil”. Dari segi desain, pertimbangan pertamanya adalah “ukuran yang terbatas, tentu saja. Jika itu adalah rumah kecil di atas roda,- batas berat 3.500 kg dan panjang maksimum 7 meter agar tetap dapat ditarik dan legal di jalan”.

Dengan kinerja ramah lingkungan yang menjadi pusat konsep mereka, desainnya terbukti sangat populer sehingga slot bangunan buatan perusahaannya telah penuh dipesan hingga tahun 2024.

The Social Bite Village Project di Edinburgh ciptaan Avery semakin terkenal ketika bintang film Leonardo DiCaprio terlibat dalam penggalangan dana. Sebuah kemenangan kecil, mungkin, tapi lompatan raksasa bagi komunitas gerakan rumah mungil.(*)


BBC Culture

Tags: #masadepan#revolusiarsitektur#rumah
Share41SendShare

Related Posts

Hukum di Indonesia Makin Memburuk?

01/02/2023

Oleh: Kasihta Saragih, Claudia Sianturi, Nuri Giovani, Oscar Simbolon* PIRAMIDA.ID- Akhir-akhir ini situasi hukum yang ada di Indonesia mungkin sedang...

Manusia sebagai Makhluk Mengada dalam Ruang & Waktu

18/12/2022

Oleh: Inosius Pati Wedu* PIRAMIDA.ID- Kemajuan teknologi transportasi, informasi dan komunikasi di zaman modern menyebabkan manusia dapat berinteraksi dan berkomunikasi...

Sejarah Bidang

17/12/2022

PIRAMIDA.ID- “Sejarah itu bersajak”, ujar Mark Twain. Walau sejarah tak bisa terulang kembali. Sekarang, ke mana dan di mana kita...

Romantisme Bom Bunuh Diri Astana Anyar

12/12/2022

Oleh: Gregorius Bryan G. Samosir (Ketua Lembaga Pengembangan SDM PP PMKRI) PIRAMIDA.ID- Belum kering air mata akibat gempa yang mengguncang...

Peran Media Massa Sebagai Salah Satu Konsep Kekuatan Politik di Indonesia

18/11/2022

Oleh: Dwi Puja Kusuma* PIRAMIDA.ID- Perkembangan media massa di Indonesia mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Utamanya setelah memasuki era reformasi,...

Eksistensi ABRI Sebagai Aktor Kekuatan Politik Pasca Orde Baru

16/11/2022

Oleh: Aulia Sindi Pifua* PIRAMIDA.ID- Berbicara mengenai politik merupakan satu hal yang sangat menarik, namun perlu digarisbawahi juga bahwa tidak...

Load More

Tinggalkan Komentar Batalkan balasan

Terkini

Berita

Kelompok Senior Peduli GMKI Serahkan Bantuan Inventaris kepada PP GMKI

04/02/2023
Berita

Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas: DPP PARKINDO Berkolaborasi dengan KND dalam menghilangkan Stigma terhadap Disabilitas di Gereja

03/02/2023
Berita

Peringati 9 tahun Gugurnya 7 Relawan Kemanusiaan GMKI, GMKI Kutacane Gelar Ibadah Peringatan Hari Relawan

03/02/2023
Edukasi

Peran Pemuda dan Mahasiswa untuk Pengembangan SDM

03/02/2023
Berita

Resmi Sertijab, Ini Struktur PP GMKI 2022-2024

01/02/2023
Dialektika

Hukum di Indonesia Makin Memburuk?

01/02/2023

Populer

Berita

Resmi Sertijab, Ini Struktur PP GMKI 2022-2024

01/02/2023
Prosesi sertijab PP GMKI/screeshot
Berita

PP GMKI Resmi dikukuhkan, Ini Susunan Pengurus Pusat GMKI Masa Bakti 2020-2022

09/01/2021
Edukasi

Peran Pemuda dan Mahasiswa untuk Pengembangan SDM

03/02/2023
Berita

Peringati 9 tahun Gugurnya 7 Relawan Kemanusiaan GMKI, GMKI Kutacane Gelar Ibadah Peringatan Hari Relawan

03/02/2023
Berita

Esensi Kekuasaan di Indonesia

28/01/2023
Berita

Kelompok Senior Peduli GMKI Serahkan Bantuan Inventaris kepada PP GMKI

04/02/2023

FULL CAFE SIANTAR DI JALAN NARUMONDA ATAS NO 30

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2021 Piramida ID

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba Terbaik destinasi wisata dunia

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2021 Piramida ID

wisata indonesia - destinasi wisata terpopuler Rotasi Asia - Berita Terkini Spot Wisata Danau Toba Terbaik destinasi wisata dunia