Emi Lidia Nadeak*
PIRAMIDA.ID-Perlawanan yang terus tumbuh hari ini adalah hasil dari kehidupan sistem pemerintahan yang jauh dari kata adiluhung bagi kehidupan rakyat, terutama kelas miskin.
Lebih parahnya, hingga hari ini masyarakat banyak yang tak mengenal arti ketertindasan yang disebabkan dua hal: pertama, pendidikan yang cenderung tidak kontekstual. Kedua, opresi sejarah yang dikonsumsi sedari dini di sekolah lebih banyak melibatkan narasi-narasi khas penguasa-meniadakan peran lawan.
Salah satu ciri khas unik sejarah adalah beragamnya argumentasi atas suatu peristiwa tapi tidak ketika sejarah itu sendiri telah dikooptasi oleh kelas berkuasa.
Mengakui bahwa percakapan tentang ras itu sulit dan berbeda sekali dengan menyatakan bahwa tidak ada percakapan seperti menunjukkan perbedaan tajam dalam pengalaman ketika gender bersinggungan dengan ras dan kelas.
Pembebasan perempuan bersifat multi-ras sejak awal, dan ras seringkali menjadi pusat wacana, bahkan jika itu terjadi dalam konteks polarisasi rasial.
Kita harus menyingkirkan mitos bahwa kaum feminis “semuanya berkulit putih” untuk mendapatkan aspek generatif dari percakapan dan debat yang terjadi, dan untuk memahami mengapa dan bagaimana mereka begitu sulit:
Pertama, munculnya interseksualitas sebagai konsep teoritis tidak begitu mempresentasikan ketidakrelevanan teori feminis yang sebelumnya sebagai sesuatu yang tumbuh dari diskusi awal dan teka-teki yang diungkapkan oleh debat-debat tersebut.
Kedua, gerakan pembebasan perempuan sebagai gerakan kiri baru yang radikal tidak terbatas di kota-kota besar maupun amerika serikat. Setiap negara memiliki sejarah dan akar feminis sendiri, meskipun kisah-kisah pendiriannya sangat mirip. Semua dari mereka berbagi fokus pada kebebaan pribadi dan kemauan radikal egaliter untuk menantang setiap bentuk hierarki.
Ketiga, stereotip bahwa aktivis pembebasan perempuan lantang dan jelek mengarahkan kita pada militansi gerakan pembebasan perempuan dan ekspektasi radikal, utopis, terkadang apokaliptik. Ini berarti bahwa orang-orang melemparkan seluruh hidup mereka ke dalam perjuangan, yakin bahwa itu bisa mengubah dunia hamper dalam semalam.
Radikalisme gerakan pembebasan perempuan adalah tantangan kulturalnya bukan pada hukum yang tidak adil tetapi pada defenisi perempuan dan laki-laki, keseluruhan sistem kemudian dipanggil sex roles atau peran gender oleh sosiolog.
Tulisan-tulisan gerakan pembebasan perempuan yang sering dikutip dan dihologologiskan jelas merupakan fondasi dan segala yang terjadi kemudian.
Hubungan Antara Masyarakat Kelas dan Kapitalisme
Ciri yang menentukan dari masyarakat kapitalis adalah bahwa ia secara luas dibagi menajdi dua kelas fundamental: kelas kapitalis (borjuasi) dan kelas pekerja (proletariat). Tentu saja ada banyak wilayah abu-abu dalam definisi masyarakat kelas ini.
Kelas menengah adalah istilah yang bermasalah sebab meskipun sering digunakan tetapi siapa yang dirujuk mempresentasikan kelas ini. Namun, lapisan-lapisan menengah ini bukan sebenarnya bukan kelas yang independen terhadap proses eksploitasi dan akumulasi modal oleh kapitalisme.
Hubungan Antara Seksisme dan Kapitalisme
Seksisme adalah sumber ketidakadilan yang berbeda dari jenis eksploitasi kelas dalam beberapa cara berbeda. Sebagian besar perempuan hidup dan bekerja dengan pria untuk setidaknya beberapa kehidupan mereka.
Perempuan dan laki-laki tidak memiliki kepentingan yang bertentangan secara inheren; kami tidak ingin menghapus jenis kelamin tetapi sebaliknya menghapuskan hierarki kekuasaan yang ada antara jenis kelamin dan untuk menciptakan masyarakat dimana perempuan dan laki-laki dapat hidup secara bebas dan bersama-sama. Masyarakat kapitalis tergantung pada eksploitasi kelas.
Meskipun tidak tergantung tentang seksisme dan secara teori dapat mengakomodasi sebagian besar perlakuan yang sama terhadap perempuan dan laki-laki. Oleh karena itu berakhirnya seksisme tidak selalu mengarah pada berakhirnya kapitalisme. Demikian juga, seksisme dapat berlanjut bahkan setelah kapitalisme dan masyarakat kelas telah dihapuskan.
Seksisme merupakan bentuk penindasan paling awal. Dibawah kapitalisme, penindasan terhadap perempuan memiliki karakter tersendiri dimana kapitalisme telah mengambil keuntungan dari penindasan historis perempuan untuk memaksimalkan keuntungan.
Kekuatan Pendorong Pembebasan Perempuan adalah Feminisme
Secara umum didokumentasikan dengan baik bahwa perjuangan untuk emansipasi perempuan tidak selalu didukung bahwa secara historis perempuan telah menghadapi seksisme dalam organisasi perjuangan kelas.
Keuntungan tak terbantahkan dalam kebebasan perempuan yang telah terjadi adalah berkat para perempuan dan laki-laki baik didalam organisasi perjuangan kelas maupun diluar yang menentang seksisme dan berjuang untuk perbaikan kondisi perempuan.
Saya menekankan pokonya meskipun hari ini gerakan anarkis secara keseluruhan mendukung penghentian penindasan terhadap perempuan, masih ada ketidakpercayaan terhadap feminisme dengan kaum anarkis dan sosialis lain, kadang-kadang menjauhkan diri dari feminisme karena sering tidak memiliki analisis kelas.
Namun feminisme inilah yang harus kita syukuri atas hasil nyata yang dicapai perempuan.
Membaca buku ini dengan semangat memahami kembali gerakan perempuan menjadi penting untuk kembali memikirkan arah gerakan massa untuk keseteraan perempuan di indonsia khususnya.
Sebagai pembaca, saya merekomedasikan buku ini untuk dibaca. Baik itu perempuan juga laki-laki, kita harus sama-sama berjuang melawan seksisme salah satunya dengan memahami isi buku ini.(*)
Penulis merupakan Presidium Hubungan Perguruan Tinggi (PHPT) PMKRI Cabang Pematangsiantar. Founder Komunitas Kartini Indonesia.