Piramida.id
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy
Selasa, Juni 17, 2025
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas
No Result
View All Result
Piramida.id
  • Berita
  • Dialektika
  • Dunia
  • Edukasi
  • Ekologi
  • Ekosospolbud
  • Kabar Desa
  • Pojokan
  • Sains
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Spiritualitas
Home Sopolitika

Politik Dusta

by Redaksi
04/08/2020
in Sopolitika
101
SHARES
721
VIEWS
Bagikan ke FacebookBagikan ke WhatsappBagikan ke Telegram

Kristian Silitonga*

PIRAMIDA.ID- Hufft, galau sedang menghampiri ketika saya memulai tulisan ini. Yups, saya memang sedang mengalami kegalauan melihat perkembangan dan dinamika politik dan perilaku para politisi, pun sebagian besar warga republik dalam mengolah demokrasi dan melaksanakan politik belakangan ini.

Semua kelihatan begitu asyik memainkan dan menikmati “dusta politik”. Terkesan dusta mendarahi republik ini dari hulu ke hilir.

Kesibukan para calon pemimpin politik bukan menawarkan isi, melainkan bungkus dan kemasan; bukan mendalami basis argumentasi dan visi, melainkan semata memperhatikan hasil rekayasa survei; bukan mengagregasikan kepentingan warga, tetapi sekedar mengartikulasikan kepentingan diri dan kelompok oligarkis.

Partai tidak didirikan sebagai perwujudan dan aspirasi perjuangan kolektif, melainkan sekedar alat mobilisasi dukungan elite politik.

Elite partai yang seharusnya menjadi garda res publika (urusan publik) malah menjadi simpul terlemah dari kehidupan republik. Sebagai sumber pemasok kepemimpinan negara, perilaku sebagian besar parpol dan politisi bahkan belum memiliki prasyarat mendasar untuk bisa mewakili kepentingan masyarakatnya.

Meminjam jargon sohor Aristoteles, yang membedakan manusia dengan binatang adalah kemampuan yang baik dan buruk, adil dan zalim, yang kemudian memperoleh puncak ekspresinya pada negara yang dapat membedakan kebaikan dengan keburukan sekaligus kemampuan menghadirkannya.

Salah satu rantai terlemah dari demokrasi di Indonesia saat ini adalah mediokratis dan dekadensi golongan politik yang miskin gagasan, miskin etika, miskin pelayanan, miskin artikulasi.

Situasi inilah yang melahirkan apatisme dan sinisme publik pada politik. Sinisme itu meluas seiring dengan tendensi keserba-hadiran partai “merecoki” dan mencampuri segala bidang kehidupan publik.

Politik sebagai arena pertukaran gagasan bijak, perjuangan aspirasi rakyat, akuntabilitas dan pertanggungjawaban publik diselewengkan oleh parpol menjadi arena penampakan kedangkalan berpikir, transaksi kepentingan pragmatis, korupsi, pengingkaran dan pembohongan publik.

Lihat saja fenomena menguatnya politik dinasti dan kecenderungan ‘calon tunggal’ yang sekaligus berkelindan dengan terus menguatnya politik modal dan politik identitas dalam jelang perhelatan pilkada akhir-akhir ini.

Politik dan demokrasi direduksi menjadi sekedar arena pertarungan para elit politik namun seolah dikemas dalam arena pertarungan publik dan implementasi demokratis.

Demokrasi “dibajak” dengan memanfaatkan instrumen (regulasi formal) demokrasi itu sendiri.

Pemilu tidak lagi menjadi sarana rakyat untuk memilih dan “menghukum” para politisi khianat, dan tuna guna untuk kepentingan warga, melainkan jadi alat pengukuhan kembali para politisi pendulang uang dan penjual agama/identitas sempit.

Para kepala daerah terpilih pun disibukkan hanya membayar hutang-hutang politik yang sejatinya transaksional sejak awal ketimbang memperhatikan kualitas layanan publik.

Sudahlah, dukung saja para calon pemimpinmu secukupnya dan seperlunya. Tidak terlalu perlu memuja dan “mendewakan” mereka seolah sebagai ratu adil dan “juru selamat” yang akan segera bisa membenahi daerah menjadi lebih baik dan sejahtera dalam sekejap mata.

Mereka cuma orang biasa dan tak lebih sebagaimana politisi pada umumnya.
Pemilu/pilkada sesungguhnya hanya “ritual” demokrasi dan sirkulasi kepemimpinan politik lima tahunan saja kok. Tak lebih!

Sebab akar masalahnya tidak pernah serius kita evaluasi dan perbaiki, yakni mulai dari hulu kebijakan nembenahi partai politik dan memberikan pendidikan politik kewargaan melalui keteladanan kepemimpinan.

Karena sejatinya, “demokrasi itu sendiri sesungguhnya lebih ditekankan pada upaya merumuskan ‘cara-cara’ hidup bersama, bukan semata terobsesi untuk menciptakan ‘tujuan hidup’ bersama.”

Spiral kedustaan politik memang telah melilit dan merongrong hampir semua instalasi demokrasi dan politik kita.

Tidak hanya dalam praktik politik dan implementasi demokrasi, tapi juga pada aspek pembentukan formal dan kandungan regulasinya.

Tak perlu terlalu berkecil hati jika semua perhelatan politik dan demokrasi berlangsung dalam dinamika dusta politik melalui praktik-praktik kotor, janji, dan sumpah politik yang hanya manis didengar ketika kampanye, namun hening dan sunyi ketika telah berkuasa.

Dalam situasi seperti itu, politik hanya akan dilihat dan dimaknai sebagai urusan teknis, bukan persoalan etis.

Sebab politik sebagai pertarungan gagasan nilai tidak menjadi daya tarik hari ini dan para cendekia politik juga cenderung gagal menghadirkannya, bahkan malah terjebak dan terkontaminasi dengan aneka pesona ‘politik dusta’ itu.

Kekuasaan yang dimulai dengan dusta bisa melahirkan efek peniruan ke tingkat bawah dan beranak pinak menjadi “republik dusta”.

Hasil akhir dari spiral dan rangkaian dusta ini adalah pengabaian rakyat dan ketidak percayaan rakyat pada elite politisi dan pemimpinnya secara berkelanjutan.

Situasi ini memang cukup merisaukan.

Meminjam ungkapan satire dari seorang Thomas Jefferson, “Jika syarat masuk surga itu harus masuk partai politik dan menjadi politisi, maka saya memilih tidak mau menjadi anggota partai politik.”

Ungkapan itu barangkali agak sinis dan berlebihan, namun dalam konteks tertentu mungkin dapat kita pahami.

Lantas jika Anda bertanya kepada saya, “So, apa yang mesti dilakukan kalau begitu?”

Saya jawab, “Saya tidak tahu, saya sendiri kan sedang berdusta, eh maaf, maksud saya; galau…!”


Penulis merupakan pengasuh di rubrik Sopolitika, Piramida.id.

Tags: #oase#Politik#Sopolitikaheadline
Share40SendShare

Related Posts

Kedangkalan Radikalisme (Agama)

06/11/2022

Kristian Silitonga* PIRAMIDA.ID- Untuk mereka yang merasa memiliki Tuhan dan memonopoli kebenaran lalu menegasikan sesama yang lain; "Tuhan saja tidak...

Ilusi Kepemimpinan

16/04/2021

Kristian Silitonga* PIRAMIDA.ID- Dalam era demokrasi padat modal dan politik biaya tinggi seperti saat ini, apa sesungguhnya yang bisa kita...

Toleransi

15/02/2021

Kristian Silitonga* PIRAMIDA.ID- Siang jelang sore itu saya sedang nongkrong menikmati kopi dan ngobrol bareng teman di salah satu warung...

Merayakan Kedangkalan

02/11/2020

Kristian Silitonga* PIRAMIDA.ID- "Intelektualisme tidak pernah identik dengan gelar akademis. Intelektualisme juga tidak identik dengan banyaknya pengamat dan pakar." ~Jeremy...

Pandemikada

23/09/2020

Kristian Silitonga* PIRAMIDA.ID- Sudah terlalu banyak informasi, opini bahkan spekulasi membanjiri ruang publik kita yang mengaitkan pelaksanaan Pilkada dengan situasi...

Menjadi Bangsa

01/09/2020

Kristian Silitonga* PIRAMIDA.ID- "Suatu bangsa adalah keinginan untuk hidup bersama dan kesepakatan untuk berkorban." Ernest Renan (1823-1892) Saya tertarik dengan...

Load More

Tinggalkan KomentarBatalkan balasan

Terkini

Berita

Refleksi Hari Lahir Pancasila, Fawer Sihite: Kita Harus Dengarkan Hati Nurani Rakyat

01/06/2025
Berita

Kalah Sebagai Calon Ketua Umum, Fawer Sihite Pastikan Dukung Kepemimpinan Prima Surbakti dan Jessica Worouw di GMKI

28/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Berita

Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH): Penegakan Hukum atau Alibi Militerisasi Atas Nama Konservasi?

09/05/2025
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

GMKI Cabang Bandar Lampung Ungkap Krisis Kepolisian di Daerah Lampung: “Kekuasaan Tanpa Kendali, Rakyat Tanpa Perlindungan”

01/05/2025

Populer

Dunia

Sumber Air Bersih dan Air Minum di Arab Saudi

07/06/2020
Dialektika

Prinsip-Prinsip Disiplin Kelas

02/04/2023
Berita

Ketua Front Justice: Kepemimpinan Wesly Silalahi Dinilai Gagal, Siantar Mengarah ke Kemunduran dan Kota Gelap

07/05/2025
Berita

Aliansi Mahasiswa Siantar Se-Jabodetabek Akan Kepung Mabes Polri: Tuntut Penangkapan Wali Kota Wesli Silalahi

11/05/2025
Pojokan

Pesan Tersembunyi Ki Narto Sabdo Dalam Lagu Kelinci Ucul

23/09/2020
ilustrasi/Cleopatra dalam budaya pop.
Pojokan

Cleopatra: Simbol Kecantikan yang Tidak Cantik-Cantik Amat

24/09/2020
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Terms
  • Policy

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba

No Result
View All Result
  • Kabar Desa
  • Dunia
  • Ekologi
  • Dialektika
  • Sopolitika
  • Sorot Publik
  • Lainnya
    • Ekosospolbud
    • Pojokan
    • Sains
    • Spiritualitas

© 2020-2024 Piramida ID

rotasi barak berita hari ini danau toba